-----
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 01 November 2025
CERPEN
Wanita Kaya dan Sopir
Taksi
Seorang
wanita kaya raya berdiri di tepi jalan di luar kota. Mobilnya mogok. Berulang
kali ia menyetop kendaraan dengan tangannya, namun tak ada yang berkenan hati
menyinggahinya.
Waktu
terus berjalan. Rintik hujan mulai menetes jatuh. Hatinya semakin cemas, karena
gelap malam mulai berarak. Hingga tiba-tiba saja... Sebuah mobil tua yang payah
berhenti. Tepat di sisi Sang Nyonya nan kaya itu.
Di
belakang kemudi, tampaklah sesosok pemuda berkulit gelap. Wanita itu
menatapnya, dan menatap mobil tuanya. Wanita itu ragu. Benar-benar ragu. Ia
bertanya dalam hati, apakah ia ikut menumpang, atau tetap menunggu di tepi
jalan yang mulai gelap itu?
Nyonya
kaya itu bimbang dan ragu. Pasalnya, ia mengira segenap manusia mengetahui
kekayaan dan harta bendanya. Tapi akhirnya, ia putuskan sudah. Ia menaiki mobil
tua itu, dan menumpanginya.
Dalam
perjalanan itu, Sang Nyonya kaya menanyakan nama dan pekerjaan anak muda itu.
Anak muda yang tampak payah dalam kemiskinannya.
“Namaku
Abdullah.” Diam sejenak.
“Dan
pekerjaanku adalah sopir taksi,” jawab anak muda itu sambil tersenyum.
Wanita
itu sedikit lebih tenang sekarang. Dalam hatinya, ia sedikit mengutuk diri.
Agak menyesali buruk sangkanya seawal tadi. Sekarang tampak padanya, betapa
anak muda itu sepenuh adab, hingga bahkan tak melirik sedikit pun padanya.
Singkat
cerita, mereka pun tiba di kota. Dalam hatinya, Sang Nyonya kaya itupun telah
berniat akan memberikan seberapa besar pun upah yang diminta pemuda itu.
Sang
Nyonya pun meminta sopir taksi itu berhenti. Taksi itupun berhenti.
“Berapa
upahnya, Anak muda?”
“Tidak
ada, Nyonya...”
“Tidak
ada??!”
“Mana
mungkin? Engkau telah menolongku dan mengantarku dengan selamat...”
Abdullah,
anak muda itu tersenyum sahaja.
“Upahku
adalah Nyonya berjanjilah untuk melakukan kebaikan kepada siapa saja yang
Nyonya temui...”
Abdullah,
sopir taksi itupun berlalu, meninggalkan si Nyonya dalam kebisuannya. Dan dalam
keterkejutan jiwanya. Sang Nyonya kaya itu melangkahkan kakinya masuk ke sebuah
kafe kecil, langkahnya terhenti.
Ia
masuk ke dalam, dan kepada seorang pelayan wanita, ia memesan secangkir kopi
hangat... Sang pelayan pun kemudian datang menyajikan kopi untuk Sang Nyonya
itu.
Sang
Nyonya memandang pelayan wanita itu. Tampak lelah dan payah sekali wajahnya. Perutnya
tampak besar dan buncit.
“Anda
tampak sangat lelah. Kenapa?” tanyanya.
Pelayan
itu tersenyum susah-payah.
“Waktu
persalinan sudah menjelang, Nyonya...”
“Mengapa
tidak rehat dan cuti saja?”
“Saya
harus menabung untuk biaya persalinan bayiku, Nyonya...”
Sang
Nyonya itu mengangguk pelan. Secawan kopi panas itupun selesai. Sang Nyonya
membayar kopinya.
Sang
pelayan membawa uang itu ke kasir untuk mengambilkan kembaliannya, karena uang
besar itu setara dengan 10 cawan kopi. Tapi kursi Nyonya kaya itu telah kosong
saat Sang Pelayan ingin menyerahkan kembaliannya.
Matanya
mengedar ke segenap penjuru, tapi Nyonya itu benar-benar telah pergi tapi di
meja itu, ia menemukan secarik kertas:
“Kembalian
kopiku itu kuhadiahkan untukmu...”
Betapa
gembira hati Pelayan itu! Ia membalik kertas itu untuk kembali menemukan sebaris
kalimat lain:
“Dan
di bawah meja ini, saya juga menitipkan hadiah untuk calon bayimu...”
Hampir
saja ia berterik histeris, karena yang di bawah meja itu Adalah sejumlah uang
yang setara dengan gajinya selama 6 bulan! Air matanya tak mungkin lagi
dibendung.
Ia
bergegas pergi. Meminta izin dari kerjanya. Ia pergi mendahului angin... Suaminya
harus tahu kegembiraan ini. Suami yang jiwanya galau sepanjang hari memikirkan
kelahiran bayinya...
Ia
masuk menerobos pintu rumahnya. Memanggil-manggil suami yang terkejut dan
terheran atas kepulangannya di waktu tak biasa.
“Apakah
sudah waktunya melahirkan?” pikir Sang Suami. (yang ternyata suaminya Adalah Abdulah,
sopir taksi pengantar Nyonya kaya tersebut).
Tapi
istrinya memeluknya erat. Suaranya berbaur bahagia dan haru.
“Bersyukurlah,
Abdullah... Akhirnya Allah memberikan jalan keluarNya!”
Dan
Abdullah, supir taksi budiman itu terdiam tanpa kata mendengar tutur kisah sang
istri, dan melihat “hadiah kebaikan” yang dibawanya.***
…..
Keterangan:
Cerpen ini beredar luas di media social dan tidak ada nama penulisnya. Kami menulis
ulang cerpen ini karena kami anggap sangat bermanfaat dan segala amal
kebaikannya akan mengalir kepada penulisnya. (asnawin aminuddin)
