------
Ahad, 16 Februari 2025
Program
Makan Bergizi Gratis di Ethiopia, Ghana, Norwegia dan Swedia
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Program
makan bergizi gratis bagi para siswa di sekolah telah dilakukan di banyak
negara, antara lain di Ethiopia, Ghana, Norwegia, dan Swedia. Namun pada
keempat negara tersebut, program makan bergizi gratis bagi para siswa di
sekolah mengalami banyak kendala dan tantangan.
Di Ethiopia, program makan bergizi gratis berhasil
menekan angka stunting dan meningkatkan angka partisipasi sekolah, namun,
tantangan utama yang dihadapi adalah keterbatasan infrastruktur dan distribusi
bahan pangan ke daerah-daerah terpencil.
Ghana juga menjadi contoh menarik, di mana
program makan gratis terbukti meningkatkan pertumbuhan fisik anak-anak,
terutama dalam hal tinggi badan. Namun, negara ini menghadapi tantangan dalam
hal mekanisme pembayaran kepada penyedia makanan, yang kerap mengalami
keterlambatan.
“Jika Indonesia ingin menerapkan kebijakan
ini secara nasional, maka mekanisme keuangan harus dirancang stabil agar tidak
terjadi kendala administrasi yang memperlambat implementasinya,” kata dosen
sosiologi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Hadisaputra.
Hal itu ia sampaikan saat tampil sebagai
pembicara pada acara Sosialisasi Program Makan Bergizi Gratis yang dilaksanakan
Badan Gizi Nasional (BGN) bersama Anggota DPR RI Ashabul Kahfi, di Van Sky
Cafe, Makassar, Sabtu, 15 Februari 2025.
Hadisaputra mengatakan, Norwegia
menawarkan pendekatan berbeda dengan menjadikan program Makan Bergizi Gratis sebagai
hak universal, di mana semua siswa mendapatkan makanan bergizi tanpa memandang
status ekonomi. Model ini efektif menghilangkan stigma sosial bagi siswa yang
menerima bantuan makanan.
“Program di Indonesia, seperti dijalankan
di Norwegia, berlaku untuk semua, tanpa memandang status sosial ekonomi” kata
Hadisaputra.
Pentingnya menghindari stigma tersebut,
kata Hadi, jangan sampai membuat Indonesia bisa mengalami kendala seperti di
Inggris.
“Di sana Makan Bergizi Gratis hanya
ditujukan untuk pelajar berstatus sosial ekonomi miskin, efeknya banyak siswa
yang tidak memanfaatkannya, karena menghindari stigma,” tambah Hadisaputra.
Di Swedia, program makan gratis telah
menjadi bagian dari sistem kesejahteraan sosial sejak 1946. Namun, tantangan
utama yang dihadapi adalah ekspektasi masyarakat terhadap kualitas makanan yang
diberikan di sekolah. Banyak yang menganggap makanan sekolah sebagai “makanan
kelas dua” dibandingkan makanan rumahan.
“Kualitas makanan harus dijaga, baik dari
segi gizi maupun cita rasa. Jika anak-anak tidak menyukainya, program ini bisa
kehilangan efektivitasnya,” kata Hadisaputra.
Para peserta sosialisasi, menyambut baik
inisiatif ini. Mereka berharap program ini dapat berjalan dengan efektif dan
merata. Anggota DPR RI Ashabul Kahfi menegaskan bahwa DPR RI akan terus
mengawal kebijakan ini agar berjalan dengan baik dan sesuai target.
Program Makan Bergizi Gratis dirancang
agar anak-anak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup, sehingga mampu
meningkatkan konsentrasi belajar dan mencegah putus sekolah.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap anak
Indonesia dapat mengakses makanan bergizi tanpa terkendala ekonomi. Ini bukan
hanya soal gizi, tetapi juga soal masa depan bangsa,” ujar Kahfi, seraya menambahkan
bahwa program ini bukan sekadar kebijakan sosial, melainkan strategi nasional
dalam upaya menekan angka stunting dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Pembicara lainnya, Muhammad Rizal, dari
Badan Gizi Nasional, menekankan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam
memastikan semua anak bangsa merasakan Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Jika sebelumnya pemerintah mengalokasikan
anggaran program ini sebesar Rp71 triliun, saat ini pemerintah kembali menambah
100 triliun untuk menyasar hingga lebih dari 80 juta penerima manfaat,” ungkap
Rizal.
Ia mendorong kolaborasi antara pemerintah,
dan masyarakat dalam memastikan keberhasilan program ini.
“Sinergi berbagai pihak sangat diperlukan agar program ini dapat berjalan berkelanjutan. Selain itu, pemanfaatan bahan pangan lokal akan turut mendorong kesejahteraan petani dan nelayan,” kata Rizal. (ima)