Mengenang Nurdin Mangkana, Dari Wartawan ke Politisi


Wartawan senior dan mantan Anggota DPRD Sulsel, Nurdin Mangkana, meninggal dunia di Makassar, Ahad, 27 Oktober 2019. Inna lillahi wainna ilaihi raji'un. Semoga amal ibadahnya diterima dan dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. Amin. (int)







-------

PEDOMAN KARYA
Senin, 28 Oktober 2019


Mengenang Nurdin Mangkana, Dari Wartawan ke Politisi


Oleh: La Kama Wiyaka
(Mantan Wartawan Pedoman Rakyat/Mantan Anggota DPRD Sulsel)


Wartawan senior dan mantan Anggota DPRD Sulsel, Nurdin Mangkana, meninggal dunia di Makassar, Ahad, 27 Oktober 2019. Inna lillahi wainna ilaihi raji'un. Semoga amal ibadahnya diterima dan dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. Amin.

Nurdin Mangkana, sahabat dan seperjuanganku di Partai Golkar dan di DPRD Sulsel. Dia juga senior saya di Harian Pagi Pedoman Rakyat (PR) Makassar, salah satu surat kabar perjuangan yang turut memgawal lahirnya Republik Indonesia.

Sehari-harinya di PR, Nurdin Mangkana menjabat Redaktur Pemerintahan dan Politik, ia banyak membina wartawan di Sulawesi Selatan dan wartawan di daerah yang melekat meliput kegiatan bupati dan walikota di daerah.

Suatu hari, ia cerita pengalamannya saat masih pemula meliput kegiatan Walikota Makassar HM Daeng Patompo. Ketika itu dia bersama para wartawan di Balaikota menemani rombongan meninjau proyek yang sedang berjalan.

Tiba di Jalan Veteran, Patompo turun dari mobil dan berdiri di tepi jalan, sambil berteriak-teriak, “Hentikan, hentikan”. Iring-iringan mobil pun berhenti.

Sambil bertolak pinggang, Patompo menunjuk-nunjuk, maka wartawan segera merapat hendak memperjelas ucapan Patompo. Tak lama kemudian, Patompo menangkap lengan seorang wartawan lalu menyodorkan ke arah aspal yang sedang mendidih di atas tungku. Karena tungkunya agak jauh, maka walikota mengubah ke arah aspal yang sudah dikerjakan.

Terdengarlah suara Patompo oleh para wartawan, “Lihat ini, lihat ini, pegang, pegang. Kau bilang ini tipis pengaspalannya!”

Wartawan yang dipegang tangannya itupun berkeringat, pucat, sedangkan wartawan lainnya pun menjauh dari kejadian itu. Melihat raut muka Patompo, maka tidak ada wartawan bersedia konfirmasi kejadian itu.

Peristiwan itu terungkap ketika Patompo memberikan kata sambutan pada sebuah acara di Balaikota, di depan para aparat, agar semua unit kerja memperketat pengawasan proyek yang sedang dikerjakan.

Patompo mengatakan, ia baru saja meninjau proyek jalan, dan ia kemukakan habis bercanda dengan si wartawan yang memuat berita tentang pekerjaan proyek pengaspalan dengan judul “Sejumlah Jalan Mulai Diaspal, Walikota Diduga Ada Main.”

Rupanya kata-kata “ada main dengan walikota” menyebabkan wartawan yang menulis berita itu hampir mencuci tangannya dengan aspal panas.

Nurdin Mangkana menceritakan peristiwa itu hanya untuk meminta agar wartawan dalam memuat berita, sekalipun itu fakta, maka ceritanya pun harus lugas, segar, dan bersahabat (tidak menghakimi sumber berita). Tujuannya agar berita itu tidak saja informatif (menyampaikan pesan), tetapi sedapat-mungkin juga bersifat edukatif (mendidik).

Meninjau Langsung ke Lapangan

Ketika saya bersama-sama dengan almarhum Nurdin Mangkana sebagai Anggota DPRD Sulsel, kami pernah mengadakan perjalanan bersama meninjau hasil bantuan dana desa di sebuah kampung terpencil yang sangat sulit dijangkau dengan kendaraan roda dua.

Bahkan untuk tiba di lokasi guna memastikan berjalannya proyek irigasi bantuan dana desa untuk persawahan, kami berjalan kaki melewati pematang daerah persawahan dan sungai.

Sesekali kali kami bercanda namun pada waktu tertentu raut wajah ketakutan menyelimuti perasaannya, terutama ketika menyeberang sungai di suatu titian bambu sebatang yang disambung. Namun, ketika kami tiba di lokasi, maka sambutan masyarakat menghapus kesulitan medan perjalanan.

Saat kami pulang, terpaksa disediakan kuda, tapi kuda yang disediakan untuk Pak Nurdin Mangkana agak liar sekalipun tetap dituntun oleh pemiliknya. Pak Nurdin kemudian minta tukar kuda, tapi entah kenapa, setelah perjalanan hampir satu jam, kuda yang tumpangi tiba-tiba melompat dan Pak Nurdin hampir terjatuh. Beliau kemudian memilih berjalan kaki saja sekalipun dia nampak sekali kelelahan.

Baju dinas yang kami pakai, kami serahkan kepada orang di kampung, begitupun sepatu kami. Baju dan sepatunya dia serahkan pada Kepala Sekolah SD, yang satu-satunya guru di sekolah itu sekaligus merangkap semua jabatan, bahkan sesekali jadi khatib shalat Jumat jumat di kampung itu.

Sedangkan pakaian saya sudah dikapling oleh pemilik rumah tempat kami istirahat selama di desa itu.

Kejadian ini membuktikan bahwa Nurdin Mangkana, sangat bertanggung-jawab dalam melaksanakan tugas. Ia tidak biasa menerima laporan lisan tanpa menyaksikan faktanya di lapangan.

Jiwa jurnalisme yang mengalir bertahun-tahun di dunia kewartawanan, tampak betul melekat kuat dalam dirinya. Ia ingin membuktikan bahwa irigasi persawahan itu ada sesuai bestek plan dan memang bermanfaat. Itulah sesunguhnya politisi yang terpanggil mengabdi untuk orang banyak.

-------
Artikel terkait:

Wartawan Senior dan Mantan Anggota DPRD Sulsel, Nurdin Mangkana, Meninggal Dunia

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama