“Takrif Aksara SA” Kuat di Idiom dan Penghayatan Kultural


 


PEDOMAN KARYA

Senin, 03 April 2023

 

Diskusi Puisi Andi Marliah:


 

“Takrif Aksara SA” Kuat di Idiom dan Penghayatan Kultural

  

 

Oleh: Mahrus Andis

(Sastrawan, Budayawan)

 

Kumpulan puisi berjudul “Takrif Aksara SA”, karya Andi Marliah, Kepala SMP 3 Muhammadiyah selesai didiskusikan. Kegiatan itu berlangsung, Sabtu, 01 April 2023, bertempat di Aula Perguruan Muhammadiyah, Jl Kapoposan, Bontoala, Makassar.

Buku setebal 52 halaman dan berisi 40 puisi itu, diterbitkan oleh Perkumpulan Rumah Seni Asnur, Depok: 2022.

Forum diskusi yang dirangkai dengan buka puasa tersebut meminta saya sebagai pembicara, ditemani Yudhistira Sukatanya (novelis) dan Muhammad Amir Jaya (cerpenis).

Pemandu acara, Maman Rahman Rumaday (penulis novel otobiografi), memandu acara ini dengan baik dan menarik atensi audiens untuk mengikuti diskusi hingga selesai.

Forum yang terbilang langka itu diminati peserta dari berbagai kalangan. Baik dari guru dan siswa, tokoh Muhammadiyah se-wilayah Bontoala, mahasiswa, dan peminat sastra di daerah ini.

Kesempatan pertama berbicara yaitu penulis buku Andi Marliah. Penyair kelahiran Ujungpandang (sekarang Makassar) 1969 ini menjelaskan bahwa apa yang dia toreh di buku itu benar-benar Ilham yang sangat berharga dari Tuhan.

Ketika menulis puisi berjudul “Bawakaraeng Takhsif Al Qadir”, menurutnya, ia merasa mengalami “trance” (suasana antara sadar dan tidak). Ia seakan berada di puncak gunung Bawakaraeng, padahal pengakuannya belum pernah melihat tempat tersebut.

Mengamati proses kreativitasnya, saya berpendapat bahwa Andi Marliah cukup kaya dengan idiom dan penghayatan kultural (budaya). Dia berhasil melakukan pendefinisian terhadap sebuah aksara dari struktur lontara' Bugis-Makassar.

Aksara atau huruf SA pada konteks analisis fonologis, oleh penyair, diberi aura “transcendental” yang menampung korelasi nilai-nilai ketuhanan dan kearifan leluhur Bugis-Makassar.

Hal itu saya temukan dengan mencoba menarik tiga unsur utama di dalam buku puisi dimaksud, yaitu takrif, filosofis-religius dan kode-kode kultural di wilayah masyarakat tertentu.

Di kalangan masyarakat Bugis dan Makassar, “balasuji” atau “walasuji” adalah suatu karya leluhur dari anyaman bambu yang berbentuk segi empat dan menampung nilai filosofis di setiap sudutnya.

Takrif aksara lontara' SA dalam beberapa puisi Andi Marliah, sangat akrab berbicara tentang hakikat kemanusiaan dan nilai religiusitas. Ini bersinergi dengan “balasuji” sebagai reproduksi takrifiah dari aksara SA yang berbentuk segi empat (appa sulapa atau sulapa eppa) tersebut.

Pada setiap sudut “balasuji” ada makna filosofis, yaitu : Acca (cerdas), Lempu (jujur), Warani (berani) dan getteng (istikamah). Menurut  Andi Marliah, takrif filosofis atas aksara SA adalah keseluruhan hidup manusia yang diliputi kesadaran Ilahiah dalam diri dan lingkungannya.

Prinsip Appa Sulapa, bagi Bugis-Makassar, dapat bermakna zikrullah yang menempati empat penjuru angin (Utara, Selatan, Barat dan Timur), empat unsur zat azali (tanah, air, angin dan api), bahkan  juga empat filosofi kepemimpinan rumah tangga yang dikenal dengan ungkapan  "Macca na malempu, warani na magetteng: cerdas dan jujur, berani dan teguh pendirian atau disebut istikamah".

Sisi lain yang dapat ditemukan pada bait-bait puisi itu adalah dimensi kode budaya (Literary Code) pada wilayah kultural tertentu.

Penyair memperdalam penelusurannya terhadap nilai-nilai kearifan lokal Bugis-Makassar, khususnya tentang “Kawali” atau “Badik” (baca: keris).

Filosofi Tiga Ujung (tellu cappa) yaitu ujung lidah, ujung kelamin dan ujung badik atau kawali, penting dipahami sebagai prinsip penegakan martabat “siri na pace” warisan leluhur.

Idiom-idiom budaya dalam buku puisi “Takrif Aksara SA” tersebut menjadi penting untuk dijejaki lebih jauh. Pewarisan nilai-nilai kearifan lokal Bugis-Makassar harus terus digencarkan di masyarakat.

Dan pemerintah, melalui dunia pendidikan, wajib menyiapkan kinerja yang baik untuk terwujudnya program literasi sastra  di semua level. Untuk segi ini, SMP 3 Muhammadiyah, Bontoala, telah membuka mata dunia di saat Kota Makassar memperingati Hari Budaya, 1 April 2023.

Diskusi yang memancing pertanyaan dari flour itu turut disemarakkan dengan hadirnya beberapa pemikir dan pegulat literasi di daerah ini, antara lain;

Dr Suradi Yasil, Dr Fadly Andi Natsif, Ahmadi Haruna, Rusdy Embas, Awing Mitos, Syahril Dg Nassa, Syarif Liwang, Andi Ruhban, serta para dedengkot dari Ikatan Penulis Muslim Indonesia Sulawesi Selatan.

 

Makassar, 2 April 2023


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama