Karut-marut Mutasi ASN di Takalar Masih Jadi Pembicaraan


BAHAN CERITA. Cerita karut-marut setelah Bupati Takalar Syamsari Kitta mengeluarkan SK (Surat Keputusan) mutasi yang isinya ada ASN (Aparatur Sipil Negara) yang mendapat promosi, ada yang demosi, dan ada pula yang nonjob, terus berlanjut. (ist)





-----------
Selasa, 31 Juli 2018



Karut-marut Mutasi ASN di Takalar Masih Jadi Pembicaraan


-        Kepala Sekolah Sudah Meninggal Dimutasi Jadi Guru Biasa
-          Pejabat Baru yang Dipromosi Tidak Layak Jadi Kepala Puskesmas
-          Sekda Jadi Staf Ahli


TAKALAR, (PEDOMAN KARYA). Cerita karut-marut setelah Bupati Takalar Syamsari Kitta mengeluarkan SK (Surat Keputusan) mutasi yang isinya ada ASN (Aparatur Sipil Negara) yang mendapat promosi, ada yang demosi, dan ada pula yang nonjob, terus berlanjut.
Cerita soal mutasi tersebut terus menggelinding dan menjadi bahan obrolan di Warkop-warkop, bahkan pedagang sayur keliling pun turut memperbincangkannya. Bagaimana tidak menjadi obrolan, mungkin hanya terjadi di Takalar, kepala sekolah yang sudah meninggal dimutasi dan diturunkan jadi guru biasa.
Begitu juga ibu guru yang bernama Salma Supu, yang sudah pindah tugas ke Maros, juga kena mutasi. Selain itu, ada juga ASN yang sudah pensiun pun dimutasi.
Belum lagi SK Nomor 821.2/235/BKPSDM/VI/2018, tanggal 28 Juni 2018, menurunkan jabatan Sekda (Sekretaris daerah) Takalar Nirwan Nasrullah menjadi staf ahli bupati, yang dinilai cacat hukum, karena seharusnya yang berhak memberikan sanksi penurunan jabatan kepada Sekda adalah gubernur sesuai PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 53 Tahun 2010.
Hal yang sama juga terjadi pada tanggal 13 Juli 2018. Sebanyak 404 guru yang dimutasi dengan semena-mena. Ada kepala sekolah dicopot kemudian ditempatkan jauh dari tempat domisilinya. Selain itu, dalam SK itu juga, Bupati Takalar memberikan tugas tambahan sebagai kepala sekolah kepada guru yang belum mengikuti ujian calon kepala sekolah (Ujian Cakep).
Melihat kondisi ini, wartawan “Pedoman Karya” meminta pandangan salah satu ASN yang kena demosi, yakni Mukhtar Jaya Daeng Rau’.
Melalu pesan singkat, Selasa, 31 Juli 2018), Daeng Rau’ mengatakan, “Melihat fakta ini, sangat wajar kalau (LSM) Aliansi Masyarakat Takalar Menggugat terus bergerak sampai semua pihak kembali menghargai aturan yang ada.”
Menurut dia, mutasi 310 pejabat esalon III dan IV melalui SK Nomor 821.2/279/BPKSDM/VII/2018, tanggal 19 Juli 2018, bertentangan dengan undang-undang yang ada, yaitu menurunkan dan menonjob pejabat (demosi) tanpa pelanggaran.
“Terdapat keganjilan lain pada penggantian para kepala Puskesmas. Sebanyak 12 pejabat yang dipromosi sebagai Kepala Puskesmas, tidak layak sebagaimana diatur pada Pasal 33 Permenkes Nomor : 75 Tahun 2014,” beber Daeng Rau’.
Dia mengatakan, Permenkes dengan tegas mengatur bahwa semua pejabat yang dipromosikan sebagai kepala Puskesmas, merupakan seorang tenaga kesehatan dengan criteria, antara lain tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat, masa kerja di Puskesmas minimal dua tahun dan telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas (bersertifikat).
Sehubungan dengan karut-marut mutasi yang dilaksanakan Pemkab Takalar, Pedoman Karya melakukan dua kali konfirmasi via WhatsApp (WA) kepada Kepala BKD Takalar, Rusdi. Pesan pertama terlihat dibaca tetapi tidak dijawab, sedangkan pesan kedua tidak ada respons.
Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Takalar, dr Hj Nilal Fauziah, juga tidak membalas konfirmas Pedoman Karya via pesan singkat. Begitu juga telepon tidak diangkat.

Tidak Punya Komitmen

Sementara itu melalui telpon Selasa (31/07/2018), salah satu intelektual Takalar, A Nuju, mengatakan, “Kondisi karut-marut itu terjadi karena bupati tidak cakap dalam pemerintahan,  akhirnya tidak hanya ASN yang jadi korban, melainkan juga tetapi masyarakat.”
Menurut Nuju, Pemkab Takalar tidak punya komitmen kuat membangun dunia pendidikan. Buktinya, guru-guru bersertifikasi dipindahkan ke tempat yang tidak ada hubungan dengan dunia pendidikan. Maka, sesungguhnya SK bupati tersebut melecehkan negara, karena sertifikasi guru itu program nasional.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan, katanya, telah menggulirkan sebuah program, yaitu Program Profesi Guru (PPG). Melalui program ini, pemerintah berharap dapat menyaring guru-guru yang profesional dari seluruh Indonesia yang nantinya akan diberikan Tunjangan Profesi Guru (TPG) atau sering disebut Sertifikasi.
“Pemerintah Takalar tidak punya komitmen kuat soal pelayanan kesehatan. Buktinya, orang yang belum kompeten dipaksakan jadi Kepala Puskesmas,” kata Nuju. (Muhammad Said Welikin)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama