Vaksinilisasi, Pamong pun Hampa Belas Kasih

Kemarin ba’da duhur kebetulan bertemu dengan anak beliau, Dr Samhi Muawan Djamal, dan keponakannya di kampus Unismuh Makassar. Saya menanyakan kenapa tak ke Jakarta melayat kakaknya Dr Abdul Hadi Djamal (mantan Anggota DPR RI dari PAN, red), yang wafat pada Selasa malam, 06 Juli 2021. Beliau menjawab dengan berat, tidak bisa karena sertifikat vaksinnya hilang. (Maman A Majid Binfas)


 

-----

PEDOMAN KARYA

Kamis, 08 Juli 2021

 

 

Vaksinilisasi, Pamong pun Hampa Belas Kasih

 

 

Oleh: Maman A Majid Binfas

(Dosen Pascasarjana Uhamka Jakarta, dan Unismuh Makassar)

 

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un

Narasi ini saya akan mengutip penggalan dialog Daeng Tompo’ dengan Daeng Nappa’ pada Pedoman Karya pagi ini.

“Waktu terjadi pandemic Covid-19, banyak negara menerapkan lockdown, tapi pemerintah kita memakai istilah PSBB, pembatasan sosial berskala besar. Sekarang ada lagi istilah PPKM,” kata Daeng Tompo’ kepada Daeng Nappa’ saat ngopi pagi di teras rumah Daeng Nappa’ (8/7/2021).

Dialog sambil ngopi di atas, menggambarkan cerminan kondisi kerisauan publik tentang dimensi kondisi negeri ini. Mungkin boleh menjadi gambaran ketimpangan yang diterapkan oleh pengemban amanah negeri ini, sungguh belum terlalu memadai sebagaimama diharapkan berdasarkan janji-janjinya.

Tentu esensi dialog di atas ini, menafsirkan boleh saja benar atau agak tidak terlalu jauh dari radiasi sesungguhnya yang sedang terjadi. Menimpa atau menampar negeri ini, baik secara langsung maupun dunia akan menanti untuk diingat kembali pada suatu saat terngiang dalam menyiksa batin pengembannya.

Kemudian, masih terngiang dan saya teringat kembali pesan KH Djamaluddin Amien, di saat saya mewawancarai beliau untuk bahan Disertasi tahun 2013, yakni di antaranya, pimpinan mesti bersifat  ‘azizun alaihi ma anittum,’ merasa berat dengan derita yang dirasakan umat atau dipimpinnya.

Kemudian, bersikap ‘Harishun alaikum,’ memperhatikan kaum beriman, ‘atau prihatin bersikap empati kepada kesusahan dengan membantunya.

Hal tersebut, pemimpin akan selalu berlaku “bilmukminina raufurahim”, mempunyai belas kasih terhadap orang yang dipimpinnya.

Kemarin ba’da duhur kebetulan bertemu dengan anak beliau, Dr Samhi Muawan Djamal, dan keponakannya di kampus Unismuh Makassar. Saya menanyakan kenapa tak ke Jakarta melayat kakaknya Dr Abdul Hadi Djamal (mantan Anggota DPR RI dari PAN, red), yang wafat pada Selasa malam, 06 Juli 2021.

Beliau menjawab dengan berat, tidak bisa karena sertifikat vaksinnya hilang. Menjadi aturan darurat PPKM saat ini mesti ada itu, merupakan syarat utama naik pesawat, sedangkan kakaknya Dr H  Ashabul Kahfi, yang anggota DPR RI Fraksi PAN saja tidak bisa karena aturan sertifikat tersebut.

Sungguh memilukan, aduhai aturan tidak ada rasa belas kasih sama sekali. Sekalipun di dalam kondisi duka meninggal dunia bukan karena Covid-19 yang divarialisasikan, dan beraturan yang sungguh memilukan tanpa ada batas kelenturan, termasuk standarisasi rasa kemanusiaan sekalipun.

Lantas, dalam kepiluan, lalu saya merasakan kepedihan dengan spontan berkata, bersabar mari kita doakan kakanda almarhum Abdul Hadi Djamal, semoga husnul khotimah, dan segera ketemu ayahandanya KH Djamaluddin di sisi Allah pada tempat yang terbaik. Insya Allah ...Aamiin aamiin aamiin

 

Pimpinan Diimpiankan

 

Apa yang menjadi pesan KH Djamaluddin Amien di atas, berkaitan erat tulisan kami yang dibagikan pada tautan Facebook dan WhatsApp group, tanggal 27 Juni 2021. Hal itu berlaku kental untuk pimpinan, baik buat pemimpin bersifat kenegaraan, maupun institusi pendidikan di semua tingkatan kadar level masing-masing, yakni juga mesti:

Lembutkan hati, lenturkan pikiran__

Berbicaralah dengan tegas juga padat penuh rasa cinta dalam hati, dan lemah lembut sehingga mudah diingat dan dilakukan__

“ ... Mengapa kamu memperkatakan apa yang kamu tidak melakukannya! (As Saff: 2)”

*... Amat besar kebenciannya di sisi Allah - kamu memperkatakan sesuatu yang kamu tidak melakukannya. (As Saff:3)__

 

Bagi orang beriman tentu meyakini esensi pesan ayat di atas ini.

Sekalipun, dalam betuk fotograf sertifikasi vaksinasi tetap bisu dalam bingkai album berkalam_

namun, ia tetap akan bercerita dengan kesan jejak kesaksiannya___penuh makna sebagai cerminan sejarah. Tiada dapat dipungkiri oleh siapanpun, __Sekalipun dalam kesenyapan tanpa sapaan.

..

Jejak cerminan sebagai karya pamong dalam memimpin, dan termasuk dalam berkarya, baik berupa bangunan negeri maupun karya buku atau artikel ilmiah lainnya.

Namun, _ pemimpin diimpikan bukan sekadar pemimpin pula, dan atau sama saja dengan esensi kehadiran buku menjadi karya ilmiah.

Bukan sekedar buku dari tumpukan google copy pastean_tetapi menjadi harkat diri penulis itu sendiri, terutama tentang kevalidan data tanpa plagianisme

 

Memplagianisme Pemimpin

 

Manakala esensi pemaknaan plagianisme karya ilmiah, yakni mengcopy paste karya orang lain tanpa mencantumkan pemikiran atau tulisan sumber asasnya, maka hal demikian diharamkan.

Dikarenakan karya ilmiah, adalah menjadi cermin keakuratan sebuah rakitan dinamai hasil sebuah karya sesorang mesti bercermin kevalidan data yang dapat dipertanggungjawakan secara ukuran akademis.

Namun, berbeda manakala esensi kevalidan untuk bercermin ini, bila mengcopy pastean menjadi cerminan yang disuritauladani, dapat dilakukan untuk mencontohi jejak pesan perilaku para nabi-nabi, walaupun hanya sedikit saja minimal 0,01 % sekalipun.

Walau, berangka secara kuatitatif kenihilan cerminannya, mungkin boleh saja menjadi tauladan sebagai diksi cermin sang pemimpin yang patut ditiru dan atau digugu. Manakala, ia yang selalu berlaku “bilmukminina raufurahim”, mempunyai belas kasih terhadap orang yang dipimpinnya.

Cerminan memplagianisme karakter kenabian dalam memimpin mungkin dibolehkan, namun dilakukan dengan keyakinan mendalam demi kemaslahatan tulus apa adanya karena Allah semata.

Di sini bukan berdasarkan logika menabikan diri sendiri, berdimensi kesurupan hendak menjadikan dirinya nabi sesudah nabi akhir zaman, tetapi mengikuti pesan-pesan kevalidan nabi yang dapat dicontoh, demi kebaikan bersama.

Mungkin wajar bila banyak pihak belum meyakini esensi kevalidan dan keampuhan vaksinilisasi untuk mencegah virus corona yang bervariasi sehingga muncul pro-kontra yang meragukannya.

Ini tidak boleh juga seenaknya dianggap melawan atau mengabaikan pesan peraturan pemerintah, sebagaimana pememeritah juga masih belum sepenuhnya telah melaksanakan amanah yang diembannya sesuai durasi janji-janjinya.

Muncul akan keraguan oleh publik selama ini, tentu mungkin sangat patut dihargai sebagai masukan yang sungguh berharga agar pemimpin negeri mengoreksi dirinya untuk terus bercermin pada amanah diembannya, ___yang mesti dilakukan dengan penuh tanpa kekakuan berlebihan. Tetapi terkadang aturan dilentur di lain pihak bila berkaitan cerminan pada dirinya dan kursi kekuasaan dipertahankan dengan matia-matian tanpa logis yang semestinya.

Sama halnya, mungkin dengan gonta ganti diberlakunnya PP, mulai aturan PSBB hingga lockdown, darurat PPKM, dan setelah ini apa lagi diksi namanya.

Tentu, publik boleh saja memaknai beragam dan atau dimulti-tafsirkan oleh orang lain tentang bentengan aturan menjadi wujud karya. Itu hal yang bersifat wajar, dan esensi kebebasan juga di dalam memaknai tanpa memahami arti yang sesungguhnya, menjadi soal biasa saja.

Tidak mesti dikerangkeng atau di-lockdown, seperti logika budaya ketakutan berlebihan, karena radiasi depresi oposan di era zaman lelangan ini__tiada perlu dinafikan akan kemasifannya.

Kerisauan ragam langgam dimulti_tafsirkan suatu hal biasa dan wajar saja tidak perlu kebakaran jenggot berlebihan karena kerikil minim literasi dipahami oleh pengemban amanah itu sendiri, mungkin kondisi belum bisa dicermin secara memadai pula.

Entahlah meskipun kondisi semakin tak berimbang antara kenyataan dan ilusi ramalan keburaman. Namun, terpaksa membaca musiman dengan keburaman yang makin mencekam dipentaskan, dan dipertontonkan.

Boleh saja publik membaca tampilan aturan bagaikan hujan berguntur menghajar alami, walaupun tiada mestinya terjadi saat ini. Dimensi akumulasi dalam prediksi ramalan cuaca, seperti ditanyangkan disetiap malam hari secara online pada dunia dalam berita, itu juga tidak selalu bersifat akurat mungkin saja timpang ditafsirkan.

Ketimpangan di dalam ketidakstabilan lakon diperankan dan juga bebal dipertontonkan oleh penguasa itu sendiri. Mungkin hal demikian, sesungguhnya tidak membawa dampak cerminan yang sehat walafiat, baik oleh pemimpin itu sendiri maupun publik secara menyeluruh.

 

Vaksin Bersertifikat Belas Kasih

 

Wajar publik atau kami meminta tolong bila pemerintah mau sehat wal afiat turun temurun, dan didoakan hingga husnul khotimah, baik dalam mengakhiri kepemimpinan, juga maut berakhiratan.

Maka, kejujuran menyadari kelemahan dirinya, itu mungkin lebih berarti dibandingkan rongsongan arogan yang mesti dipertahankan pula jejak bertitelan Fir'aunan__

Ini harapan tulus tanpa ada kepentingan politik apapun__

Bila kita mencintai negari dan rakyat ini, tolong tegakkan keadilan dan kejujuran tulus demi Indonesia kita cintai__

Semestinya, tidak terlalu kaku melabelkan dan memberlakukan sertifikat vaksinisasi berlebihan yang terkesan kurang elokan. Sekalipun menjadi aturan darurat PPKM saat ini _mestinya tidak terlalu kaku dan memaksakan kehendak sekalipun orang sedang berduka, bukan karena covid semata.

Termasuk, diberlakunnya sertifikasi vaksinasi menjadi salah satu syarat untuk naik pesawat domestik, dan sementara kantong keuangan pesawat pun dirundung kemalangan saat ini. Terutama, pesawat Garuda Indonesia yang sedang bersemedi dalam kehampaan yang dililit kredit utang sungguh melangit sekarang, mungkin makin tulang langgang  dirundung malang.

Saya sebagai bagian elemen rakyat jelata merasa kepedihan bila sertifikat vaksinalisasi hampa pamong belas kasih sekalipun. Walaulun, ini hanya sebuah harapan karena berdimensi kecintaan semata tanpa politikalisasi untuk kalkulasi mainan domino kesesatan.

Wallahu a’lam bissawab, wallahu a’lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama