-----
PEDOMAN KARYA
Jumat, 02 Mei 2025
Yudhistira
Sukatanya: Suara Budaya di Tengah Peringatan Hardiknas
Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan
Nasional (Hardiknas) Tahun 2025, kami berbincang dengan salah satu tokoh
penting di dunia kebudayaan dan penyiaran, Yudhistira Sukatanya. Lelaki yang
memiliki nama asli Edi Thamrin ini adalah pensiunan ASN di Radio Republik
Indonesia (RRI), sekaligus dikenal luas sebagai seniman dan budayawan yang
konsisten merawat tradisi dan menyuarakan pentingnya pendidikan berbasis nilai
budaya.
Berikut petikan wawancara wartawan Pedoman
Karya, Asnawin Aminuddin, dengan Yudhistiwa Sukatanya:
Tanya: Bagaimana pengalaman Anda di RRI
membentuk kesadaran akan pentingnya pendidikan dan pelestarian budaya?
Yudhistira Sukatanya: Sejak awal, tugas
utama Radio Republik Indonesia (RRI) adalah menjadi penyedia konten siaran yang
bervariasi dan dibutuhkan oleh masyarakat, meliputi berita, informasi, hiburan,
pendidikan, dan budaya.
Setiap program siaran selalu mengacu pada
lima konten utama tersebut. Konten pendidikan dan informasi biasanya disiarkan
melalui Programa I, sementara konten budaya disiarkan lewat Programa IV. Inilah
strategi siaran yang secara nyata mementingkan pendidikan dan kebudayaan
nasional.
Tanya: Menurut Anda, seberapa besar
peran media, khususnya radio, dalam mendidik masyarakat dan menyebarluaskan
nilai-nilai budaya?
Yudhistira Sukatanya: Di era konvergensi
media seperti sekarang, radio tidak lagi berdiri sendiri sebagai media tunggal
di satu frekuensi, melainkan telah memanfaatkan berbagai platform lain seperti
siaran streaming (RRI Digital), video (RRI Net), dan podcast.
Semua itu dilakukan untuk mensinergikan
potensi penyiaran dalam menyampaikan pesan-pesan yang dibutuhkan publik. Dalam
konteks ini, RRI berperan besar sebagai jalur utama penyampai konten yang
terjamin kebenarannya, bebas dari berita bohong (fake news).
Tanya: Apakah program-program budaya
RRI di masa lalu masih relevan untuk diterapkan saat ini?
Yudhistira Sukatanya: Program budaya RRI
dahulu menyimpan arsip pengetahuan dan pemahaman budaya dari para budayawan
maupun masyarakat umum. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tetap relevan
lintas zaman. Yang berubah hanyalah kemasannya—yang kini terus bertransformasi
mengikuti perkembangan teknologi dan dinamika sosial.
Tanya: Bagaimana pendidikan formal bisa
bersinergi dengan media massa untuk menguatkan kebudayaan lokal?
Yudhistira Sukatanya: Pendidikan formal
sangat perlu bersinergi dengan media massa—baik penyiaran maupun media
lain—untuk menguatkan proses penyampaian dan transformasi pengetahuan secara
komprehensif. Media bisa membuat ilmu dan nilai budaya lebih mudah didengar,
dilihat, bahkan dialami langsung oleh peserta didik.
Tanya: Di tengah derasnya arus hiburan
digital, apa yang masih bisa ditawarkan radio sebagai media edukasi dan budaya?
Yudhistira Sukatanya: Radio memiliki
keunggulan sebagai media dengar. Cukup dengan satu indera—telinga—pendengar
bisa menikmati siarannya sambil tetap melakukan aktivitas lain.
Kini, dengan berbagai keunggulan platform
seperti RRI Digital dan aplikasi RRI Play, radio tetap relevan dan bahkan
menjadi pilihan utama dalam menyajikan konten edukatif dan budaya di era
digital.
Tanya: Apa pesan Anda kepada generasi
muda agar tetap mencintai dan melestarikan bahasa daerah, sastra lisan, dan
seni tradisi?
Yudhistira Sukatanya: Saya berharap
generasi muda tetap mencintai dan menjadi garda terdepan pelestarian bahasa
daerah, sastra lisan, dan seni tradisi. Karena merekalah penyambung
keberlanjutan dan kemajuan kebudayaan. Bahasa, sastra, dan tradisi lokal adalah
sumber nilai luhur yang penting dalam pembentukan karakter bangsa yang khas dan
unggul.
Tanya: Apakah Anda masih terlibat dalam
kegiatan seni atau komunitas budaya setelah pensiun?
Yudhistira Sukatanya: Setelah pensiun,
saya kembali aktif di berbagai komunitas seni, budaya, sastra, dan literasi.
Kegiatan ini saya jalani sebagai bentuk pengabdian dan upaya menjaga wacana
kebudayaan agar tidak tergerus oleh intervensi budaya luar.
Tanya: Apa pesan Anda dalam rangka Hari
Pendidikan Nasional agar budaya dan pendidikan berjalan seiring membangun
bangsa?
Yudhistira Sukatanya: Pesan saya, dalam
momen Hari Pendidikan Nasional ini, mari kita jangan pernah melupakan atau
menyepelekan peran budaya dan pendidikan. Keduanya merupakan elemen utama yang
harus terus dikawal agar tetap berjalan seiring dalam membentuk karakter dan
jati diri bangsa.
Profil Singkat
Nama Asli: Eddy Thamrin
Nama Seni: Yudhistira Sukatanya
Profesi: Pensiunan ASN RRI, Seniman,
Budayawan
Aktivitas: Aktif di komunitas budaya,
sastra, dan literasi setelah pensiun dari RRI. Dikenal sebagai penggerak
kegiatan kebudayaan berbasis kearifan lokal serta pelestari tradisi lisan dan
sastra daerah.
Kiprah Seni & Budaya:
-- Salah satu pendiri Sanggar Merah Putih di Makassar pada tahun 1978
-- Aktif menulis sejak masa sekolah menengah atas (SMTA)
-- Karyanya meliputi puisi, cerpen, novel, esai, kritik sastra, dan artikel budaya
-- Fokus pada penulisan catatan pertunjukan, catatan kebudayaan—khususnya seni tradisi—serta penulisan biografi dan penyuntingan buku
Penghargaan:
-- Celebes Award Sulawesi Selatan (2002)
-- Penggerak Literasi Sulawesi Selatan (2018)
-- Kabar Makassar Award kategori Budayawan (2020)
Karya-karya Penting:
-- Laras-Laras (Prosa Liris, 1979)
-- Di Bawah Kepak Sayap Garuda, Kapal-Kapal (1990)
-- Karaeng Galesong dan Putri We Tenriola Taddampali (1990)
-- Nubuat dari Sebuah Nusa (1992)
-- Ruang Tanpa Batas (1994)
-- Panglima Ballaparang (Kumpulan cerpen, 2010)
-- Dongeng dari Dua Negeri (bersama Asmad Riady Lamallongeng, 2015)
-- Noni, Societeit de Harmonie (Novel, 2018)
-- Surat-Surat dari Sel Maut (Novel Biografi Robert Wolter Mongisidi, 2020)
