![]() |
| Kenapa tidak, Presiden mesti ambil alih untuk bertindak tegas dengan maksimal mungkin tanpa aling tembang pilih sehingga pulih tak berulang kembali. (int) |
-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 09 September 2025
Presiden Prabowo,
Kesurupan Bernegara
Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Manakala ditelusuri di pasaran Google
tentang makna dari diksi kesurupan akan ditemukan beragam pemaknaan. Namun,
hampir beragam etnis budaya dan atau dalam pemahaman umat yang beragama,
kesurupan diidentikan sebagai kondisi di mana tubuh manusia dikuasai oleh roh,
hantu, setan, dewa, atau makhluk halus lainnya yang tidak kasat mata.
Kemudian, di dalam pandangan secara medis,
penyebab dari fenomena kesurupan sebagai gangguan mental yang disebut
Dissociative Trance Disorder (DTD) atau Possession Trance Disorder, bukan
akibat rasukan makhluk gaib.
Kondisi ini melibatkan hilangnya
kesadaran, perubahan perilaku drastis, dan kehilangan kontrol diri, serta bisa
dipicu oleh tekanan psikologis dan sosial yang berat. Pengobatan meliputi
psikoterapi dan manajemen stres, dengan tujuan membantu pasien untuk memahami
dan mengelola kondisi mereka.
Dalam Islam, kesurupan
adalah fenomena nyata di mana seseorang dirasuki oleh jin atau setan,
seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadits, serta disepakati oleh para
ulama. Penyebabnya bisa karena jin menyukai atau membenci orang tersebut, atau
bahkan karena tindakan manusia yang mengganggu jin. Sementara, manusia
yang lalai dan jauh dari Allah lebih rentan dirasuki.
Penanganannya meliputi pengobatan dengan
ruqyah untuk membaca ayat-ayat Al-Qur'an, seperti Ayat Kursi, serta menjaga
diri dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Keberadaan dan masuknya jin ke dalam tubuh
manusia didukung oleh Al-Qur'an, hadits, dan kesepakatan mayoritas ulama,
dengan firman Allah dalam QS Al-Baqarah: 275 sebagai salah satu rujukannya yang
berarti;
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat
berdiri melainkan, seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila.”
Ayat ini,
menunjukkan adanya kondisi seseorang yang kemasukan setan sehingga ia
tidak bisa mengendalikan diri, yang secara luas ditafsirkan sebagai masuknya
jin ke tubuh manusia.
Bahkan disebutkan dalam hadits nomor 7171
diriwayatkan oleh Al-Bukhari, yang berarti “Sesungguhnya setan (jin jahat)
masuk pada diri Bani Adam melalui jalan (aliran) darah.”
Hadits tersebut, menunjukkan bahwa kondisi
emosional ekstrem, seperti marah, sedih, atau takut yang berlebihan dapat
membuka pintu bagi jin untuk masuk dan menguasai manusia sehingga majnun atau
gila kerasukan kuasa.
Pengelola Negara Kerasukan
Terkadang orang majnun atau yang mengidam
kesurupan memang mesti didampar dulu dengan tamparan atau ditotoki sarafnya
yang telah beku, dikarena akar otaknya disumbat oleh kerasukan roh jahat
keiblisan agar bisa segera siuman
Sama halnya, mungkin juga mesti
diperlakukan kepada para pengelola negara yang sok kuasa, baik berakar rumput
maupun berpucuk yang lagi memuncak tanpa terkecualikan sehingga segera sadari
dirinya.
Kalau, memang kata berkalimat apapun, tak
berarti apa-apa bagi para pengidam idiot kedunguan yang berotak isi jeroan
ampas comberan
Terkecuali, bila dipukuli atau dibakari
baru bisa disadarinya, betapa sakitnya pukulan dari pentulan dan begitu
panasnya bara api.
Itulah, bila kadar warisan ketololan
dipertuankan juga arogansi kesesatan dipertuhankan.
Berulang kali diharapkan, wahai para
pengelola negara, akan lebih elok manakala segera sadari dengan membaca diri
agar tidak menggigit jari di dalam penjarah publik yang bosan dengan diksi basa-basi.
Sebaiknya, para pengelola negara, jangan
suka mengedepankan oralisasi logika sungsang untuk selalu bersandiwara, di
dalam menangani tuntutan demostran yang bernurani bening agar negeri bisa
benderang dan juga segera hening.
Presiden, Hentikan agar Bening
Musim hujan tak menentu semoga tuntutan
spirit kebeningan dari aspirasi demo tidak terbentur jalan buntu juga berabun
ayam bah musang berbulu ayam benaran.
Agar negeri tetap aman damai dari segala
sensasi dan manipulasi liar berakumulasi jadi konsumsi pahlawan kesiangan.
Bila, telah diduga memang ada gerakan adu
domba dari geng algojo bertopeng serigala berbulu domba
Kenapa masih juga dibiarkan untuk membias
di dalam menodai kabinet merah putih yang sedang dikobarin untuk berkibaran
Lebih menawan, hentikan akumulasi atas
noda percikan dari segala radiasi sehingga Presiden bisa melangkah dengan
kepastian terbentang tanpa terganggu!
Presiden nan Terbentang
Silakan, kejar tayang sebelum melayang,
selagi ajimumpung. Sekalipun, telah terkepung setiap saat membayang digulung.
Kalau memang, disadari berpulang kembali diserang hingga berkalang
Kini, hanya sisa hari yang dihitung
jarum jam berhujung kain akan terbentang dan terbungkusin.
Bukan jua, terbungkusin bah merona
barengan sembari makan nasi bungkusan nan terselubung gulai otak isi jeroan
ampas ceboan. Seiring dengan tersenyapin mantra jampian di dalam kebejatan
berondaan ala pinggiran hingga berkunang kunangan jadi kenangan.
Tampak dagelan penantian di dalam jejak
bertapak sungguh aduhai kedunguan. Sejak dulu dan kini, dari beragam gerakan
apapun, telah terbaca tanpa bisa dimanipulasi dengan gaya apapun jua
terbungkusin. Tetap jua terdeksi berhingga lapisan bumi, biar tampak topeng nan
terbungkusin.
Namun, seorang pemimpin sebagai Presiden
mesti membaca seksama sehingga publik semesta akan bersama di belakangmu untuk
tetap mendukung akar kejujuran tanpa dirasuk kesurupan.
Kepadamu Presiden Prabowo
Selalu saja berulang kembali, setelah
korban, baru ada dagelan gerak perubahan dan itupun tidak maksimal hanya sekadar
bantal labiodental dengkulan melolong.
Kenapa tidak, Presiden mesti ambil alih
untuk bertindak tegas dengan maksimal mungkin tanpa aling tembang pilih
sehingga pulih tak berulang kembali.
Sekali lagi, publik butuh ketegasan dari
seorang Presiden nan bertindak adiluhung. Kalau telah diketahui, memang ada
musang berbulu ayam bergabung dalam demo, kenapa masih juga dibiarkan
melenggang kangkung hingga menodai kemurnian di dalam kedamaian menyuarakan
suara hati berlogika cemerlang
Begitu juga, bila telah diketahui, memang
ada serigala berbulu domba di dalam kabinet merah putih, kenapa masih dibiarkan
merajalela dalam mengoyak kibaran bendera merah putih nan benderang.
Kalau memang mau terang untuk benderang di
dalam berterus terang tanpa aling tebang pilih mengiang dan mesti lantang,
sekalipun mereka bertameng Asing atau dajjal bergentayang.
Kita bukan bangsa pecundang, terpenting
demi bangsa terbentang rakyat akan mendukung hingga berkalang.
Sekarang, tinggal keberanian Sang Pemimpin
untuk ditantang menerjang guna berpeluang benderang hingga mengibarkan
Indonesia menjadi negara adiluhung tanpa tanding!
Kalau, kini tidak, lalu kapan lagi, apakah
masih tapak mesti dibiarkan berulang kembali menggonggong
Kepadamu Presiden Prabowo, Kami butuh ketegasan adiluhung hingga tak berulang lagi hingar bingar linglung meraung sehingga negeri bugar nan tetap benderang tanpa lagi dirasuki oleh kesurupan dalam ke_majnun_an yang berkalam. Wallahu'alam.
