Aku Tidak Akan Menyembah Apa Yang Kamu Sembah

Rasulullah tidak menunggu sejenak pun untuk menanggapi. Beliau mengutip sebuah ayat Al Qur'an (surah Al-Kafirun),

Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. (Surah Al-Kafirun 109 : 2)

Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (Surah Al-Kafirun 109 : 3)



------ 

PEDOMAN KARYA

Selasa, 23 November 2021

 

Kisah Nabi Muhammad SAW (43):

 

 

Aku Tidak Akan Menyembah Apa Yang Kamu Sembah

 

 

Penulis: Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi

 

Kaum Muslimin Menang

 

Siasat para utusan Quraisy itu sederhana saja. “Paduka,” kata mereka kepada Najasyi keesokan harinya, “Sesungguhnya kaum Muslimin menuduh keji terhadap Isa anak Maryam.”

Mendengar itu,  Najasyi terkejut. Dia langsung memanggil Ja’far dan teman-temannya.

“Benarkah kalian menuduh Isa anak Maryam dengan tuduhan yang jelek?” tanya Najasyi.

Ja’far kembali menjawab dengan tenang, “Tentang dia, pendapat adalah seperti yang dikatakan Nabi kami. Dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Ruh-Nya dan firman-Nya yang disampaikan perawan Maryam.”

Najasyi turun dari singgasananya dengan mata berbinar gembira. Dia mengambil sebuah tongkat dan membuat garis lurus diatas tanah.

“Antara agama tuan-tuan dan agama kami,” katanya penuh gembira bercampur haru, “Sebenarnya tidak lebih dari garis ini.”

Nyata bagi Najasyi bahwa kaum Muslimin mengakui Nabi Isa, mengenal adanya Kristen, dan menyembah Allah.

Kedua utusan Quraisy pun pulang dengan tangan hampa. Tidak ada celah bagi tuduhan atau siasat yang mereka lancarkan. Kenyataan pahit ini akan segera sampai kepada para pemuka Quraisy di Mekah. Setelah itu kaum Muslimin tinggal di Habasyah dengan perasaan aman dan tentram.

 

Sempat Kembali

 

Kaum muslimin yang berhijrah ke Habasyah sempat kembali ke Mekah karena mendengar berita bahwa orang Quraisy sudah tidak terlalu keras memusuhi Rasulullah dan pengikutnya. Namun, ketika mengetahui bahwa orang Quraisy malah bersikap semakin keras, mereka kembali berhijrah ke Habasyah.

 

Ajakan Saling Menyembah Tuhan

 

Di Mekah, para pembesar Quraisy, Abu Jahal bin Hisyam, Abu Sufyan bin Harb, Abu Lahab, Utbah bin Rabi'ah, Walid bin Mughirah, dan Ummayah bin Khalaf mengundang Rasulullah ke pertemuan mereka. Sejenak, hati Rasulullah penuh harapan, mungkin lewat pertemuan hari ini mereka akan tersentuh oleh Islam.

Alangkah kecewanya Rasulullah ketika lagi-lagi yang mereka tawarkan kepadanya adalah soal harta dan kekuasaan. Beliau diam sejenak, lalu berkata,

“Apa yang kalian katakan sama sekali tidak pernah terlintas dalam lubuk hatiku. Aku datang memenuhi ajakan kalian untuk mengadakan perundingan. Tidak ada maksud sama sekali untuk mencari harta kekayaan, tidak pula kemuliaan dan kekuasaan.

Allah telah mengutus diriku sebagai utusan bagi kalian semua. Jika kalian mau menerima ajaran-ajaran yang kubawa, hal itu merupakan keberuntungan kalian di dunia dan di akhirat. Jika kalian semua menolak, aku akan bersabar hingga Allah memutuskan persoalan yang terjadi di antara aku dan kalian.”

Para pembesar Quraisy itu mengerutkan kening. Lagi-lagi Muhammad bicara tentang Tuhannya. Salah seorang di antara mereka pun akhirnya bicara, “Marilah antara kami dan engkau mengadakan kerja sama dalam persoalan ketuhanan ini. Jika yang kami sembah lebih baik daripada yang kamu sembah, kami akan memperoleh keuntungan darinya. Jika yang engkau sembah lebih baik daripada yang kami sembah, engkau akan memperoleh keuntungan darinya.”

Orang itu menarik napas sejenak, lalu melanjutkan lagi, “Maka, engkau harus menyembah tuhan-tuhan kami dan menjalankan perintah-perintahnya. Kami akan menyembah Tuhanmu dan menjalankan perintah-Nya.”

Rasulullah tidak menunggu sejenak pun untuk menanggapi. Beliau mengutip sebuah ayat Al Qur'an (surah Al-Kafirun),

Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. (Surah Al-Kafirun 109 : 2)

Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (Surah Al-Kafirun 109 : 3)

Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, (Surah Al-Kafirun 109 : 4)

dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. (Surah Al-Kafirun 109 : 5)

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (Surah Al-Kafirun 109 : 6)

Perundingan pun buntu. Para pembesar Quraisy itu merasa tidak ada jalan lagi untuk melakukan perubahan. Mereka merasa harus mengambil tindakan keras! Begitu kerasnya sampai Muhammad dan pengikutnya akan meminta ampun kepada mereka!

 

Pemboikotan

 

“Kalian bayangkan!” seru seorang pemuka Quraisy kepada yang lainnya, “Jumlah pengikut Muhammad kian bertambah! Budak-budak kita telah berani mengangkat muka di hadapan tuan-tuannya sebab mereka dilindungi para pengikut Muhammad yang kaya raya! Jika kita menyiksa budak itu, pasti datang salah seorang pengikut Muhammad yang tanpa berat hati akan membebaskan mereka!”

“Itu yang membuatku khawatir!” sahut yang lain, “Bayangkan jika jumlah budak yang dibebaskan itu makin banyak dan mereka diberi senjata, kita pasti akan kewalahan menghadapinya!”

Pembesar yang lain terdiam. Mereka mengakui ancaman besar itu.

“Sejak Hamzah dan Umar mengikuti Muhammad, kita benar-benar kekurangan kekuatan,” keluh seseorang.

Kata-kata itu menyakitkan dan membuka luka lama. Bagi para pembesar itu, puluhan budak yang masuk Islam tidak sebanding dengan ke-Islam-an seorang Hamzah atau Umar.

“Muhammad tidak akan berdaya kalau keluarganya dari Bani Hasyim tidak melindunginya!” geram seseorang.

“Ya, Bani Hasyim pun belum semuanya jadi pengikut Muhammad, mereka harus menerima akibatnya! Kita boikot mereka semua! Jangan beri mereka kesempatan untuk mencari nafkah! Kita buat mereka semua miskin dan sengsara!” sambut yang lain.

Seruan itu disambut ramai oleh para pembesar. Akhirnya, mereka mengeluarkan sebuah pengumuman yang mereka tulis di atas sebuah lembaran. Isinya melarang seluruh manusia menjalin hubungan pernikahan dan jual beli dengan Bani Hasyim. Lembaran itu mereka gantungkan di dinding Ka’bah.

Keesokan harinya, penduduk Mekah menjadi gempar. Keputusan ini akan membuat Bani Hasyim terkucil, kelaparan dan tertekan. (bersambung)


-------

Kisah sebelumnya:

Ja’far Abu Thalib Bacakan Surah Maryam di Hadapan Raja Najasyi

Umar Meminta Rasulullah Berdakwah Secara Terang-terangan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama