![]() |
| Penyempurna akhlak yang mulia guna melenyapkan dari segala belenggu gulita di dalam gerhana dagelan beragama. |
-----
PEDOMAN KARYA
Senin, 03 November 2025
Gulita Gerhana
Agama
Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Esensi efek dari baik buruk atau gulita
benderang akan perilaku manusia, tentu akan berartefak kepada tapak jejaknya
sebagai cerminan berlogika gerakannya untuk berkarya guna mengisi durasi logis
akan poros dalam melintasi kehidupannya.
Wujud dari artefak bukan dimaknai semata
dengan benda-benda arkeologi saja, tetapi juga boleh berupa karya yang
dikisahkan, baik lisan maupun tulisan yang terjangka keakuratannya.
Artefak merupakan benda peninggalan dari
hasil buatan atau karya manusia, baik yang ditemukan secara utuh maupun sebagai
sisa-sisa, memiliki nilai sejarah, budaya, atau arkeologis.
Benda-benda tersebut, bisa berupa
peralatan, karya seni, atau benda lainnya yang digunakan oleh manusia di masa
lalu untuk memahami kehidupan dan peradaban mereka. Contohnya termasuk
alat dari batu, gerabah, prasasti, hingga relief candi. Namun, kesan arkeolog
dangan berbeda dengan warisan dari para Nabi dan Rasul Allah swt.
Perbedaan utama antara Nabi Muhammad
sebagai rasul dan nabi lainnya, terletak pada tugas penyampaian wahyu dan
cakupan risalahnya. Semua rasul adalah nabi, tetapi tidak semua nabi
adalah rasul.
Seorang rasul diperintahkan untuk
menyampaikan wahyu Allah dan membawa syariat baru (atau syariat yang
diperbarui) kepada umat, sementara seorang nabi mungkin menerima wahyu hanya
untuk dirinya sendiri dan tidak diwajibkan untuk menyampaikannya.
Sekalipun, kesannya ada persamaan antara
Rasulullah dengan nabi lainnya, yakni sama-sama utusan Allah yang menerima
wahyu, memiliki tugas menyampaikan risalah / ajaran, dan ajaran akidah / tauhid
mereka tidak pernah berubah, yaitu mengajarkan keesaan Allah.
Selain itu, mereka adalah manusia pilihan
yang menjadi panutan dan teladan bagi umatnya serta mengalami berbagai cobaan
di dalam menyebarkan ajaran Allah. Dari beragam Nabi dan Rasul Allah,
sesuai dengan ribuan ragam konteks massa pun berbeda-beda pula.
Bila dilihat dari jumlah Nabi dan Rasul
pun yang berada di angka ribuan, sebagaimana dinukil oleh Imam Ibnu Katsir
dalam Qashash Al-Anbiyaa' Dari Abu Dzar yang akan diuraikan selanjutnya.
Jumlah Nabi dan Rasul
Salah satu hadits yang menjelaskan tentang
jumlah nabi dan rasul adalah berasal dari Abu Dzar. Ia mengatakan, “Aku
mendatangi Rasulullah SAW saat beliau sedang berada di dalam masjid, beliau
bersabda: Aku bertanya lagi, 'Siapa Nabi yang pertama?' Beliau menjawab, 'Adam.’
Aku bertanya lagi, 'Nabi yang
bagaimanakah, ia wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Seorang Nabi yang diajak
berbicara langsung oleh Allah.' Aku bertanya lagi, 'Berapa jumlah rasul yang
diutus wahai Rasulullah SAW?' Beliau menjawab, 'Tiga ratus lima belas, suatu
jumlah yang sangat banyak.” (HR Ahmad)
Jumlah nabi dan rasul juga disebutkan
dalam riwayat lain, sebagaimana dinukil Imam Ibnu Katsir dalam Qashash
Al-Anbiyaa'. Dari Abu Dzar, ia berkata,
“Aku bertanya,
'Wahai Rasulullah, berapakah banyaknya jumlah nabi?' Beliau menjawab, 'Seratus
dua puluh empat ribu.' Lalu aku bertanya lagi, 'Wahai Rasulullah, berapakah
dari mereka jumlah Rasul?' Beliau menjawab, "Banyak sekali, tiga ratus
tiga belas rasul.' Lalu aku bertanya lagi, 'Wahai Rasulullah, siapakah dari
mereka yang pertama kali diutus?' Beliau menjawab, 'Adam.'
Lalu aku bertanya lagi, 'Wahai Rasulullah,
apakah beliau seorang nabi yang diutus?' Beliau menjawab, “Benar. Ia diciptakan
oleh Allah dengan tangan-Nya, lalu ditiupkan kepadanya roh ciptaan-Nya, dan
terakhir ia ditegakkan secara sempurna.” (HR Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Berdasarkan hadits tersebut, jumlah nabi
ada 124.000, sedangkan jumlah rasul ada 313. Sementara itu, Ahmad Hawassy
mengatakan dalam buku Kajian Tauhid dalam Bingkai Aswaja, menurut riwayat
Ibnu Hakim, jumlah rasul disebut ada 315, sedangkan jumlah nabi lebih banyak
dari itu.
“Jumlah nabi lebih banyak dari itu. Di
antara mereka ada yang dikisahkan Allah di dalam Al-Qur'an dan di antara mereka
ada yang tidak dikisahkan. Allah telah menyebutkan nama-nama 25 nabi dan rasul
dalam Al-Qur'an,” dan dibuktikan dengan kisahnya masing-masing.
Menanggapi Kisah Nabi Yusuf
Ada kisah singkat yang dibagi pada Group
Maman AM Binfas Center, oleh Asnawin Aminuddin, tepatnya hari Rabu 08:23,
15/10/2025.
Ketika Allah berkehendak membebaskan Nabi
Yusuf dari dalam penjara, Allah tidak perlu menghancurkan tembok penjara atau
mengirimkan pasukan dalam jumlah besar.
Allah cukup dengan mengirim mimpi kepada
Raja yang tak bisa ditafsirkan oleh siapa pun kecuali Nabi Yusuf, dan dalam
tempo yang singkat, Nabi Yusuf pun dibebaskan dan bahkan diberi jabatan yang
tinggi dalam kerajaan / pemerintahan (#kisah, Asnawin Aminuddin, 2025).
Kemudian, saya menanggapi dengan komentar
lebih kurang pkl 08:49, yakni; Memang tak bisa dipungkiri titisan yang
dianugerahi Allah kepada Nabi Yusuf. Namun, di setiap nabi memang memiliki
kadar dan kelebihan masing-masing.
Tidak bisa dinafikan sebagai perbandingan,
di antaranya, juga ada dengan kekuatan lebih dahsyat, yakni Nabi Sam'un
al-Ghozi, sekalipun tak masuk di antara 25 Nabi.
Nabi Sam'un yang dikenal sebagai pahlawan
berambut panjang dan memiliki kekuatan luar biasa. Termasuk, kemampuan
melunakkan besi dan merobohkan istana beserta seluruh pengikutnya, termasuk
istrinya yang mengkhianatinya.
Ini tidak menggurui ustadz dengan diakhiri
emoji senyum-😊.
Kemudian, beliau hanya menganggap dengan
tanda emoji "🙏".
Terlepas, dari berbalas tanda emoji di
atas, kembali berfokus tentang asumsi di mana “Allah cukup dengan mengirim
mimpi kepada Raja yang tak bisa ditafsirkan oleh siapa pun kecuali Nabi Yusuf” sehingga
dibebaskan dari penjara.
Begitu juga Nabi Sam'un ditangkap dan
disiksa setelah diberitahu oleh isterinya, bahwa kekuatannya di rambutnya dan
mesti diikat dengan rambutnya nabi Sam'un sendiri.
Terlepas dari kisah Nabi Yusuf dan Sam'un,
manakala membaca jejak kisah Nabi Muhammad Saw saja tentang soal mimpi dan
memimpin perang. Bahkan ketika Beliau saw, baru dilahirkan saja di bumi pun
dianugerahi mukjizatnya ysng luar biasa, sebagai pertanda akan kenabiannya, di
antaranya;
Pertama, runtuhnya empat belas balkon di
istana raja Persia, Kisra, akibat goncangan dahsyat yang terjadi di malam
kelahiran Nabi. Peristiwa ini dipahami sebagai pertanda akan datangnya
kejatuhan kekuasaan Persia. Bahkan, Raja Kisra bermimpi melihat unta-unta
Arab yang kuat memimpin kuda-kuda Arab melintasi wilayah Persia.
Raja Kisra menjadi gelisah dan memanggil
para ahli nujum untuk mencari tahu penyebabnya, yang tidak dapat mereka
jelaskan.
Sekalipun, Rasulullah saw tidak langsung
berperang dengan Persia setelah Raja Persia merobek surat Rasulullah, tetapi
peristiwa tersebut, menjadi pertanda keruntuhan kerajaan Persia dan diiringi
dengan peristiwa-peristiwa lain di masa berikutnya, menyebabkan kehancuran
kerajaan tersebut, seperti Perang Qadisiyah dan hancurnya pasukan
Romawi.
Setelah Kisra II (Raja Persia) merobek
surat Rasulullah, beliau berdoa agar Allah menghancurkan kerajaannya, dan Allah
mengabulkan doa tersebut.
Kedua, Api yang selama seribu tahun
disembah oleh kaum Majusi di Persia padam seketika. Ini diyakini sebagai
simbol runtuhnya era penyembahan api dan datangnya cahaya tauhid.
Ketiga, Keringnya Danau Sawa dengan tiba-tiba,
padahal merupakan sumber air penting di Persia. Fenomena ini menimbulkan
kebingungan dan dianggap sebagai simbol perubahan besar yang akan datang.
Keempat, beberapa gereja di sekitar Danau
Buhairah juga dikabarkan ambles ke tanah pada waktu yang bersamaan menjadi kisah
nyata.
Kemudian, kisah nyata perang yang pernah
dipimpin oleh Rasulullah swa. Menurut sejarah, selama 10 tahun kepemimpinan
Rasulullah terhitung sejak beliau hijrah ke kota Madinah, ada sekitar 27 atau
28 peperangan yang pernah diikuti Rasulullah.
Namun, dari semua peperangan tersebut,
perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw hingga terjadi kontak senjata
hanya ada 9 kali; Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Bani
Quraizhah, Perang Bani Mustaliq, Perang Khaibar, Fathul Makkah, Perang Hunain,
dan Perang Thaif.
Dari uraian singkat di atas, maka asumsi
tentang hanya dengan tafsiran mimpi sehingga nabi Yusuf as yang dibebaskan dari
penjara, tanpa perlu menghancurkan tembok penjara atau mengirimkan pasukan,
maka dengan sendirinya menjadi fenomena dinamik bak gerhana alam logika yang
mengalir alami. Namun, sepatutnya untuk dikaji lebih lanjut agar lebih
benderang lagi di dalam mertarjihin sebagai proses ijtihad hukum pemahaman
agama yang mencerahkan.
Mungkin proses ijtihad logis, bak beragam
tanggapan mengenai esensi goresan saya hari Jumat Malam (22:33, 31 Oktober
2025) di dalam tautan facebook yang berdiksi, sebagaimana pada sub topik
berikut ini.
Gerhana Agama
Kalau, Matahari juga bermainan gerhana
gulita
Tak lagi, jauh berbeda dengan bulan
berbintang pun telah bergerhana gulita
Jadi gurita, tentu sama mawon, bumi akan
padam dalam gulita
Lalu, di mana lagi pelita jadi peta jalan
siang malam, 'tuk berkalam
“Ihdinas sirotol mustaqim” agar tidak
karam menjadi bara "Waladdollin"
Maka, gerhana Agama Islam bukan lagi
terancam, tetapi memang akan karam. Mungkin sungguh aduhai, kiamatan akan
terjadi berkalam gerhana agama dalam gulita kelam
Wallahu'alam, namun Agama berkalam, bukan
sekedar angan 'tuk dagelan
...
Kemudian, muncul tanggapan dari Prof.
Muchdie M Syarun: “Kiamatan= ? Klo kiamat sdh jelas.” Kemudian saya balas:
"pada larik sebelumnya ada diksi ... 'mungkin sungguh aduhai'".
Selanjutnya beliau membalas "mungkin" dam saya balas : syukron atas
kritis cerdasnya prof Muchdie M Syarun".
Dua hari kemudian, tiba-tiba tampil
komentar tanpa diduga yang sungguh tajam dan sangat dalam dari Bang Syahril
Syah, Maestro Sang Pendekar dalam keilmuwan. Beliau tidak pernah mau
berkomentar sembarangan, bila tak logis dan bermakna yang urgens di dalam karya
orang lain.
Bahkan, esensi komentarnya dengan padat
dan sungguh tajam serta sangat dalam. Luar biasa dahsyat menggelitik dengan
logis yang sarat makna. Adapun komentarnya, saya copypasta saja dengan apa
adanya, yakni;
“Saya begitu sangat yakin bahwa obyek yang
ditunjuk dalam tema tentu sulit diraba, atau dirasa apatah lagi dicerna. Tentu
bukan hanya karena diksi karya ini begitu apik menyembunyikan metafora dan
similenya meski harus mengernyitkan dahi hingga membekas hingga tua. Di samping
itu, imaji yang berkelindang dengan rima dan ritmenya beraksentuasi “sintetik”
sehingga pola metrisnya bukan hanya mewarnai makna setiap kata. Namun cukup
tajam membelah makna.
Seperti di awal sambutan, obyek yg menjadi
temanya, tentu tak bakal sadar menjadi arah telunjuk amuk sang pengurai.
Ya, gelora sang perindu yang mewakili
suara “demontrasi di langit lapis ke tujuh” bagi mereka yang masih menyisakan
hasil celupannya dari sebuah kawah candradimuka bernama perkaderan.
Secara intrinsik, dorongan merajut untaian
kesadaran ini terasa tsunami di tengah hiruk pikuk kefanaan yang melenakan.
Meski seperti belati terselip mengiris
hati dan merobek jantung, namun itu lebih baik tinimbang terkapar di atas cadas
akibat terpeleset dari tebing nan curam.
Terimakasih Sdrku, t’lah menyelamatkan
janji pertemuan kita di samping Al Anhar bagian hulu. Bukan hilir yg kini
sedang merona menjadi “hilirisasi” tempat bersembunyinya kaum pembohong dan
rompak."
Kemudian, saya balas dengan sangat heran
dan cukup kaget juga; “Waduh, kalau Sang Maestro Pendekar telah turun gunung
dan berdiksi sungguh tajam begini hingga menembus bumi berlangit jingga!
Saya hanya bisa berkomentar 'super dahsyat
luar biasa ' teriring salam doa tanpa akhirnya! syukron Bang 🤝”
Akhir kalam goresan ini dengan diksi
syukron katsiran, semoga kita semua terhindari dan terjauh dari akar logika
yang berkesan polesan. Baik bermuara pada kadar yang terkesan berdilematis
maupun berdimensi menggoyangkan cerminan dari akar keyakinan kepada Rasullullah
Saw yang sungguh tulen hanya kepada Tuhan.
Apalagi, mungkin beradius halus yang
seakan terkesan berdurasi diksi beraksentuasi kepada polesan menghinanya. Hanya
akibat dari durasi arus keterbatasan nan akar kelogisan di dalam memahami dan
mengkaji mengenai tapak jejaknya.
Termasuk, perjuangan lillahi Ta'ala di
dalam menegakkan dan memperjuangan Dinullah secara sempurna tanpa ada
bandingannya di dunia hingga berakhiratan sebagai suri teladan.
Di dalam Al-Qur'an sendiri, Allah
menitahkan dengan tajam, di antara QS. Al-Ahzab :21, berarti bahwa: “Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu...”
Selain itu, beliau sebagai “innamaa
bu'itstu li-utammima makaarimal akhlaq / Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak.”
Penyempurna akhlak yang mulia guna
melenyapkan dari segala belenggu gulita di dalam gerhana dagelan beragama.
Dagelan penganut agama yang demikian, tentu akan menghambat “gelora sang perindu yang mewakili suara demontrasi di langit lapis ke tujuh”_ meminjam diksi Bang Syahril Syah (Maestro sang pendekar) yang tanpa suka basa basi, bila sudah pada keyakinan tulen kepada Tuhan. Wallahu'alam.
