-----
Selasa, 02 Desember 2025
DUNIA KAMPUS
Dikukuhkan Guru
Besar Unhas, Amir Ilyas Orasi Ilmiah “Hukum Pidana Kelalaian Medik”
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Universitas
Hasanuddin (Unhas) mengukuhkan Prof Dr Amir Ilyas SH MH sebagai Guru Besar
Bidang Hukum dalam upacara pengukuhan guru besar di Ruang Senat Lantai 2,
Gedung Rektorat, Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar, Selasa, 02 Desember 2025.
Dalam upacara pengukuhannya sebagai guru
besar, Amir Ilyas membawakan orasi ilmiah berjudul: “Hukum Pidana Kelalaian
Medik (Suatu Pendekatan Keadilan Restoratif).”
Amir membuka pemaparannya dengan
menjelaskan konsep keadilan restoratif sebagai pendekatan penyelesaian perkara
pidana melalui proses damai antara pelaku dan korban atau keluarga korban.
Keadilan restoratif, katanya, kini telah
banyak dipraktikkan oleh aparat penegak hukum, termasuk kepolisian, kejaksaan,
dan pengadilan. Mekanisme ini dinilai mampu memberikan ruang dialog yang lebih
manusiawi dan mengedepankan pemulihan daripada pembalasan.
Ia menyebutkan prospek penerapan keadilan
restoratif dalam sistem hukum Indonesia semakin menjanjikan. Data menunjukkan
bahwa sepanjang 2020–2024, terdapat sekitar 6.000 hingga 7.000 perkara pidana
yang diselesaikan melalui mekanisme tersebut.
Dalam konteks kelalaian medik, Prof. Amir
menegaskan bahwa penerapan restorative justice memiliki urgensi kuat. Hal ini
karena kasus kelalaian medik menyangkut keberlangsungan layanan kesehatan yang
menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
“Dokter tetap butuh dihargai martabat
profesinya. Korban atau pasien tetap membutuhkan kepastian, dan rumah sakit pun
memerlukan public trust,” tegas Amir Ilyas.
Menurutnya, ketiga elemen ini harus
berjalan seimbang agar penyelesaian perkara tidak merugikan sistem pelayanan
kesehatan secara keseluruhan.
Prof Amir menawarkan gagasan revisi
terbatas terhadap UU No. 17/2023 untuk membuka ruang penerapan keadilan
restoratif dalam kasus kelalaian medik tertentu. Namun ia menegaskan bahwa
mekanisme ini tidak dapat diberlakukan pada kasus berulang atau yang memiliki
unsur kesengajaan.
Skema penyelesaian yang diusulkan
melibatkan empat unsur penting: majelis disiplin profesi kedokteran sebagai
pihak etik-profesional, serta aparat penegak hukum yang terdiri dari
kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
“Sinergi antarunsur ini penting untuk
memastikan proses berjalan transparan dan berkeadilan,” kata Amir Ilyas.
Pendekatan restoratif untuk kasus
kelalaian medik dinilai lebih humanis karena melihat kedua pihak sebagai
sama-sama terluka. Keluarga pasien kehilangan yang tak tergantikan, sementara
dokter menanggung penyesalan dan tekanan moral yang tidak ringan.
Prof. Amir menekankan bahwa negara harus
hadir sebagai jembatan pemulih, bukan sekadar alat penghukum. Dengan demikian,
penyelesaian perkara dapat dicapai melalui cara yang lebih berimbang, empatik,
dan berorientasi pada pemulihan sosial.
Amir Ilyas saat ini menjabat sebagai Wakil
Dekan Bidang Kemitraan, Riset dan Inovasi pada Sekolah Pascasarjana Unhas.
Selain peran akademiknya, ia juga dipercaya sebagai bagian dari Satuan Tugas
Pengamanan Kampus Unhas. (kia)
