-----
Sahban Liba lahir pada 18 Agustus 1937, di
Desa Kalosi, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan. Ia
adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Sahban dan ke delapan saudaranya
adalah anak dari pasangan suami isteri Ambe’ Suba dan Indo’ Empa.
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 24 November 2018
Biografi Sahban Liba (1):
Lahir Delapan
Tahun Sebelum Indonesia Merdeka
Penulis: Hernita Sahban Liba
Kokok ayam di subuh hari membangunkan
warga Desa Kalosi (*), Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang. Sebagian warga
bergegas menuju surau untuk melaksanakan shalat subuh, sebagian lainnya shalat
subuh di rumah. Setelah shalat, sebagian melanjutkan ibadahnya dengan mengaji.
Di surau, usai shalat subuh, kadang-kadang
juga diisi dengan pengajian atau ceramah subuh dan dilanjutkan dengan
tanya-jawab masalah-masalah keagamaan.
Usai shalat subuh, ibu-ibu dan gadis-gadis
desa pun mulai sibuk menyiapkan makanan untuk sarapan bersama keluarga.
Sebagian keluarga menyiapkan bekal makanan untuk dibawa ke sawah, karena
sebagian besar warga Desa Kalosi bekerja sebagai petani.
Pada sore hari, mereka berkumpul kembali
bersama keluarga, bercengkrama, dan bercanda. Mereka bahkan kadang-kadang masih
punya waktu untuk bertemu dan bercengkrama dengan tetangga dalam suasana teduh,
tenang, dan damai.
Di tengah suasana yang teduh, tenang, dan
damai itulah, lahir seorang bayi laki-laki yang oleh orangtuanya diberi nama
Sahban. Ia bukanlah anak pertama. Ia malah anak kedelapan dari sembilan
bersaudara. Sahban dan kedelapan saudaranya adalah anak dari pasangan suami
isteri Ambe’ Suba dan Indo’ Empa.
Sahban–yang di kemudian hari melengkapi
namanya menjadi Sahban Liba–lahir pada 18 Agustus 1937. Artinya, ia lahir
delapan tahun sebelum Indonesia merdeka atau sebelum Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia dikumandangkan Soekarno – Hatta, pada tanggal 17 Agustus
1945.
Dari sembilan bersaudara, lima di
antaranya adalah laki-laki, yakni Tangko, Abduh, Hanafi, Mastra, dan Sahban,
sedangkan empat saudara perempuannya yaitu Maja, Rabbi, Santu, dan Aminah.
Ambe’ Suba dan Indo’ Empa bersama
anak-anaknya menempati sebuah rumah panggung sederhana seperti kebanyakan rumah
milik warga Desa Kalosi lainnya. Mereka pun hidup sederhana, tetapi ada satu
hal fundamental yang dilakukan oleh pasangan suami isteri Ambe’ Suba dan Indo’
Empa, yaitu mereka menciptakan suasana religius di tengah keluarganya.
Sahban dan saudara-saudaranya yang lain
sejak kecil dibiasakan mengaji setiap hari. Mereka juga dibiasakan rajin ke
surau yang kebetulan berada tak jauh dari rumah mereka, untuk mengaji dan
shalat berjamaah.
Pada bulan Ramadhan, yang oleh masyarakat
setempat lebih akrab menyebutnya bulan puasa, Sahban bersama saudara-saudaranya
lebih banyak menghabiskan waktunya di surau tersebut, apalagi pada malam hari
yang didahului acara buka puasa bersama, kemudian istirahat sekitar jam, dan
dilanjutkan dengan shalat isya, ceramah tarwih, dan ditutup dengan shalat
tarwih. (bersambung)
Editor: Asnawin Aminuddin
---
Keterangan:
(*) Desa Kalosi dulu masuk dalam wilayah
yang disebut Massenrempulu’, yang artinya meminggir gunung atau menyusur
gunung. Sekarang, Desa Kalosi masuk dalam wilayah Kecamatan Alla, Kabupaten
Enrekang, Sulawesi Selatan. Desa Kalosi kini lebih dikenal hasil perkebunan
kopinya, bahkan nama desa tersebut dijadikan sebagai merek produk kopi dengan
nama Kopi Kalosi.
---
