Diusir oleh Raja, Abunawas ke Bontonompo


ABUNAWAS. Suatu malam, Raja Harun Al-Rasyid bermimpi didatangi seorang lelaki tua berjanggut putih dan memegang tongkat. Lekaki tua mengatakan, raja harus mengusir Abunawas keluar dari wilayah kerajaan, karena dianggap pembawa sial. Keesokan harinya, raja memanggil Abunawas dan menyampaikan ikhwal mimpinya. Dengan berat hati, ia mengusir Abunawas dan dengan berat hati pula Abunawas terpaksa pergi meninggalkan tanah kelahirannya.




------
PEDOMANKARYA
30 November 2015

Anekdot:


Diusir oleh Raja, Abunawas ke Bontonompo


Suatu malam, Raja Harun Al-Rasyid bermimpi didatangi seorang lelaki tua berjanggut putih dan memegang tongkat. Lekaki tua mengatakan, raja harus mengusir Abunawas keluar dari wilayah kerajaan, karena dianggap pembawa sial.
“Kerajaan yang kamu pimpin ini akan tertimpa bencana, kalau orang yang bernama Abunawas masih ada dalam wilayah kerajaanmu. Kamu harus mengusirnya. Abunawas boleh pulang paling cepat empat puluh hari kemudian, tetap dengan syarat, ia tidak boleh berjalan kaki, tidak boleh merangkak, tidak boleh berlari, tidak boleh melompat-lompat, tidak boleh digendong oleh seseorang, tidak boleh naik keledai, dan tidak boleh naik kuda,” kata si lelaki tua.
Keesokan harinya, raja memanggil Abunawas dan menyampaikan ikhwal mimpinya. Dengan berat hati, ia mengusir Abunawas dan dengan berat hati pula Abunawas terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya.
“Ampun Yang Mulia Raja. Sebelum hamba pergi, ada satu permintaan hamba,” kata Abunawas.
“Apa itu? Cepat katakan!” tanya raja.
“Hamba ini tidak punya pekerjaan tetap. Hamba juga tidak punya pendapatan tetap. Karena itulah, mohon ampun Yang Mulia Raja, hamba minta raja memberikan bekal yang cukup kepada hamba, dan uang logam emas sebanyak satu karung untuk isteri dan anak-anak hamba. Siapa tahu hamba tidak akan pernah kembali lagi ke negeri ini,” kata Abunawas.
Raja kemudian memerintahkan pengawal untuk menyiapkan seekor keledai, sekantong uang, dan bekal makanan untuk Abunawas. Raja juga memberikan sekarung uang logam emas kepada isteri Abunawas.
Dengan diiringi isak tangis sang isteri dan anak-anaknya, serta pandangan haru dari ratusan penduduk negeri, Abunawas pun pergi meninggalkan tanah kelahirannya.
Selama berhari-hari ia berjalan kaki. Tidur di bawah pohon atau tidur di masjid. Sesekali ia singgah makan di warung murahan atau ngopi di warung kopi pinggir jalan.
Pada satu waktu, Abunawas bertemu dan ngobrol dengan seseorang perihal keadaan dirinya, Orang itu kemudian menyarankan agar Abunawas pergi ke sebuah kampung bernama Bontonompo dan menemui seorang pria pemberani bernama Daeng Sijaya.
“Daeng Sijaya itu pria pemberani, terutama untuk memperjuangkan atau membela kebenaran. Dia itu juga banyak akal,” katanya.
Atas saran tersebut, Abunawas pergi ke Bontonompo, menemui Daeng Sijaya, dan menceritakan masalah yang dihadapinya.
“Oh, kalau cuma itu masalahnya, kamu tidak perlu khawatir. Besok pun kamu boleh pulang, tidak perlu ragu dan jangan takut kepada siapa pun, termasuk kepada rajamu itu,” kata Daeng Sijaya.
Keesokan harinya, tepat pada hari ke-41 setelah kepergiannya, Abunawas pun pulang kembali ke negerinya. Semua orang kaget melihatnya dan dengan cepat langsung menjadi pembicaraan hangat di seluruh wilayah kerajaan. Pembicaraan tentang kepulangan Abunawas pun sampai ke telinga raja.
“Saya dengar Abunawas sudah pulang. Panggil Abunawas sekarang juga.Siapkan pedang untuk memancung lehernya!” kata raja dengan wajah murka.
Tak lama kemudian Abunawas pun tiba di Istana Kerajaan.
“Abunawas, mengapa kamu berani kembali. Mengapa kamu berani melanggar laranganku,” tanya raja.
“Ampun Yang Mulia Raja. Hamba sama sekali tidak bermaksud menunjukkan keberanian dan juga sama sekali tidak berani melanggar larangan Yang Mulia,” kata Abunawas.
“Lalu bagaimana caramu kembali?” tanya raja.
“Ampun Yang Mulia Raja, sesuai perintah raja, hamba tidak berjalan kaki, tidak merangkak, tidak berlari, tidak melompat-lompat, tidak digendong oleh seseorang, tidak naik keledai, dan juga tidak naik kuda,” kata Abunawas.
"Lalu dengan cara bagaimana kamu kembali?" tanya raja lagi tidak sabaran.
"Atas bantuan dan petunjuk saudara saya yang bernama Daeng Sijaya di Bontonompo, saya kembali dengan tidur-tiduran menggunakan sarung di bawah perut seekor kuda milik saudara saya Daeng Sijaya,” jawab Abunawas.
Mendengar jawaban tersebut, raja pun langsung tersenyum dan memeluk Abunawas.
“Pengawal, ambilkan sekantong uang logam emas. Berikan kepada saudaraku ini,” kata raja sambil menjabat tangan Abunawas. (Ditulis ulang dan dikreasi oleh Asnawin Aminuddin)

prolima_communication

Lahir dan besar di Bulukumba, kota berjuluk Butta Panrita Lopi, saya kemudian melanjutkan kuliah di Makassar dan hingga kini menetap di Makassar. Sejak SD memang senang membaca dan menulis, lalu kemudian terdampar di dunia wartawan. Melalui blog ini, saya ingin lebih banyak dan lebih bebas berbagi untuk kebaikan dan kemaslahatan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama