Maipa Deapati Hilang, Maggauka Panggil Ahli Nujum

MAIPA HILANG. Maipa Deapati hilang tiada tercari. Maggauka kemudian memerintahkan memanggil semua ahli nujum di dalam negeri untuk melihat nasib putrinya. Dan hanya satu kata dari para ahli nujum itu. Sang putri tetap sehat wal afiat, tak kurang suatu apa dalam lindungan tangan yang kuat-kokoh dan kuasa.





-------

PEDOMAN KARYA

Sabtu, 21 Mei 2022

 

Datu Museng dan Maipa Deapati (13):

 

 

Maipa Deapati Hilang, Maggauka Panggil Ahli Nujum

 

 

Oleh: Verdy R. Baso

(Mantan Wartawan Harian Pedoman Rakyat)

 

Akhirnya mereka berhasil menemukan ibu susu sang putri, dalam nafas sesak menangis tak karuan. Seluruh dayang-dayang putri jadi turut terharu dan menangis meraung-raung, rangkul-merangkul.

Yakinlah mereka, Maipa Deapati hilang tiada tercari. Kemurkaan Maggauka sudah terbayang, karena tak setia menjaga sang putri. Dengan sedih mereka pulang ke istana menyampaikan berita duka ini.

Rakyat yang masih berada di tempat naas tetap melakukan pencarian. Tidak belukar dan semak dilangkahi, hutan dijelajahi, gua kecil besar dimasuki, disuluhi mencari Maipa Deapati, intan permata hiasa satu-satunya dalam negara. Tetapi tiada juga kunjung bersua yang dicari.

Hingga fajar di timur mengambang, usaha pencarian tiada juga berhasil dan tambah gelisahlah rakyat memikirkan nasib putri negara. Terlebih-lebih lagi memikirkan kedukaan yang akan merundung kedua ayah bunda yang melahirkannya, Maggauka dan permaisuri.

Ketika raja siang telah menguasai buana lagi, kabar berita hilangnya Maipa Deapati sudah tersebar di segenap penjuru kotaraja. Bagaimana pula Maggauka dan permaisuri serta isi istana ketika mendengar berita kemalangan itu!

Seluruh istana, orang tua dan anak-anak menangis. Permaisuri tiada terkatakan lagi, Serasa gugur jantungnya berkeping-keping. Sedih dan pilu tak tertanggung, membuat ia beberapa kali tak sadarkan diri, da nisi istana tambah berduka lagi.

Maggauka membisu tafakkur duduk bersila, mencoba menguatkan hati menahan duka nestafa yang menimpa, Ia tinggal terdiam tak kuasa berkata sepatah pun. Kerongkongannya serasa tersumbat diembang rasa haru dan duka yang membadai dalam jiwanya. Dalam lahir, seakan tak ada apa-apa yang ditanggungnya, tapi dalam hati, cuma Tuhan yang maha tahu keadaannya. Jika Sumbawa diliputi duka cita dan kabut murung yang hebat, maka di rumah Datu Museng terjadi suasana sebaliknya.

Intan hiasan istana, pindah menghiasi biliknya, menyinari dan menyemarakkan hati dan jiwa penghuninya. Ia berkurung dalam bilik bersama ratu pujaan hatinya yang kini sudah di pangkuan, sudah dalam pelukannya. Ia tidak lagi menghayalkan, menggantang asap sekarang, tapi sudah nyata memeluk kekasih belahan jiwa.

Kini hati telah buat kembali, jiwa tidak mengelana lagi. Sudah balik ke tempatnya semula, mengisi hati yang lama hampa. Ya, utuhlah hatinya sekarang, jiwa gembira ria. Menyanyilah keduanya melagukan irama kasih mesra dendangan sayang. Bercumbu rayu mengobati hati nan rindu dendam. Pupus hilang hati nan kecewa, berbuah juga apa yang dicita. Gembiralah belahan hati nan lama terpisah, bertemu kembali, bulat bersatu padu.

“Datukku sayang…., tak kusangka akhirnya kita bertemu juga. Kukira aku hanya bermimpi bersamamu, kiranya benarlah semua di alam nyata. Ah, aku sungguh bahagia,” kata Maipa.

“Maipa intan permataku, semua ini kuasa Tuhan. Aku pun seperti yang dinda rasakan, seperti diayun mimpi. Mari kita ucapkan syukur atas karunia ini,” kata Datu Museng.

Dan keduanya pun terdiam sejenak, mengucap syukur pada Ilahi di dalam hati.

Matahari makin meninggi menghampiri garis tengah perjalanannya, tapi kedua sejoli masih asyik berbincang bercengkerama dalam biliknya. Tak habis-habisnya kata yang diperbincangkan, sedang gelak manja tiada pula henti-hentinya.

Dalam pada itu, kakek Adearangang tak pula berniat mengganggu kebahagiaan cucunya. Dibiarkannya mereka asyik masyuk dalam melepaskan kerinduan masing-masing. Ia hanya duduk di pelataran rumah dalam keadaan siap menanti apa yang akan terjadi, dengan tak lupa pedang lidah buaya di pangkuannya.

Tekadnya telah bulat, akan membela cucunya jiwa lasykar tubarani (pendekar) Maggauka datang menyerbu.

“Kakek….., kakek…., sudah tinggikah matahari?” tanya Datu Museng dari biliknya.

“Belum cucuku, matahari masih asyik beradu dalam peraduannya. Berbaring-baringlah, biarkan kakek menjaga-jaga disini. Tiada suatu makhluk akan kubiarkan menggugurkan selembar pun bulu di badanmu, selama pedang lidah buaya ini masih di tanganku.”

Alangkah besar kasih sayang sang kakek pada cucunya, sehingga matahari yang sudah sepenggalah tingginya, masih juga dikatakannya belum terbit.

Sementara itu, Maggauka tak tinggal diam. Usaha pencarian putri si birang tulang yang hilangnya tanpa bekas, terus dilakukan. Berita disampaikan pula kepada I Mangngalasa di Lombok, bahwa tunangannya Maipa Deapati telah hilang ketika turun taman untuk mandi, pada saat taupan dan halilintar mengamuk.

Hampir semua penduduk sependapat dan bersyakwasangka bahwa si raja ular atau mambangperi yang membawa lari sang putri. Berita mana menambah masygul permaisuri dan Maggauka.

Ketika hampir hilang akal setelah usaha pencarian tak juga berbuah, Maggauka kemudian memerintahkan memanggil semua ahli nujum di dalam negeri untuk melihat nasib putrinya. Dan hanya satu kata dari para ahli nujum itu. Sang putri tetap sehat wal afiat, tak kurang suatu apa dalam lindungan tangan yang kuat-kokoh dan kuasa.

Siapa orang yang kuat-kokoh itu, mereka tak berani menyebut namanya. Semuanya takut durhaka dan dikutuk oleh pelindung putri Maipa. Mereka yakin akan tuah Datu Museng dan kedalaman ilmunya setelah berguru di Tanah Suci.

Mendengat seia-sekata para ahli nujum, Maggauka terus membayangkan wajah Datu Museng, yang pagi kemarin telah menginjak istananya dan memasuki bilik putrinya. Dibayangkannya ketika ia membujuk pemuda itu dengan mengangkatnya sebagai putra. Sekadar untuk melunakkan hatinya agar dapat menyembuhkan penyakit putrinya dari sakit yang ditimbulkan olehnya juga.

Dingat-ingatnya pula tingkah laku pemuda itu yang nampaknya lunak dan sopan santun, tetapi sebenarnya mengandung unsur tantangan. Bukankah ketika datang ke istana ia tak menaiki tangga sebelum dituntun olehnya dan permaisuri?

Ya, ia ingat sekarang. Datu Museng baru muncul di istana setelah mengutus pembesar-pembesar pemerintahan untuk kedua kalinya. Bukankah itu semua merupakan penghinaan dan peremehan kekuasaan? (bersambung)


----

Kisah sebelumnya:

Datu Museng dan Maipa Deapati (12): Rakyat Terpaku Menyaksikan Kecantikan Maipa Depati 

Datu Museng dan Maipa Deapati (11): Maipa Depati Sembuh, Manggauka Berterima-kasih kepada Datu Museng

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama