Kelong Pendidikan Religius (10): Bosi Misse’, Bara’ Misse’, Menteng Misse’ Pa’jekoa

Kehadiran siklus musim hujan atau musim barat, menjadi faktor penting kaum tani di masa lampau. Hujan berkepanjangan menggenangi sawah tadah hujan. Pada kondisi begitu, kegembiraan kaum tani lahir. Ia mempersiapkan perangkat alat pertanian untuk menggarap sawah, sambil melantunkan Kelong;

“Bosi misse’ bara’ misse’, menteng misse’ pa’jekoa, manai misse, ayokayya rikallonna.” (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)

 

-----------

PEDOMAN KARYA

Jumat, 14 Mei 2021

 

Kelong Pendidikan Religius (10):

 

 

Bosi Misse’, Bara’ Misse’, Menteng Misse’ Pa’jekoa, Manai Misse, Ayokayya Rikallonna

 

 

Oleh: Bahaking Rama

(Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar)


Ibadah Kaum Tani

 

Kehadiran siklus musim hujan atau musim barat, menjadi faktor penting kaum tani di masa lampau. Hujan berkepanjangan menggenangi sawah tadah hujan. Pada kondisi begitu, kegembiraan kaum tani lahir. Ia mempersiapkan perangkat alat pertanian untuk menggarap sawah, sambil melantunkan Kelong;

“Bosi misse’ bara’ misse’, menteng misse’ pa’jekoa, manai misse, ayokayya rikallonna.”

Arti bebasnya: “Hujan lagi, barat lagi, siap lagi alat pengolah sawah dan alat pemandu haluan sepasang kerbau penarik bajak.”

Diawali ritus keagamaan, kaum tani tulus-ikhlas mengolah sawahnya, berniat sambil berdo’a semoga Allah memberkati usahanya, menjadikan padi yang ditabur, tumbuh-subur dalam pemeliharaan hingga masa panen tiba.

Kaum tani sangat mensyukuri dan ikhlas menerima hasil kerjanya, apapun kondisinya. Apakah panen raya, panen biasa, atau gagal panen. Prinsip hidupnya, manusia berusaha, Allah yang menentukan.

Kaum tani berharap, hasil panen yang diraihnya, bermanfaat bagi kehidupan manusia dan kemanusiaan. Beras hasil panennya, menjadi rezeki yang berkah sebagai konsumsi, makanan bahan pokok. 

Kaum tani makan dan minum tidak berlebih-lebihan. Ia sangat menghargai hasil karyanya, ia makan beras, nasi secukupnya, menghindari sifat mubazzir.

Beras menjadi bahan penting dalam kehidupan sosial. Jika petani kedatangan tamu, beraslah oleh-olehnya sebagai tanda persahabatan menghargai tamu. Acara pesta pernikahan, khitanan, dan kematian keluarga, dan tetangga, beraslah bawaannya bukan uang.

Penghargaan kaum tani pada beras sangatlah terbilang tinggi. Ia tabu, pantang menyentuh beras dengan kaki. Kaum tani sedih jika ada beras, makanan terbuang percuma. Ia tak menyisakan makanan di piring. Kalau saja ada sisa makanan, ia letakkan di tempat tertentu, dengan niat semoga bisa menjadi rezeki makhluk lain, ayam, kucing, tikus, semut, dan makhluk lainnya sebagai rakmatan lil alamin. Itulah sifat petani menghargai hasil karyanya.

Pegawai, pengusaha, dan pekerja lainnya, seringkali terkesan  mubazzir, amalusysyaithan. Pada acara pesta, di warung makan, di pantai, dan tempat lainnya, sering terlihat makanan terbuang percuma, mubazzir. Makanan di sisa tanpa memperhitungkan tenaga, pikiran keringat, dan air mata kaum tani dalam mengolah, memelihara karya taninya.

Hargailah kaum tani, petani kita semua. Nikmatilah makanan yang disantap. Habiskan hingga butir terakhir di piring makan, siapa tahu, berkah Allah pada makanan itu, ada pada butir terakhir. Semoga. Aamiin YRA

 

Pao-Pao Gowa. Senin, 03 Mei 2021


----------

Artikel sebelumnya:


Kelong Pendidikan Religius (9): Manna Majai Tedonnu, Susajakontu Punna Tena Sikolanu

Kelong Pendidikan Religius (8): Sikatutuiki Bunting, Sipaingakki Matoang

Kelong Pendidikan Religius (7): Anjo Tope Tassampea, Teaki Kalli’ Matai, Nia’ Patanna


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama