------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 31 Oktober 2025
Akselerasi
Pertumbuhan Ekonomi Era Menkeu Purbaya
Catatan Agus K
Saputra
Perekonomian
Indonesia tengah berada di persimpangan penting. Setelah melewati periode
ketidakpastian akibat tekanan global, inflasi yang meningkat, serta fluktuasi
nilai tukar, pemerintah kini menunjukkan optimisme baru terhadap arah
pertumbuhan nasional.
Menteri
Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam forum Investor Daily Summit 2025,
menyatakan keyakinannya bahwa ekonomi Indonesia akan mampu tumbuh lebih cepat
dari sebelumnya, bahkan menembus angka 7 persen dalam waktu yang tidak terlalu
lama.
Optimisme
Purbaya bukan sekadar wacana kosong. Ia menegaskan komitmen pemerintah untuk
memantau kebijakan fiskal secara ketat, memperkuat sektor swasta, serta
menyelesaikan hambatan investasi dengan cepat.
Dalam
pandangannya, sinergi antara sektor publik dan swasta menjadi kunci utama untuk
mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Namun,
di tengah optimisme itu, tantangan struktural dan realitas makroekonomi global
tetap menjadi faktor penentu.
Bank
Dunia (World Bank), dalam laporan East Asia and Pacific Economic Update edisi
Oktober 2025, memang meningkatkan proyeksi pertumbuhan Indonesia dari 4,7
persen menjadi 4,8 persen, tetapi masih di bawah target pemerintah sebesar 5,2
persen. Ini menunjukkan adanya jarak antara optimisme nasional dan realitas
global yang harus dijembatani dengan strategi yang matang.
Dalam
beberapa tahun terakhir, kebijakan fiskal pemerintah Indonesia diarahkan untuk
mendorong permintaan domestik, menjaga daya beli masyarakat, serta memperkuat
peran sektor swasta. Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa setiap langkah
fiskal yang diambil harus disertai dengan pengawasan ketat terhadap efektivitas
dan dampaknya terhadap perekonomian.
Pemerintah
menempatkan dana sekitar Rp200 triliun di sistem perbankan nasional untuk
menggerakkan kredit dan memacu investasi produktif. Hasilnya mulai terlihat
ketika penyaluran kredit perbankan meningkat dari 8 persen menjadi 11 persen,
menandakan pemulihan kepercayaan dunia usaha. Kenaikan ini menjadi sinyal
positif bagi aktivitas ekonomi riil, terutama sektor UMKM dan industri padat
karya yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi domestik.
Langkah-langkah
seperti ini mencerminkan kebijakan ekspansif yang terukur, di mana pemerintah
tidak sekadar menambah belanja negara, tetapi juga menciptakan efek pengganda
(multiplier effect) melalui penyaluran dana ke sektor-sektor produktif. Dalam
kerangka makroekonomi, kebijakan ini berfungsi sebagai stimulus fiskal yang
bertujuan menstabilkan pertumbuhan di tengah tekanan eksternal.
Namun,
kebijakan fiskal yang agresif juga memiliki konsekuensi. Peningkatan belanja
negara berpotensi memperlebar defisit anggaran jika tidak diimbangi dengan
kenaikan penerimaan pajak. Oleh karena itu, efektivitas kebijakan fiskal sangat
bergantung pada manajemen penerimaan negara serta kapasitas sektor swasta untuk
merespons stimulus dengan peningkatan produksi dan investasi.
Pemulihan
Bertahap dan Arah Pertumbuhan Ekonomi Baru
Dalam
paparannya, Menkeu Purbaya menilai bahwa pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III
2025 masih tergolong lambat, yakni sekitar 5,12 persen. Namun, ia optimistis
bahwa pada kuartal IV 2025, laju pertumbuhan akan meningkat menjadi 5,5 persen,
dan terus membaik di tahun-tahun berikutnya.
Optimisme
ini didasari oleh indikasi perbaikan aktivitas ekonomi, terutama pada sektor
keuangan dan investasi. Purbaya menyebut bahwa demo-demo yang sempat terjadi
merupakan refleksi dari perlambatan ekonomi, namun kebijakan yang ditempuh
pemerintah pada kuartal III dan IV akan mempercepat pemulihan.
Jika
tren pertumbuhan ini terus berlanjut, maka target Presiden Prabowo Subianto
untuk mencapai pertumbuhan 8 persen dalam tiga hingga empat tahun mendatang
menjadi realistis. Dalam jangka menengah, pertumbuhan tinggi diharapkan tidak
hanya didorong oleh konsumsi rumah tangga, tetapi juga oleh pengembangan
sektor-sektor unggulan seperti energi terbarukan, teknologi digital, agribisnis
modern, dan manufaktur bernilai tambah.
Namun,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga harus inklusif dan berkelanjutan.
Pemerintah harus memastikan bahwa percepatan ekonomi tidak hanya dinikmati oleh
segelintir kelompok, tetapi juga memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah tertinggal.
Salah
satu kunci keberhasilan pertumbuhan ekonomi adalah peran aktif sektor swasta.
Dalam pandangan Menkeu Purbaya, pemerintah harus terus memperbaiki ekosistem
bisnis agar sektor swasta dapat tumbuh dan berkontribusi secara maksimal.
Purbaya
menegaskan bahwa setiap masalah investasi harus diselesaikan secara cepat,
tanpa menunggu proses birokrasi yang berlarut-larut. Prinsip “problem solving
cepat” ini diharapkan menciptakan kepastian bagi investor, baik domestik maupun
asing.
Pemerintah
juga tengah mengupayakan reformasi pada berbagai sektor strategis seperti
perizinan investasi, pajak usaha, serta kemudahan ekspor-impor. Upaya ini
merupakan bagian dari strategi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara yang kompetitif dan inovatif.
Sektor
swasta yang sehat akan menjadi motor utama pertumbuhan berkelanjutan. Melalui
kolaborasi antara kebijakan fiskal pemerintah dan dinamika bisnis swasta,
Indonesia berpotensi menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih tangguh terhadap
guncangan eksternal, baik dari sisi geopolitik, fluktuasi harga komoditas,
maupun ketidakpastian global.
Optimisme
vs Realitas Global: Catatan dari Bank Dunia
Sementara
pemerintah menargetkan pertumbuhan 5,5 persen pada akhir 2025 dan 7–8 persen
dalam beberapa tahun mendatang, Bank Dunia memproyeksikan angka yang lebih
moderat, yakni 4,8 persen. Perbedaan ini menunjukkan adanya tantangan
struktural yang masih perlu diatasi.
Menurut
laporan East Asia and Pacific Economic Update (Oktober 2025), pertumbuhan
Indonesia yang mencapai 5 persen sebenarnya sudah melampaui potensi alami,
berkat dukungan besar dari pemerintah melalui subsidi dan investasi negara.
Namun, Bank Dunia juga mengingatkan bahwa ketergantungan terhadap subsidi dan
investasi publik tidak bisa menjadi sumber pertumbuhan jangka panjang.
Jika
pemerintah ingin mencapai pertumbuhan tinggi yang berkelanjutan, maka reformasi
struktural harus terus didorong, termasuk di sektor tenaga kerja, pendidikan,
inovasi, dan produktivitas industri. Bank Dunia juga menyoroti pentingnya
meningkatkan efisiensi belanja publik dan memperkuat tata kelola fiskal agar
dampak kebijakan benar-benar dirasakan oleh masyarakat luas.
Dengan
demikian, tantangan utama bukan hanya mencapai angka pertumbuhan tinggi, tetapi
menjaga kualitas pertumbuhan itu sendiri. Pertumbuhan yang tinggi tanpa
pemerataan hanya akan memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi, sedangkan
pertumbuhan yang inklusif akan memperkuat fondasi sosial bangsa.
Target
pertumbuhan 7 hingga 8 persen yang dicanangkan pemerintah bukan hal yang
mustahil, tetapi membutuhkan konsistensi kebijakan dan keberanian reformasi.
Ada
beberapa tantangan besar yang harus dihadapi Indonesia. Pertama, Produktivitas
Tenaga Kerja Rendah. Meskipun jumlah tenaga kerja Indonesia sangat besar,
produktivitasnya masih kalah dibanding negara tetangga seperti Malaysia dan
Vietnam.
Reformasi
pendidikan vokasi dan pelatihan industri menjadi mutlak agar tenaga kerja mampu
beradaptasi dengan kebutuhan ekonomi modern.
Kedua,
Ketimpangan Wilayah dan Infrastruktur. Pertumbuhan ekonomi masih terkonsentrasi
di Pulau Jawa. Pemerataan pembangunan infrastruktur dan konektivitas di kawasan
timur Indonesia perlu ditingkatkan agar seluruh wilayah memiliki peluang
ekonomi yang sama.
Ketiga,
Ketergantungan terhadap Komoditas Alam. Selama ini, ekspor Indonesia masih
didominasi oleh bahan mentah. Untuk mencapai pertumbuhan tinggi dan stabil,
Indonesia harus memperkuat sektor manufaktur bernilai tambah serta industri
hilirisasi.
Keempat,
Birokrasi dan Regulasi yang Kompleks. Meski sudah ada reformasi perizinan
melalui OSS (Online Single Submission), banyak pelaku usaha masih menghadapi
hambatan administratif di daerah. Penyederhanaan regulasi dan desentralisasi
kebijakan ekonomi menjadi penting untuk mempercepat investasi.
Kelima,
Kepastian Hukum dan Stabilitas Politik. Investor global membutuhkan jaminan
stabilitas hukum dan politik. Oleh karena itu, kebijakan ekonomi harus
dijalankan dengan transparan, konsisten, dan berbasis pada tata kelola yang
baik (good governance).
Jika
tantangan-tantangan tersebut dapat diatasi secara sistematis, maka target
pertumbuhan 7–8 persen dalam empat tahun bukan sekadar retorika, tetapi sebuah
keniscayaan ekonomi.
Optimisme
yang disampaikan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa adalah refleksi dari semangat baru
dalam manajemen ekonomi nasional. Ia tidak hanya menaruh harapan pada data
makro, tetapi juga pada kemampuan pemerintah untuk bertindak cepat, adaptif,
dan solutif.
Dengan
kebijakan fiskal yang tepat sasaran, dukungan sektor swasta yang kuat, serta
reformasi struktural yang berkelanjutan, Indonesia berpeluang besar untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi dalam beberapa tahun ke depan.
Namun,
di balik optimisme itu, realitas global dan domestik harus dihadapi dengan
kepala dingin. Tantangan seperti perlambatan ekonomi dunia, ketimpangan
wilayah, serta inefisiensi birokrasi tetap menjadi pekerjaan rumah besar.
Pertumbuhan
ekonomi sejati bukan hanya soal angka, tetapi tentang transformasi kualitas
hidup masyarakat. Jika pemerintah mampu menjaga keseimbangan antara kecepatan
pertumbuhan dan pemerataan hasilnya, maka visi Indonesia sebagai negara maju
dan berdaulat secara ekonomi pada 2045 akan berada di jalur yang tepat.
#Akuair-Ampenan,
31-10-2025

