Allah Menguji dengan Suatu Kemudahan


Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu, supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih. (QS Al Maidah/5: 94)





---------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 06 Juni 2020


Al-Qur’an Menyapa Orang-orang Beriman (39):


Allah Menguji dengan Suatu Kemudahan



Oleh: Abdul Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh / Wakil Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)


Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu, supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih. (QS Al Maidah/5: 94)


Dalam memberikan uraian tentang ayat ini, ada baiknya dimulai dengan pertanyaan Allah SWT dalam firman-Nya: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS Al Ankabut/29: 2)

Firman Allah SWT ini mengantar seorang hamba pada kesadaran bahwa iman itu tidak cukup hanya dengan ucapan dan pengakuan dari dirinya, melainkan harus melalui ujian untuk kemudian dikukuhkan menjadi sebuah keyakinan, dan dibuktikan dengan tindakan yang benar berdasarkan keimanan yang tertuju kepada Sang Pemberi petunjuk atas keimanan itu.

Ujian keimanan dari Allah SWT pun ternyata beragam, ada dengan cara memberi nikmat kepada hamba-Nya, namun ada juga justru dengan cara mengambil nikmat itu darinya, ada dengan cara memberi fasilitas kemudahan dan ada pula justru dengan mengalami kesusahan.

Dalam ayat 94 surah Al Maidah ini Allah SWT memberikan ujian kepada hamba-Nya berupa kemudahan dalam bentuk hadirnya: “binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu.”

Artinya, binatang tersebut hadir di sekitar mereka dan dalam keadaan jinak, bisa ditangkap dengan tangan atau bisa ditombak. Ujian ini terkesan sangat mudah dan ringan, namun secara hakiki justru merupakan ujian kemampuan menahan diri dan kehati-hatian yang sangat tinggi.

Dalam suasana yang sangat mudah untuk bertindak seperti ini, jika tidak ada rasa takut kepada Allah, maka akan sangat gampang mencari cara pembenaran untuk melakukan kehendaknya.

Oleh karenanya, Allah SWT menyampaikan tujuan ujian ini, yakni; “supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya.”

Takut kepada Allah bagi orang beriman walaupun dia tidak melihat-Nya, melahirkan aqidah yang kokoh, perilaku yang lurus, serta tanggung jawab yang amanah.

Dalam sejarah perjalanan zaman, umat terdahulu juga diuji oleh Allah SWT. Disampaikan dalam Al-Qur’an bagaimana orang Bani Israil (Yahudi) yang meminta kepada Nabi Musa a.s. agar diberi hari khusus untuk beribadah, dimana pada hari itu mereka berjanji untuk tidak akan melakukan kegiatan apa pun kecuali beribadah, maka ditetapkanlah oleh Allah SWT bagi mereka hari Sabtu sebagai hari ibadah, dan diberi aturan bahwa mereka tidak boleh melanggar ketentuan tersebut.

Kemudian Allah menguji mereka dengan mendatangkan buruan laut pada hari Sabtu, yang menepi ke pinggir laut dan terlihat oleh mereka begitu banyak dan jinak dan sangat mudah untuk ditangkap.

Apa yang terjadi? Mereka tenyata tidak mampu lulus dari ujian itu. Mereka melakukan rekayasa pembenaran (baca: tipu daya) dengan memasang jaring di hari Sabtu untuk kemudian diambil hasil tangkapannya pada keesokan hari atau pada hari yang lain.

Dikisahkan dalam Al-Qur’an melalui kalam Allah SWT: “Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah kami menguji mereka disebabkan mereka berlaku fasik. (QS Al A’raf/7: 163)

Kalau ujian bagi kaum muslimin adalah larangan berburu hewan darat -pada waktu sedang berihram- dimana hewan-hewan tersebut juga jinak dan mudah didapatkan, kemudian orang-orang beriman itu berhasil melaluinya dengan tidak melanggar ketentuan Allah, maka orang-orang Yahudi Bani Israil diberi larangan berburu hewan laut hari Sabtu dimana hewan lautnya juga jinak dan mudah didapatkan, namun orang-orang Bani Israil tidak lulus dari ujian itu, dan mereka membuat rekayasa pembenaran untuk memenuhi hasratnya. Begitulah ujian!

Bila dibawa ke dalam kehidupan kekinian, kondisi yang paling dekat yang dapat dijadikan permisalan adalah orang-orang yang diberi amanah memimpin sebuah instansi, lembaga atau perusahaan dimana pemimpinnya dihadapkan pada ujian kemudahan-kemudahan berupa “hewan buruan” dalam bentuk fasilitas kantor, yang digunakan tanpa batas lantaran begitu gampangnya diatur, karena berada dalam genggaman kekuasaannya.

Kenyataannya, tidak sedikit orang yang tidak lulus dalam ujian ini. Sungguh pun demikian masih tetap ada orang-orang yang takut kepada Allah, lalu dia senantiasa menjaga dirinya agar tidak tergiur untuk menyalah-gunakan amanah yang diberikan kepadanya.

Itulah iman yang megantar orang-orang yang memilikinya untuk takut kepada Allah SWT, walaupun Allah itu ghaib baginya.

Kedua ujian ini adalah untuk melihat watak sesorang atau suatu kaum, sehingga ketika bicara watak, ini berarti berlaku untuk manusia di segala zaman. Inilah gambaran firman Allah SWT: “Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah Menge-tahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia Mengetahui orang-orang yang dusta. (QS Al Ankabut/29: 3)

Kalau ternyata -hewan buruan darat, hewan buruan laut, fasilitas yang begitu gampang diperoleh- semuaini hanyalah merupakan ujian dari Allah SWT untuk mengetahui siapa yang takut kepada-Nya, maka hati-hatilah, latihlah diri untuk tidak melanggar ujian yang kelihatan seperti “hal biasa-biasa” dan “seolah-olah” tidak berefek ini, karena hal ini pada akhirnya dapat mengatar sesorang untuk bertindak melanggar batas.

Maka diingatkanlah orang-orang beriman itu dengan firman Allah: “Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih.”

Untuk terhindar dari kegagalan ujian yang berakibat melanggar batas itu, maka: (1) hendaknya orang-orang beriman melatih diriuntuk bersifat qana’ah, yakni ‘merasa cukup dengan pemberian Allah’ dan bersyukur atas pemberian itu, sehingga Allah SWT akan menambahkan nikmatNya sesuai dengan janji-Nya (QS Ibrahim/14: 7).

(2) Melatih diri untuk bersikap wara’, yakni hati-hati dalam segala sikap, keputusan dan tindakan seorang hamba yang beriman, sehingga terhindar dari hal-hal yang syubhat (tidak jelas halal atau haram) apatah lagi jika memang sudah jelas haram, serta jauh dari kemurkaan dan adzab Allah SWT. (bersambung)

-------

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama