Muhammadiyah itu Penuh Karomah dan Keramat

Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, KH Fathurrahman Kamal, mengisi kajian subuh di Masjid Al Jihad, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat, 14 November 2025. (int)


------

PEDOMAN KARYA 

Sabtu, 15 November 2025


Muhammadiyah itu Penuh Karomah dan Keramat


Oleh: Furqan Mawardi

(Muballigh Akar Rumput, Ketua LPCRPM Sulawesi Barat)


Kajian subuh di Masjid Al Jihad Banjarmasin pada hari Jumat, 14 November 2025, betul betul sangat menggugah. Di sela-sela kegiatan Rakernas LPCRPM dan CRM Award, serta Kongres Cabang Ranting Masjid Muhammadish se-Indonesia, KH Fathurrhaman Kamal, Ketua Majelis Tabligh PP Muhamamdiyah hadir memberikan pencerahan.

Selain pencerahan batin juga pencerahan intelektual. Di tengah ratusan jamaah peserta dari berbagai penjuruh Tanah Air, Fathurrahman membahas panjang  tentang karomah. 

Seperti sebuah titik cahaya yang membuka tirai kesadaran saya, bahwa ternyata selama ini kita sudah menikmati karomah, namun sering tidak menyadarinya. Dan yang lebih mengejutkan, karomah itu bukan milik seorang tokoh tertentu, melainkan milik sebuah gerakan, yakni gerakan yang kita cintai bersama yakni Muhammadiyah.

Ustadz Fathurrahman Kamal, Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, duduk dengan tenang subuh itu, namun setiap kalimat yang keluar dari lisannya seperti mengetuk satu per satu pintu hati kami para hadirin. 

Beliau membuka pembahasan dengan sesuatu yang jarang bahkan hampir tidak pernah didengar dalam pengajian-pengajian Muhammadiyah, yaitu “karomah Muhammadiyah”.

Saya sendiri awalnya agak kaget. Tetapi semakin beliau menjelaskan, semakin saya merasakan gelombang haru yang tidak bisa saya tahan.

Beliau menyampaikan beberapa penjelasan kenapa Muhammadiyah itu memiliki karomah, diantaranya adalah :

Pertama, Karomah itu bernama “keteguhan selama 113 tahun”

Beliau berkata: “Organisasi sebesar ini, yang tidak pernah menjual diri pada kepentingan, yang berdiri tegak melewati perang, penjajahan, pergantian rezim, tekanan politik, jika bukan karena karomah Allah, tidak mungkin bisa berumur sepanjang ini.”

Saya tertegun. Usia 113 tahun bagi manusia hampir mustahil dicapai. Kalaupun ada yang mencapai, tubuhnya pasti rapuh, pikirannya kabur, langkah tidak lagi kuat. Dan itu sangat jarang manusia bisa menggapainya. Tapi Muhammadiyah? Di usia setua itu, ia justru makin tegak berdiri. Amal usahanya makin bertambah. Sekolahnya makin banyak. Rumah sakitnya makin tersebar. Cabang ranting dan masjdinya makin banyak dan unggul, Jaringannya meluas ke seantero dunia. Bahkan kini menjadi lembaga relawan pertama di Indonesia yang diakui oleh WHO. 

Dengan usia yang banyak itu dan terus menyebarkan kebaikan, Apakah ini bukan sebuah karomah?

Kedua,  Karomah itu bernama “Muhammadiyah”, nama yang dipilih dari langit,

Ustadz Fathurrahman kemudian berkata dengan nada yang membuat ruangan tiba-tiba hening,  “Coba bayangkan, seandainya KH. Ahmad Dahlan menuruti ego, lalu organisasi ini dinamai Dahlaniyah saya pastikan tidak akan berumur panjang.”

Kami semua tersenyum, beberapa tertawa kecil. Tetapi kemudian hening lagi. Nama Muhammadiyah, Nama yang setiap hari menggema lima kali dari masjid-masjid di seluruh dunia. Nama yang melekat pada Rasulullah, manusia terbaik yang pernah hidup.

Setiap adzan dikumandangkan, nama itu terseret naik menuju langit. Setiap amal shalih dilakukan, nama itu terikat pada misi suci, yakni  meneladani Muhammad SAW. Dan betul sekali kata beliau bahwa nama ini sendiri adalah karomah.

Ketiga, Karomah itu bernama “hati yang selalu tergerak untuk berbuat”

Inilah yang paling membuat saya menunduk lama.

Muhammadiyah bukan organisasi yang menggaji para pengurusnya. Tidak ada gaji bagi ketua ranting, tidak ada honor untuk ketua cabang, tidak ada bayaran untuk ketua wilayah dan pusat. Yang mereka miliki hanya hati- hati yang digerakkan Allah untuk menolong agama-Nya melalui kerja-kerja nyata.

Gerakan ini mengalir dari keikhlasan, Dan keikhlasan itu hanya bisa bertahan jika Allah menjaganya. Di situlah letak karomahnya.

Muhammadiyah ada di kota besar, ada di desa terpencil, ada di kampung-kampung pesisir, ada di pegunungan, ada di luar negeri. Semua digerakkan oleh orang-orang yang tidak menuntut apa-apa selain ridha Allah. 

Keempat, Karomah itu bernama “jalan tol menuju surga”

Bagian ini benar-benar menembus dada saya. Ustadz Fathur menatap kami satu per satu, lalu berkata: “Berhiduplah di Muhammadiyah. Ini jalan tol ke surga. Karena Semua diktum dalam Mukaddimah anggaran dasar kita bermuara pada satu tujuan, yakni meraih Jannatun Na‘im.” Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah diantarkan ke pintu gerbang Syurga “Jannatun Na’im” dengan keridlaan Allah Yang Rahman dan Rahim.

Saya menghela napas. Rasanya seperti diingatkan bahwa menjadi bagian dari Muhammadiyah bukan sekadar organisasi tetapi sebuah perjalanan spiritual. Menjadi pengurus Muhammadiyah, mengajar tanpa pamrih, mendirikan ranting, menggerakkan cabang, menghidupkan dan memakmurkan masjid, membina jamaah di semua level dan tingkatan, semuanya adalah tiket menuju ridha Allah.

Lantas kalimat penutup beliau, dan Jujur membuat saya merinding: “Karena Muhammadiyah ini keramat, maka jangan main-main di Muhammadiyah. Siapa yang mengkhianati Muhammadiyah, cepat atau lambat akan jatuh dengan sendirinya.

Subuh itu, saya merasa sedang berada di tepi sungai batin yang jernih, melihat diri saya sendiri, melihat perjalanan saya di Muhammadiyah selama ini, sebagai penggerak, sebagai hamba. Dan saya menangis pelan dengan  siraman kajian subuh ini.

Bukan karena sedih,Tapi karena bangga. Bangga menjadi bagian dari gerakan yang karomahnya tidak bersifat pamer, tidak berupa kesaktian individu, tetapi menjelma dalam kekuatan kolektif yang menebar manfaat tanpa batas.

Tulisan kecil ini saya buat sebagai persembahan untuk siapa saja yang mungkin tidak sempat hadir di kajian subuh itu. Semoga apa yang saya rasakan juga bisa sampai ke hati bapak ibu dan saudara semua. Semoga kita semua tetap menjadi bagian dari karomah besar bernama Muhammadiyah.

Gerakan yang tidak mencari panggung, tidak mengejar sanjungan, tetapi terus bekerja dengan satu nafas, yakni menebarkan cahaya Islam, memajukan umat, dan menggembirakan kehidupan.

Semoga Allah menjaga langkah kita. Semoga kita menjadi penggerak yang ikhlas. Semoga kita wafat dalam kesetiaan pada gerakan ini hingga menggapai jannatun na’im. Aamiin.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama