![]() |
| Suatu saat, pada usia Muhammad 12 tahun, Abu Thalib berniat pergi berdagang ke Syam untuk mencari nafkah. “Ajaklah aku, paman!” pinta Muhammad. |
-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 17 Juni 2025
Kisah Nabi Muhammad SAW (16):
Muhammad Minta
Ikut Kafilah Dagang ke Syam
Penulis: Abu Hasan Ali An-Nadwi
Hati Muhammad kecil merasa pengap dengan
kehidupan di Mekah. Setiap hari, dilihatnya anak-anak fakir miskin seusianya
bekerja bersama-sama dengan bertelanjang tanpa rasa malu.
Muhammad juga melihat setiap malam pintu
rumah orang-orang kaya tertutup rapat. Di dalam, mereka berpesta-pora,
menyaksikan para penari, dan bermabuk-mabukan sampai pagi sambil dijaga oleh
para budak. Padahal, di tempat lain, ia melihat orang-orang berjuang mencari
rezeki antara hidup dan mati.
Muhammad sering sekali melintas di depan
gubuk-gubuk reyot dan rumah-rumah kumuh. Pintu-pintu mereka juga tertutup
rapat, tetapi di dalamnya tinggal orang-orang yang hidup menderita.
Orang-orang itu jika tidak memiki bahan
makanan, besok atau lusa terpaksa menggadaikan anak gadis, istri atau ibunya
untuk dikumpulkan menjadi budak para saudagar demi melepaskan diri dari lilitan
hutang.
Di depan gubuk-gubuk itu, Muhammad melihat
para pemuda berkumpul. Pikiran mereka dipenuhi impian tentang datangnya
mukjizat yang akan mampu membebaskan Mekah dari kebiadaban. Para pemuda itu
berkumpul mengelilingi seorang laki-laki yang bercerita tentang legenda-legenda
indah orang-orang terdahulu yang berjuang melawan raja yang sewenang-wenang.
Suatu saat, pada usia Muhammad 12 tahun,
Abu Thalib berniat pergi berdagang ke Syam untuk mencari nafkah.
“Ajaklah aku, paman!” pinta Muhammad.
“Tetapi, perjalanan padang pasir begitu
sulit dan jauh! Aku tidak tega mengajak anak sekecilmu menempuh kesulitan
sedemikian berat!” jawab Abu Thalib.
Saat itu, hanya Abu Thalib tempat Muhammad
berlindung. Ia merasa amat kesepian jika harus menghadapi kehidupan Mekah
seorang diri, tanpa ada paman di sampingnya.
“Kepada siapakah paman akan meninggalkan
aku seorang diri apabila paman pergi nanti?” tanya Muhammad begitu mengiba.
Abu Thalib sangat terharu,
“Demi Allah, aku pasti membawanya pergi.
Ia tidak boleh berpisah denganku dan aku tidak boleh berpisah dengannya
selama-lamanya,” kata Abu Thalib dalam hati.
Lihb Si Peramal
Orang-orang Quraisy sering mendatangi Lihb
dengan membawa anak-anaknya untuk diramal. Suatu hari, Lihb melihat Muhammad.
“Kemarilah, hai anak muda!” serunya.
Namun, Abu Thalib segera menyembunyikan
Muhammad dan membawanya pergi hingga Lihb berteriak-teriak,
“Celakalah kalian, bawa ke sini anak muda
yang aku lihat tadi! Demi Allah, anak ini akan menjadi orang besar di kemudian
hari!” kata Lihb.
Jamuan Buhaira
Berangkatlah rombongan kafilah Quraisy
menuju ke Negeri Syam. Ketika tiba di Busra, mereka melewati rumah ibadah
seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira. Ia adalah pendeta yang pandai. Di
rumah ibadahnya, selalu ada pendeta dan umat Nasrani yang menuntut ilmu kepada
Buhaira.
Biasanya, Buhaira tidak pernah menggubris
rombongan Quraisy yang setiap tahun melintas di tempat itu. Namun, kali ini ada
yang berubah pada diri Buhaira. Ketika rombongan Quraisy, termasuk Abu Thalib
dan Muhammad, singgah di dekat rumah ibadahnya, Buhaira memerintahkan para
pembantunya untuk membuat masakan yang banyak.
Buhaira berbuat begitu karena dari jendela
rumah ibadahnya, ia melihat hal yang aneh pada rombongan Quraisy. Ada awan
kecil yang bergerak pelan mengikuti ke mana pun kafilah pergi. Ada sesuatu atau
seorang di dalam kafilah yang dilindungi awan itu dari terik matahari.
Buhaira bergegas mendatangi kafilah yang
tengah beristirahat di bawah pepohonan rindang dan berkata, “Hai orang-orang
Quraisy, sungguh aku telah membuat makanan untuk kalian. Aku ingin kalian
semua, anak kecil, orang dewasa, budak, dan orang merdeka, singgah di rumahku.”
Salah seorang Quraisy bertanya, “Demi
Allah, hai Buhaira, alangkah istimewanya apa yang engkau perbuat kepada kami
hari ini. Padahal, kami sering melewati tempatmu ini. Apa yang sebenarnya
terjadi padamu?”
“Engkau benar,” jawab Buhaira, lalu ia
melanjutkan, “Dulu aku memang seperti yang engkau katakan. Namun, kalian,
semuanya, adalah tamuku kali ini dan aku ingin menjamu kalian. Aku telah
membuat makanan dan kalian semuanya harus ikut makan.”
Dengan senang hati, rombongan Quraisy pun masuk ke rumah Buhaira untuk memenuhi undangannya. Hanya saja, Muhammad tidak ikut karena ia masih kecil. Ia ditugaskan menjaga perbekalan kafilah. (bersambung)
......
Kisah sebelumnya:
