-----
Jumat, 02 Mei 2025
Mahrus Andis:
Pendidikan dan Budaya adalah Pilar Peradaban
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA).
Pendidikan tak sekadar rutinitas akademik. Pendidikan adalah fondasi utama
dalam membangun peradaban yang sehat secara lahir dan batin, cerdas dalam
pikiran dan perasaan, serta memiliki moral dan semangat kebangsaan yang kokoh.
“Dunia pendidikan sekarang harus dibenahi
agar benar-benar mampu menjalankan fungsinya,” kata sastrawan, budayawan, dan
kritikus sastra, Mahrus Andis.
Dalam bincang-bincang terkait
Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2025, Mahrus Andis yang telah lama
mengabdi sebagai birokrat mengatakan, generasi muda tak hanya butuh ilmu
pengetahuan, tapi juga pembentukan karakter dan jati diri melalui sentuhan
nilai-nilai kebudayaan.
Berkarier sebagai birokrat selama puluhan
tahun tak membuatnya jauh dari dunia seni dan budaya. Ia justru menjadikan
kedudukannya sebagai ruang pengabdian untuk menjaga nyala budaya daerah.
Pengalaman berharga dalam menyelaraskan
birokrasi dan kecintaan pada budaya telah ia jalani lewat pembinaan seni,
menjadi narasumber dalam forum-forum budaya, serta mendampingi peserta seni
budaya dalam berbagai event dari tingkat lokal hingga nasional.
Ketika menjabat sebagai Asisten
Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat di Kabupaten Bulukumba (2011–2016), ia
mendorong terwujudnya berbagai program pelestarian budaya.
Dalam ranah seni religius, ia
memfasilitasi keikutsertaan seniman lokal dalam Festival Maulid Nusantara yang
digelar rutin di sejumlah provinsi. Ia juga mendorong kegiatan seni bernuansa Islami
seperti lomba tilawatil Qur’an, kasidah, drama religius, kaligrafi, dan puisi
keagamaan, yang secara rutin dianggarkan dalam APBD.
Tak hanya itu, seni budaya umum pun
mendapat perhatian. Ia menginisiasi pembinaan musik turiolo, pelatihan menabuh
gendang, pementasan teater, tari dan puisi, bahkan turut mendukung pembangunan
gedung dan panggung kesenian.
Seluruh kegiatan tersebut dikoordinasikan
bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, melalui skema bantuan sosial atau
penganggaran rutin.
Mahrus mengatakan, pemerintah daerah punya
peran besar dalam memperkuat pendidikan budaya di sekolah dan komunitas. Hal
ini dimulai dari penguatan kelembagaan di sektor seni budaya.
“Rekrutmen pejabat harus tepat. Mereka
harus punya wawasan luas dan paham regulasi di bidang kebudayaan,” tegas pria
bernama asli Drs. H. Andi Mahrus Syarief, M.Si.
Selain itu, komunitas seni harus
difasilitasi lewat pendanaan yang cukup untuk workshop, festival, hingga lomba
seni. Ia juga mengusulkan pentingnya menjadikan seniman dan budayawan sebagai
mitra strategis dalam pembangunan, bukan sekadar pengisi acara seremonial.
“Dan jangan lupa, seniman-budayawan yang
berkontribusi seharusnya diberi penghargaan,” kata Mahrus yang sarjana sastra
alumni Fakultas Sastra dan Kebudayaan (sekarang Fakultas Ilmu Budaya),
Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Di tengah gempuran era digital, budaya
lokal menghadapi tantangan serius. Karena itu, ia menilai pendidikan harus
menjadi benteng yang kokoh. Tapi benteng itu butuh fondasi: gedung, alat seni,
ruang latihan, panggung pertunjukan, dan dukungan regulasi.
Kolaborasi antara lembaga pendidikan dan
pelaku seni-budaya, menurutnya, adalah kebutuhan zaman.
“Kita perlu terobosan kreatif. Misalnya,
kerja sama sekolah dengan seniman untuk mengadakan workshop seni bagi guru-guru
kesenian dan bahasa,” usul Mahrus.
Ia percaya bahwa melalui kerja sama ini,
apresiasi terhadap seni akan tumbuh sejak dini. Nilai-nilai budaya, katanya,
harus ditanamkan sejak masa kanak-kanak.
“Seni budaya mengandung pesan moral. Ia
menjadi referensi dalam membentuk akhlak dan karakter,” jelas Mahrus.
Anak-anak, menurutnya, memerlukan asupan
rohani yang bisa mereka temukan dalam seni—baik tradisional maupun modern.
Menjelang peringatan Hari Pendidikan
Nasional (Hardiknas), Mahrus Andis punya harapan besar agar peringatan tak
sekadar upacara dan lomba, tetapi juga diisi dengan kegiatan yang menggali
nilai-nilai budaya lokal.
Ia menyarankan seminar, diskusi budaya,
atau forum adat yang melibatkan para guru, siswa, ulama, cendekiawan, dan
budayawan.
“Dengan cara ini, proses pewarisan nilai
budaya kepada generasi muda bisa berjalan lebih bermakna,” kata Mahrus.
Dalam dirinya, pendidikan dan budaya bukan
dua jalur yang terpisah, melainkan dua jalan yang saling menyokong menuju
peradaban yang bermartabat. Pendidikan dan budaya adalah pilar peradaban. (asnawin aminuddin)
