Ada Suara Sumbang Pertanyakan Cinta Tanah Air


SUARA SUMBANG. Muhammad Ode Wahyu membacakan khutbah seragam Wahdah Islamiyah sebagai khatib Shalat Idul Fitri 1438 Hijriyah, di Lapangan Pasar Cekkeng, Kecamatan Ujungbulu, Kabupaten Bulukumba, Ahad, 25 Juni 2017. (Foto: Asnawin)







---------
Senin, 26 Juni 2017


Ada Suara Sumbang Pertanyakan Cinta Tanah Air


 BULUKUMBA, (PEDOMAN KARYA). Di negeri Indonesia yang indah ini, tempat iman bertahta, ternyata ada suara-suara sumbang yang mengusik telinga, mempertanyakan cinta Tanah Air kaum muslimin, mempertanyakan nasionalisme umat Islam.
“Ada apa ini? Apakah Anda lupa bahwa tanpa umat Islam, tak ada yang bernama Indonesia. Apakah Anda lupa, bahwa negeri ini merdeka oleh pekik takbir Allahu Akbar? Apakah Anda lupa bahwa penjajah terusir atas pengorbanan berjuta syuhada yang darahnya mewangi membasahi ibu pertiwi?,” tanya Muhammad Ode Wahyu saat membacakan khutbah seragam Wahdah Islamiyah sebagai khatib Shalat Idul Fitri 1438 Hijriyah, di Lapangan Pasar Cekkeng, Kecamatan Ujungbulu, kabupaten Bulukumba, Ahad, 25 Juni 2017.
Pada acara Shalat Idul Fitri yang dihadiri seribuan jamaah tersebut, Ode Wahyu juga menanyakan apakah kita lupa pada Sultan Agung, Pangeran Diponegoro dan Kyai Mojo.
“Atau Anda tak kenal Syekh Yusuf dan Sultan Hasanuddin? Atau Anda tak tahu siapa Tuanku Nan Renceh, Tuanku Imam Bonjol, dan Sultan Baabullah? Atau Fathillah yang berjaya di Jayakarta? Ataukah Anda sudah lupa pada Sudirman, Sutomo, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, Muhammad Natsir, atau bahkan sang guru Bangsa Hadji Oemar Said Cokroaminoto?,” tanya Ode.
Mereka semua, katanya, adalah anak bangsa yang telah membuktikan cintanya pada negeri ini dengan keringat, darah, dan air mata.
“Cinta mereka suci, karena bagi mereka cinta negeri haruslah karena Ilahi Rabbi. Cinta negeri tanpa cinta pada Ilahi tak ada rasa dan arti,” kata pria kelahiran Raha, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, 25 Desember 1990.
Ode Wahyu mengatakan, umat Islam dan bangsa Indonesia tidak takut dan tidak gentar pada gertak sambal para pahlawan kesiangan dan para jawara dunia maya, karena mereka tak lebih dari bidak-bidak catur para durjana tak ber-Tuhan, para komunis terlaknat, dan para liberalis pengkhianat.
Intimidasi mereka kepada para ulama dan pemimpin umat, katanya, tak akan berarti apa-apa biiznillah. Hati para ulama dan pemimpin umat terlalu manis atas setiap pahit dan busuknya makar para pahlawan kesiangan dan para jawara dunia maya.
“Merekalah (para ulama dan pemimpin umat) sesungguhnya garda terdepan negeri ini, merekalah pewaris sejati, para pahlawan sejati, para tokoh pendiri negeri ini. Dan jangan ajari mereka tentang toleransi, karena sesungguhnya merelah umat Islam dan para ulamanya kaum mayoritas yang paling toleran di negeri ini,” tutur Ode Wahyu.
Saat umat Islam dibantai di negeri mayoritas nonmuslim, katanya, maka para nonmuslim mendapatkan keamanan, perlindungan dan kesempatan yang sama di negeri ini, bahkan dalam beberapa kondisi, terjadilah apa yang disebut tirani minoritas.
“Negeri ini hanya akan selamat jika anak negerinya menjadikan iman dan taqwa sebagai pilar utama,” tandas Ode Wahyu, seraya mengutip Al-qur’an surah Al-A’raf ayat ke-96, yang berarti: “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (kul)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama