-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 11 Mei 2025
Agama dan
Kedunguan
Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Agama memang hadir untuk melenyapkan
logika akan kedunguan sehingga menjadi merdeka berpikir dan bertindak dengan
kecerdasan tinggi yang mencerahkan. Baik di dalam kelogisan bersifat
multidimensi apapun maupun pilihan hidup ber_fardhu kifayah/mencukupi tanpa
memaksakan kehendak kepada orang lain.
Esensi kelogisan demikian, menjadi
landasan utama keyakinan kepada Tuhan yang berakar pada nilai ke_rahmatan lil
alamin/berkah bagi seluruh alam.
Mungkin ini menjadi filosofis sehingga
frasa Agama tanpa ilmu pengetahuan dapat menyebabkan seseorang menjadi
fanatik buta dan tidak memiliki pedoman dalam menjalankan ajaran
agama. Sebaliknya, ilmu tanpa agama dapat menyebabkan seseorang kehilangan
arah dan moralitas. Keduanya perlu seimbang agar dapat membawa dampak
ke_rahmatan lil alamin-Nya.
Mungkin ini sehingga HR Al-Hafizh Ibnu
'Asakir menukilkan bahwa Rasulullah SAW bersabda yang berarti: “Barangsiapa
berfatwa (bicara agama) tanpa ilmu, maka, ia dilaknat oleh para malaikat di
langit dan di bumi.”
Manakala, Agama dimaknai / ditaksirin dengan
cara logika radikal kebekuan hingga merasa paling kompeten dalam bidangnya
doang. Bahkan seakan mau memonopoli kebenaran an sich, maka tentu menghadirkan
sirkulasi dangkalan beradius kedunguan yang justru merusak esensi keyakinan
beragama yang sesungguhnya. Bukan lagi, menjadikan agama sebagai logika
bernurani batin yang mencerahkan kepada akar yang berke_rahmatan lil
alamin-nya. Tetapi, dipaksakan dengan selera logika kebekuan, dan ini
yang dimaksudkan esensi dari sub goresan saya tertanggal 15 April 2025 di
Pedoman Karya.
Agama bukan sekadar kata-kata retorika
ecehan yang diorasikan, demi recehan 1 + 1 sama dengan 2 atau 3 -1 saja.
Tetapi, ia hadir berdata kesucian bila diucapkan akan menggentarkan hati
berlogika jiwa raga batin.
Tidak lain, esensinya yang berkesan
mencerahkan pikiran untuk tindakan nyata bermata batin dunia berhingga
akhiratan jadi permata “Nurun ala Nurin” Lillahi Ta'ala semata berkalam
berhingga Aku dalam Alif lam MimMu.
Manakala, keyakinan Agama telah bermata
batin demikian, maka tidak mesti terlalu berani memonopoli kebenaran, dan
apalagi menyalahin Tuhan atas kebutaan kita di dalam berlogika membaca kalam
Tuhan"
Bahkan, Albert Einstein yang tidak
beragama pun, mengakui akan esensi Tuhan yang bermisteri, namun ia dapat
memahaminya.
Albert Einstein dan Misteri Tuhan
Kemungkinan besar hadits Rasululah SAw
yang dinukilkan oleh HR Al-Hafizh Ibnu 'Asakir di atas, juga dibaca oleh Albert
Einstein (1921).
Sekalipun,
Albert Einstein tak beragama apapun, namun telah berani mengatakan bahwa
“sains tanpa agama itu lumpuh, agama tanpa sains itu buta”. Ia mengatakan
kepada William Hermanns dalam sebuah wawancara bahwa "Tuhan itu misteri.
Namun misteri yang dapat dipahami. Saya tidak memiliki apa pun kecuali rasa
kagum ketika saya mengamati hukum alam. Tidak ada hukum tanpa pembuat hukum,
tetapi bagaimana rupa pembuat hukum ini?
Lebih lanjut mengutip 100 tokoh dalam link
ugm.ac.id.[9/5/2025].
Di mana, Albert Einstein adalah seorang
fisikawan teoretis kelahiran Jerman yang dikenal karena teorinya tentang
relativitas, baik khusus maupun umum. Ia juga meraih Hadiah Nobel Fisika
pada tahun 1921 untuk penjelasannya tentang efek fotolistrik. Einstein lahir
pada tanggal 14 Maret 1879 dan meninggal pada tanggal 18 April 1955.
Albert Einstein dikenal karena banyak
penemuan ilmiah, yang paling terkenal adalah teori relativitas, rumus
E=mc², dan penemuan efek foto listrik. Teori relativitasnya, yang terdiri
dari relativitas khusus dan umum, merevolusi pemahaman tentang ruang, waktu,
gravitasi, dan alam semesta. Rumus E=mc² menjelaskan hubungan antara
energi dan massa, sementara penemuan efek foto listrik membuktikan bahwa cahaya
juga berperilaku seperti partikel.
Apalagi partikel cahaya Tuhan yang tak
tertandingi, sebagaimana ditafsirkan di dalam ayat 35 QS An Nur yang berarti:
“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit
dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti sebuah lubang yang tidak
tembus, di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca,
(dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di
timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis lapis),
Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki, dan
Allah membuat perumpamaan- perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.”
Perumpamaan hanya diperuntukan bagi
manusia yang berlogika cerdas tinggi sebagai khalifatullah / wakil atau menjadi
asisten utamanya di dalam mengelola bumi.
Khalifatullah atau Asisten
Jejak diksi asisten (kata sifat), muncul
pada pertengahan abad ke-15, berarti “bermanfaat, membantu”, dari bahasa Latin
assistentem (nominatif assistens), present participle dari assistere “bersiap,
membantu.” (lihat assist (v.))
Konsep Islam yang logis, adalah mesti
berpandangan bahwa manusia sebagai wakil Tuhan di bumi / khalifatullah fil'ardh.
Wakil Tuhan yang tugas utamanya adalah menjaga dan merawat kehidupan, termasuk
di dalamnya menjaga bumi tetap lestari.
Istilah “khalifah” dalam bahasa Arab
berarti “wakil” atau “pengganti”. Dalam konteks kekhalifahan, manusia
dianggap sebagai wakil Allah di bumi, bertanggung jawab atas pengelolaan dan
membantu/asisten untuk pemeliharaan alam semesta.
Sebagaimana, tafsiran QS Al Baqarah ayat
30 yang berarti_ "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Dimensi pesan Surat Al-Baqarah ayat 30,
adalah penjelasan Allah atas rencana-Nya menjadikan khalifah kepada
malaikat bermanfaat sebagai bentuk pengajaran musyawarah, pengagungan zat yang
akan diciptakan.
Tuhan menciptakan isi otak berwarasan agar
berlogika cemerlang sehingga lebih mantap merenungi kehidupan. Tentu, tidak
lain hanya untuk menjadi Khalifah fil ardhi atau asisten yang mantap sehingga
tak berkedunguan di dalam mengelola bumi_Nya
Mantap
Biar senyap juga kau lahap, bah Abu Lahab
terlalap api sedap pun, masih jua mantap meluapin bara api tanpa asap.
Dan tetap saja tegap beratap abracadabra
juga disantap dengan diksi bocoran tertancap.
Berdurusi teriakan berkoaran mantap jadi
domain bersalam bah bim salabim hingga karam dan lenyap dengan mantap hampa
salam dalam kedunguan berkalam!
Wallahu alam
