------
Kamis, 04 Desember 2025
Pemilihan Ketua RT / RW di
Makassar Banyak Kekecewaan
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Pemilihan Ketua RT/RW secara serentak
di 15 kecamatan di Kota Makassar, Rabu, 03 Desember 2025, menimbulkan banyak
kekecewaan. Panitia kurang siap dan juga kurang cakap dalam mengatasi
permasalahan yang muncul.
Keterlambatan logistik di beberapa Tempat
Pemungutan Suara (TPS) mencerminkan kegagalan pemilihan secara terstrukur,
sistematis dan masif.
“Secara umum, kami menilai proses
pemungutan suara pemilihan RT di Makassar banyak kekecewaan. Itu disebabkan
masih ada beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tidak mengakomodir
pemilih yang sebenarnya warga setempat,” kata Koordinator Pemantau Pemilihan Ketua
RT/RW di Kota Makassar dari Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP), Alfiana,
dalam rilis yang diterima redaksi Pedoman Karya, Rabu malam, 03 Desember 2025.
Hasil pemantauan, banyak warga di TPS 02
Kelurahan Tamalanrea Indah tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), bahkan
ada TPS di Balang Baru Kecamatan Tamalate, harus memulai pemilihan pada pukul
13.00.
“Ini menunjukkan ketidaksiapan
penyelenggara dalam proses pemilihan RT di Makassar. Bahkan ada di Panakukang,
karena calonnya kerabat dekat RT, pemilih diajak untuk memilih kerabatnya
tersebut,” kata Alfiana.
Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) melakukan
pemantauan pemilihan Ketua RT/RW secara serentak di 15 kecamatan di Kota
Makassar berkolaborasi dengan 129 orang relawan pemantau yang tersebar di 15
Kecamatan: Biringkanaya, Bontoala, Makassar, Mamajang, Manggala, Mariso,
Panakkukang, Rappocini, Tallo, Tamalanrea, Ujung Pandang, Ujung Tanah, Wajo,
Tamalate, dan Kepulauan Sangkarrang pada Rabu, 03 Desember 2025.
Pemantauan ini juga berkolaborasi tiga
lembaga mitra yaitu Center for Peace, Conflict and Democracy (CPCD) UNHAS,
Aliansi Perdamaian, dan Lembaga Independen Multidisipliner Interdisipliner
Transdisipliner Riset dan Inovasi (LIMITRI). Kegiatan pemantauan ini tidak
memiliki sponsor, namun antusias relawan pemantau begitu tinggi demi menjaga
pemilihan yang jujur dan adil.
Direktur LSKP, M Kafrawy Saenong,
mengungkap situasi dan kondisi tidak terlalu kondusif; banyak kekecewaan dan
kejanggalan.
“Di Sangkarrang, tempatnya diadakan di
halaman sekolah padahal hari sekolah. Di Rappocini, ada yang diadakan di
masjid, ada juga di halaman rumah,” kata Kafrawy.
LSKP membeberkan temuan-temuan menarik di
lapangan berdasarkan ungkapan 129 relawan yang tersebar di 15 Kecamatan.
Aturan umum, TPS ditutup pukul 13.00 Wita,
namun ada beberapa TPS yang terlambat membuka, misalnya di Sudiang baru mulai
pukul 13.00. Di Laikang surat suara terlambat sehingga lambat juga dibuka.
Di Paccerakkang membludak pukul 14.50
karena terlambat dibuka TPS, bahkan di Balang Baru, TPS mulai dibuka sore
karena surat suara baru datang pada pukul 16.00 Wita.
Di sisi lain, banyak suara masyarakat yang
Golput karena dua hal, yaitu tidak ada undangan dan tidak masuk dalam DPT. Bila
tetap ingin mencoblos, masyarakat harus menyertakan surat kuasa dan harus ada
tertanda RW.
Di Kecamatan Rappocini, banyak tidak masuk
DPT padahal warga lama dan KK di sana. Ada juga tidak masuk DPT padahal saat
Pemilu masuk DPT. Sementara yang bukan warga masuk DPT.
Hal yang sama terjadi di beberapa TPS di
Tamalanrea, dimana ditemukan banyak warga yang tidak muncul di DPT padahal
penduduk asli dan KK di sana. Banyak pilih golput karena tidak punya undangan.
Ada juga yang masih kampanye di Hari H
seperti yang terjadi di RT03 RW01 Rappocini.
Simpangsiur informasi yang tidak jelas di setiap TPS. Pemantau TPS, mengatakan ada kendala pemilihan di wilayah
kelurahan Malimongan Tua bahwa cara yang digunakan masih penuh kecurangan.
“Saya mantan RT di wilayah 04/01 selama 5
tahun. Ada orang itu dibuatkan surat keterangan domisili tanpa saya kenali dan
saya tanyakan kepada calon, katanya dulu pernah tinggal 10 tahun lalu,” ungkap Kafrawy.
Peneliti LSKP, Asmiati, terkait tempat
kurang kondusif. Dilakukan di halaman sekolah pada saat jam sekolah, di masjid,
di halaman rumah warga, bahkan ada yang dilakukan di rumah salah satu RT di
Kecamatan Rappocini.
´Tempat yang kurang kondusif bagi kelompok
rentan seperti disabilitas, lansia dan ibu hamil. Misalnya RW05 Kecamatan
Manggala, menggunakan tangga, sehingga masih banyak problem yang harus
dilakukan pembenahan,” kata Asmiati.
Perlu Upaya Peningkatan Petugas TPS
Untuk itu, guna mendorong pelaksanaan
pemilihan RT dan RW yang lebih demokratis dan akuntabel, Lembaga Studi
Kebijakan Publik (LSKP) rekomendasikan beberapa hal. Pertama, pemilihan TPS
harus memiliki ruang yang netral dan ramah bagi semua sehingga masyarakat dapat
memenuhi hak politiknya dengan baik.
Kedua, semua masyarakat untuk menghormati
masa pemungutan suara dengan tidak melakukan aktivitas kampanye di sekitar TPS.
Ketiga, perlu upaya peningkatan kapasitas Petugas TPS sehingga dapat melakukan
tugasnya secara profesional.
Keempat, masyarakat diharapkan terlibat
aktif dalam memastikan penyelenggaran pemilihan RT dan RW dapat dilaksanakan
dengan damai, akuntabel, dan demokratis.
Kelima, masyarakat perlu meningkatkan
pemahamannya tentang pemilihan RT dan RW dengan mempelajari rekam jejak semua
calon pemimpinnya, melihat rekam jejak tanpa mesti melihat apa calon tersebut
orang dekat pejabat di daerahnya dan menolak politik uang.
“Kami mengajak semua pihak untuk
bersama-sama menjaga semangat demokrasi, menghormati hasil pemilihan RT dan RW
nantinya, dan bekerja sama untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi kota
dan negara kita,” kata Kafrawy. (win/r)
