PEDOMAN KARYA
Kamis, 05 Juni 2025
Rajjal bin
Unfuwah, Zaid bin Khattab, dan Abu Hurairah
Rajjal bin Unfuwah
Rajjal bin Unfuwah bin Nihsyal al-Hanafi
al-Bakri (bahasa Arab: الرجال بن عنفوة بن نهشل الحنفي البكري; wafat di Yamamah,
11 H (632)) adalah seorang yang berasal dari suku Bani Hanifah dari kabilah
Bani Bakr bin Wa'il di Yamamah. Rajjal adalah lakabnya dan namanya adalah
Nahhar bin Unfuwah. Ia termasuk orang yang murtad dari Islam dan mengikuti
Musailamah al-Kazzab serta berperang bersamanya melawan kaum muslim dalam
Perang Yamamah atau Perang Hadiqah hingga terbunuh di sana. Rajjal adalah salah
satu sahabat Musailamah al-Kazzab yang paling menonjol. Ibnu Katsir ad-Dimasyqi
berkata: "Musailamah al-Kazzab menunjuk Rajjal bin Unfuwah untuk memimpin
sayap kiri pasukannya dalam Perang Hadiqah."[1] Ibnul Atsir al-Jazari
berkata: "Rajjal bin Unfuwah terbunuh dalam Perang Yamamah di tangan Zaid
bin Khattab.[2]
Silsilah
Silsilahnya adalah Rajjal bin Unfuwah bin
Nihsyal al-Hanafi al-Bakri dari suku Bani Hanifah bin Lajim bin Sha'ab bin Ali
bin Bakr bin Wa'il.[3]
----
Kakak kandung Umar bin Khaththab, Sang
Rajawali Perang Yamamah
PADA suatu hari Nabi ﷺ duduk dikelilingi
sejumlah sahabatnya. Selagi pembicaraan berlangsung, tiba-tiba Rasulullah ﷺ
terdiam sejenak, kemudian beliau menghadapkan bicaranya kepada semua yang ada
di sekelilingnya dengan ucapan:
“Sesungguhnya di antara kalian ada
seorang laki-laki yang gerahamnya di dalam Neraka, lebih besar dari Gunung
Uhud!”
Karuan saja semua yang hadir dalam majelis
itu diliputi ketakutan dan kecemasan akan timbulnya fitnah dalam agama kelak.
Masing-masing mereka merasa kecut dan takut, kalau-kalau ia yang akan menerima
nasib seperti diramalkan Rasulullah itu.
Tetapi semua, mereka yang mendengar
pembicaraan waktu itu, kehidupannya telah berakhir dengan kebaikan, mereka
meninggal sebagai syuhada di jalan Allah. Yang masih hidup hanyalah Abu
Hurairah dan Rajjal bin `Unfuwah.
Tentu saja Abu Hurairah merasa seluruh
persendiannya gemetar dan hatinya diliputi ketakutan, kalau-kalau ramalan Nabi
itu menimpa dirinya. Matanya tak mau terpejam ditidurkan, dan belum tenang rasa
cemasnya, sampai takdir menyingkapkan tabir orang yang bernasib celaka itu.
Rajjal ternyata memang seorang yang licik.
Dulu, ia menghadap sendiri kepada Rasulullah, lalu berbai’at dan masuk Islam.
Setelah itu kembalilah ia kepada kaumnya. Ia tak pernah datang lagi ke
Madinnah, kecuali sesudah Rasul wafat dan terpilihnya Abu Bakar ash-Shidiq
menjadi khalifah kaum Muslimin.
Kepada Abu Bakar telah disampaikan berita
tentang keadaan penduduk Yamamah dan bergabungnya mereka dengan menang. Lalu
ditinggalkannya Islam, dan bergabung ke dalam barisan Musailamah yang bermurah
hati kepadanya dan mengobral janji-janji.
Pembelotan Rajjal jauh lebih berbahaya
ketimbang Musailamah sendiri. Sebab, ia dapat menyalahgunakan keislamannya yang
lalu, dan masa-masa hidupnya bersama Rasul di Madinah. Apalagi ia cukup banyak
hafal al-Qur’an. Begitupun dikirimnya ia sebagai utusan oleh Abu Bakar,
Khalifah kaum muslimin. Dan benar, semua itu di salahgunakan Rajjal secara keji
untuk memperkuat kekuasaan Musailamah dan mengukuhkan kenabian palsunya.
Dengan sungguh-sungguh ia pergi
menyebarluaskan kepada orang banyak, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ
berkata yang maksudnya: bahwa beliau menjadikan Musailamah bib Habib sebagai
serikatnya dalam perkara itu. Sekarang, karena Rasul telah wafat, maka orang
yang paling berhak membawa bendera kenabian dan wahyu sesudahnya ialah
Musailamah!
Jumlah orang-orang yang bergabung kepada
Musailamah semakin bertambah banyak, disebabkan kebohongan-kebohongan Rajjal.
Dan berita kebohongan Rajjal itu sampai ke Madinah. Kemarahan orang-orang Islam
menjadi berkobar karena tindakan si murtad itu, yang akan menyesatkan manusia
sebegitu jauh.
Orang Islam yang paling murka dan terbakar
kemarahannya untuk menjumpai Rajjal, ialah seorang sahabat yang mulia, yang
cemerlang namanya dalam buku-buku riwayat dan sejarah dengan nama tersayang
Zaid ibnul Khatthab.
Siapakah dia? Ia adalah saudara dari Umar
ibnul Khaththab. Saudaranya yang tua, dan lebih dahulu masuk Islam.
Zaid adalah seorang pahlawan kenamaan. Ia
bekerja secara diam-diam. Kediamannya itu memancarkan permata kepahlawanannya.
Keimanan Zaid kepada Allah dan Rasul-Nya
sangat kokoh. Ia tidak pernah ketinggalan dari Rasulullah ﷺ dalam setiap
kejadian penting maupun peperangan. Di setiap pertempuran niatnya telah
dipatrikan menang atau syahid!
Pada Perang Uhud, sewaktu pertempuran
memuncak antara orang-orang musyrik dan orang-orang mukmin, Zaid bin Khaththab
menebas dan memukul musuh dengan semangat yang tinggi.
Pada saat itu terlihat oleh adiknya, Umar
bin Khaththab, baju yang dikenakan Zaid terlepas ke bawah, hingga ia berada
dalam kedudukan yang mudah dijangkau oleh musuh. Maka berserulah Umar, “Hai
Zaid, ambil lekas baju besiku, pakailah untuk berperang…!” Dijawab oleh Zaid
“Aku juga menginginkan syahid, sebagaimana yang kau inginkan hai Umar!” Dan ia
terus bertempur tanpa baju besi secara mati-matian dengan keberanian yang luar
biasa.
Dengan semangat Perang Uhud itu pula Zaid
ingin menghabisi Rajjal. Dalam pandangan Zaid, Rajjal bukan saja seorang yang
murtad, bahkan lebih dari itu, ia juga seorang pembohong, munafik dan pemecah
belah.
Rajjal murtad karena mengharapkan
keuntungan duniawi. Dan Zaid, dalam hal kebenciannya pada kemunafikan dan
kebohongan serupa benar dengan saudaranya, Umar!
Tak ada yang lebih membangkitkan kejijikan
dan mengobarkan kemarahannya, selain kemunafikan dan kebohongan dengan tujuan
hina dan maksud yang rendah. Untuk tujuan-tujuan yang rendah itulah, Rajjal
memainkan peranan berbuat dosa, menyebabkan bertambahnya jumlah golongan yang
bergabung dengan Musailamah secara menyolok. Dan dengan ini sebenarnya ia
menyeret sebagian besar orang-orang kepada kematian dan kebinasaan dengan
menemui ajal mereka di medan perang murtad kelak.
Mula-mula disesatkannya mereka, kemudian
dibinasakannya! Tujuannya tidak lain untuk menggapai ambisi dan ketamakan
tercela yang telah mempengaruhi dirinya dan dibangkitkan oleh hawa nafsunya.
Maka Zaid mempersiapkan dirinya untuk
menyempurnakan keimanan dengan menumpas bahaya fitnah ini. Bukan hanya terhadap
pribadi Musailamah, malah lebih-lebih lagi terhadap seorang yang lebih
berbahaya daripadanya dan lebih berat dosanya, yaitu Rajjal bin `Unfuwah.
Saat pertempuran Yamamah dimulai, bermula
dengan keadaan suram dan amat mengkhawatirkan. Khalid bin Walid menghimpun bala
tentara Islam, lalu dibagi-baginya tugas untuk menempati beberapa kedudukan dan
diserahkannya panji-panji kepada seseorang. Pilihan pemegang panji jatuh kepada
Zaid bin Khaththab.
Bani Hanifah, pengikut Musailamah,
berperang dengan berani dan mati-matian. Pada mulanya neraca pertempuran berat
kepada pihak musuh, dan telah banyak di antara kaum muslimin yang gugur menemui
syahid. Zaid melihat gejala turunnya mental dan gairah tempur merasuki hati
sebagian kaum muslimin. Ia lalu mendaki sebuah tempat ketinggian dan berseru
kepada teman-temannya:
“Wahai saudara-saudaraku… tabahkanlah
hati kalian, gempur musuh, serang mereka habis-habisan. Demi Allah, aku tidak
akan bicara lagi sebelum mereka dibinasakan Allah atau aku menemui-Nya, dan
menyampaikan alasan-alasanku kepada hadirat-Nya!” kemudian ia turun dari tempat
ketinggian itu dengan menggertakkan gerahamnya sambil mengatupkan kedua
bibirnya tanpa menggerakkan lidahnya untuk tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Ia memusatkan serangannya ke arah Rajjal.
Diterobosnya barisan muruh seperti panah lepas dari busurnya, terus mencari
Rajjal sampai kelihatan olehnya bayangan orang buruannya itu. Sekarang ia maju
lagi menerjang ke kiri dan ke kanan.
Dan setiap bayangan orang buruannya itu
ditelan gelombang manusia yang bertempur, Zaid berusaha mengejar dan
mendekatinya lalu menghantamkan pedangnya. Tetapi gelombang manusia yang sangat
hebat, menelan Rajjal sekali lagi, diikuti terus oleh Zaid yang menyusup di
belakangnya agar manusia bedebah itu tidak luput dari tangannya. Dan akhirnya
ia dapat membunuh orang yang penuh dengan kepalsuan dan kebohongan serta
pengkhianatan itu.
Dengan tewasnya si pembuat kebohongan itu,
mulailah berjatuhan pula tokoh-tokoh yang lain. Cemas dan takut menjalari
Musailamah sendiri, begitupun Muhkam bin Thufail serta seluruh bala tentara
Musailamah! Terbunuhnya Rajjal telah tersebar luas di kalangan mereka tak ubah
bagai api berkobar ditiup angin kencang.
Sebenarnya, Musailamah telah memberikan
janji-janji yang muluk-muluk dengan kemenangan mutlak kepada para pengikutnya.
Bersama bersama Rajjal bin `Unfuwah dan Muhkam bin Thufail, setelah kemenangan
itu, ia akan membawa mereka ke masa depan gemilang dengan menebarkan agama dan
membina kerajaan mereka.
Demikianlah Zaid inbul Khathtab telah
menyebabkan kehancuran mutlak barisan Musailamah, si Nabi paslu itu. Adapun orang-orang Islam sendiri begitu
berita tewasnya Rajjal dan kawan-kawannya tersebar di antara mereka, maka tekad
dan semangat mereka membesar seperti gunung, bahkan korban-korban yang luka
bangkit lagi dengan pedangnya tanpa memperdulikan luka mereka.
Keberhasilan itu menambah rasa syukur Zaid
kepada Allah swt. Ia menengadahkan tangannya kelangit, kiranya dirinya menemui
syahid di medan peperangan yang lain.
Maka benarlah. Pada saat perang Yamamah
berkecamuk, ia berjuang sangat keras, membunuh musuh sebanyak-banyaknya.
Gerakan tubuhnya lincah memutar dan melompat bagai seekor burung Rajawali.
Kaum Muslimin berhasil mengalahkan musuh.
Dan dalam peperangan ini Allah menentukan syahid untuk jiwa yang mulia Zaid bin
Khaththab, untuk beristirahat dengan tenang bersama para pahlawan Islam lain
yang lebih dahulu menghadap Ilahi.
Saat para pasukan perang Yamamah memasuki
ke kota Madinah, disambut oleh Umar bin Khaththab dan khalifah Abu Bakar. Saat
berita duka syahidnya Zaid disampaikan oleh seseorang, Umar berkata, “Rahmat
Allah bagi Zaid. Ia mendahuluiku dengan dua kebaikan. Ia masuk Islam lebih
dahulu dan ia syahid juga lebih dahulu.” (dikutip dari Majalah Hidayatullah,
November 2000)
-----
Jangan Sampai Menjadi Seperti Ar-Rajjal
Bin Unfuwah
SIAPAKAH Ar-Rajjal bin Unfuwah? Ar-Rajjal
bin Unfuwah pada awalnya adalah sahabat Nabi, dia mengetahui ilmu ad-Dien.
Ath-Thabari menyebutkan ceritanya dalam
kitab “Tarikh”-nya, dia berkata, “As-Sarri menuliskan surat kepadaku dari
Syu’aib, dari Sa’if, dari Thalhah bin A’lam, dari Ubaid bin Umair, dari Utsal
Al-Hanafi –dia bersama Tsumamah bin Utsal-, dia berkata, Musailamah merayu dan
merangkul setiap orang; dia tidak peduli dengan orang yang melihatnya berbuat
jelek, dan bersamanya Ar-Rajjal bin Unfuwah.
Dia (Ar-Rajjal bin Unfuwah) telah
berhijrah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, membaca Al-Quran dan
memahami dien. Maka, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya sebagai
pengajar penduduk Yamamah, supaya mereka menentang Musailamah dan bersikap
keras terhadap urusan umat Islam.”
Jadi pada awalnya, Ar-Rajjal bin Unfuwah
mendapat tugas untuk mengajar penduduk Yamamah akan sesatnya Musailamah,
menentang Musailamah dan menggagalkan usaha Musailamah untuk diakui menjadi
nabi disamping Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akan tetapi, di tengah jalan, Ar-Rajjal
bin Unfuwah terpengaruh dan lalai dari tugasnya. Malah sebaliknya, dia menjadi
pembela eksitensi Musailamah Al Kadzab sebagai nabi palsu.
Saef bin Umar meriwayatkan dari Thulaihah
dari Ikrimah dari Abu Hurairah dia berkata, “Suatu hari aku duduk di sisi
Rasulullah bersama sekelompok orang, di tengah kami hadir Ar-Rajjal bin
Anfawah. Nabi bersabda,
“Sesungguhnya di antara kalian ada
seseorang yang gigi gerahamnya di neraka lebih besar dari Gunung Uhud.”
Kemudian aku (Abu Hurairah) perhatikan
bahwa seluruh yang dulu hadir telah wafat, dan yang tinggal hanya aku dan
Ar-Rajjal. Aku sangat takut menjadi orang yang disebutkan oleh Nabi tersebut
hingga akhirnya Ar-Rajjal keluar mengikuti Musailimah dan membenarkan
kenabiannya. Sesungguhnya fitnah Ar-Rajjal lebih besar daripada fitnah yang
ditimbulkan oleh Musailimah.” Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari
gurunya, dari Abu Hurairah ra.
(Lihat Ibnu Katsir, Al-Bidayah
wan-Nihayah, dalam bahasan nabi palsu Musailimah Al-Kadzdzab)
Perkataan Abu Hurairah yang mengatakan
bahwa fitnah Ar-Rajjal bin Unfuwah lebih besar daripada Musailamah disebabkan
akibat yang ditimbulkannya sangat besar. Karena sejak Ar-Rajjal bin Unfuwah
membela Musailamah Al Kadzab, pengikut nabi palsu ini semakin yakin kepada
Musailamah dan semakin bertambah jumlahnya. Maka disinilah fitnah
terbesarnya.[]
----
Kemarahan Kaum Muslimin kepada Ar-Rajjal
bin Unfuwah
PADA suatu hari Nabi SAW duduk dikelilingi
sejumlah orang-orang Islam. Selagi pembicaraan berlangsung, tiba-tiba Nabi
terdiam sejenak, kemudian beliau menghadapkan bicaranya kepada semua yang ada
di sekelilingnya dengan ucapan,
“Sesungguhnya di antara kalian ada
seorang laki-laki, gerahamnya di dalam neraka, lebih besar dari gunung Uhud…!”
Maka jiwa khianat Ar-Rajjal bin Unfuwah
membisikkannya agar mulai hari itu, ia menyeberang saja ke pihak gerombolan
“Al-Kaddzab” si pembohong itu yang disangkanya akan jaya dan menang, lalu
ditinggalkannya Islam, dan bergabung ke dalam barisan Musailamah yang bermurah
hati kepadanya dengan mengobral janji-janji.
Jumlah orang-orang yang bergabung kepada
Musailamah semakin bertambah banyak, disebabkan kebohongan-kebohongan Ar-Rajjal
bin Unfuwah ini, dan karena penyalahgunaan keislaman dan hubungannya dengan
Rasulullah di masa silam. Sebelumnya Rajjal merupakan sahabat nabi yang
ditunjuk untuk mengajarkan Alquran. Namun di kemudian hari dia murtad dan
membela Musailamah.
Berita kebohongan Rajjal ini sampai ke
Madinah. Kemarahan orang-orang Islam menjadi berkobar karena tindakan si murtad
ini, yang akan menyesatkan manusia sampai sebegitu jauh, dan yang dengan
kesesatan itu akan memperluas daerah peperangan, yang mau tak mau harus
diterjuni Kaum Muslimin.
Maka orang Islam yang paling murka dan
terbakar kemarahannya untuk menjumpai Rajjal.
Dia adalah seorang shahabat yang mulia,
yang cemerlang namanya dalam buku-buku riwayat dan sejarah dengan nama
tersayang Zaid ibnul Khatthab.
Di saat perang Uhud, sewaktu pertempuran
sedang menjadi-jadi antara orang-orang musyrik dan orang-orang Mu’min, Zaid
bin Khatthab menebas dan memukul. Ia terlihat oleh adiknya Umar bin Khatthab
sewaktu baju besinya terlepas ke bawah,
Hingga ia berada dalam kedudukan yang
mudah dijangkau musuh, maka seru Umar, “Hai Zaid, ambil lekas baju besiku,
pakailah untuk berperang…!”
Dijawab oleh Zaid, “Aku juga menginginkan
syahid, sebagaimana yang kau inginkan hai Umar!” Dan ia terus bertempur tanpa
baju besi secara mati-matian dan dengan keberanian yang luar biasa.
Telah kita katakan bahwa Zaid dengan
semangat berkobar-kobar ingin sekali mendapatkan Rajjal, dengan maksud untuk
menghabisi nyawanya yang keji itu dengan tangannya sendiri. Sampai akhirnya ia
syahid di medan pertempuran.
Ia memusatkan serangannya ke arah Rajjal.
Diterobosnya barisan-barisan seperti panah lepas dari busurnya, terus mencari
Rajjal sampai kelihatan olehnya bayangan orang buruannya itu. Sekarang ia maju
lagi menerjang ke kiri dan ke kanan. Dan setiap bayangan orang buruannya itu
ditelan gelombang manusia yang bertempur.
Zaid berusaha mengejar dan mendekatinya
lalu menghantamkan pedangnya. Tetapi gelombang manusia yang sangat hebat,
menelan Rajjal sekali lagi, diikuti terus oleh Zaid yang menyusup di
belakangnya agar manusia bedebah itu tidak luput dari tangannya. Dan akhirnya
ia dapat memegang batang lehernya dan menebaskan pedangnya ke kepalanya yang
penuh dengan kepalsuan dan kebohongan serta pengkhianatan itu.
Dengan tewasnya si pembuat kebohongan ini,
mulailah berjatuhan pula tokoh-tokoh yang lain. Rasa cemas dan takut menjalari
Musailamah sendiri, begitu pun Muhkam bin Thufail serta seluruh balatentara
Musailamah. Terbunuhnya Rajjal telah tersebar luas di kalangan mereka tak ubah
bagai api yang berkobar ditiup angin kencang.
Sumber: Karasteristik Perihidup 60 Sahabat
Rasulullah/ Penulis: Khalid Muh. Khalid/ Penerbit: Cv. Diponegoro Bandung
-----
Pertempuran Yamamah
Pertempuran Yamamah (bahasa Arab: معركة اليمامة)
adalah pertempuran yang terjadi pada 11 H / Desember 632 M di Jazirah Arab pada
wilayah Yamamah (sebelah selatan kota Riyadh) antara Khalifah Abu Bakar melawan
Musailamah al-Kazzab (al-Kadzab) yang mengaku sebagai nabi.[1]
Latar Belakang
Setelah meninggalnya Nabi Muhammad banyak
suku-suku Arab yang kemudian kembali murtad dan melawan terhadap Kekhalifahan
Islam di Madinah. Khalifah Abu Bakar mengkordinasikan 11 korps pasukan untuk
menumpas pemberontak. Abu Bakar menugaskan Ikrimah bin Abu Jahal untuk memimpin
salah satu korps. Ikrimah bin Abu Jahal ditugaskan untuk menumpas Musailamah
al-Kazzab, tetapi tidak bertemu dalam sebuah pertempuran. Kemudian Khalifah Abu
Bakar menugaskan Khalid bin Walid untuk menumpas Musailamah al-Kazzab, setelah
ia berhasil menumpas pemberontak di tempat lain. Tugas Ikrimah dalam
pertempuran ini adalah untuk memastikan Musailamah al-Kazzab tetap di Yamamah
hingga Khalid bin Walid datang untuk memimpin pasukan menumpas Musailamah
al-Kazzab.[1]
Serangan kedua pasukan Muslim
Setelah kedatangan Khalid bin Walid,
pasukan Muslim kemudian maju kearah Yamamah (sekarang berada di sebelah selatan
kota Riyadh, ibukota Arab Saudi) untuk menumpas Musailamah al-Kazzab.
Pertempuran ini, pasukan Muslim dan pasukan Musailamah berjalan dengan seimbang
dalam waktu cukup lama. Khalid bin Walid bersama Syurahbil, kemudian berusaha
untuk menarik Musailamah masuk dalam pertempuran untuk menumpas Musailamah
dengan maksud untuk menghancurkan moral para pemberontak. Banyak pasukan muslim
terbunuh dalam pertempuran ini, sehingga Khalid menyusun ulang formasi
tempurnya berdasarkan kesukuan lalu membakar semangat suku / kelompok
masing-masing.[1][2] “Tunjukkan kelebihan sukumu masing-masing!”
Khalid bin Walid kemudian maju ke garis
depan pertempuran untuk menantang duel dengan para pemimpin pemberontak
termasuk Musailamah. Ajakan duel ini disetujui dengan Khalid bin Walid berduel
dengan pemimpin pemberontak. Satu per satu pemimpin pemberontak berhasil
dikalahkan Khalid bin Walid hingga ia berhasil berduel dengan Musailamah
al-Kazzab, tetapi Musailamah al-Kazzab berhasil melarikan diri bersama dengan
pasukannya ke dalam benteng.[1]
Akhir pertempuran
Musailamah al-Kadzab berserta 7.000
pasukannya kemudian mundur ke benteng pertahanannya. Pasukan Muslim tetap maju
untuk menumpas Musailamah hingga ke benteng pertahanannya dan berhasil menjebol
pertahanan pasukan Musailamah setelah sahabat Barra bin Malik meloncat sendiri
masuk ke benteng musuh dan membuka gerbang dari dalam sehingga tubuhnya penuh
luka dari pedang dan tombak musuh.[3]
Akhirnya Musailamah dan pasukannya
berusaha mempertahankan diri dengan terus melawan. Pada akhirnya Musailamah
dapat dibunuh
dengan pedang Abdullah bin Zaid bin Ashim,
Abu Dujanah dan bersamaan ditombak oleh Wahsyi. Seluruh pasukan Musailamah
dapat dikalahkan dalam pertempuran ini.[1][3]
Pertempuran Yamamah mengorbankan lebih 70
sahabat penghafal al-Quran, sehingga Abu Bakar mempersiapkan penghafal Quran
baru dan memisahkan (berbagi tugas sesuai kemampuan) pejuang muslim agar tidak
turun berperang semua. Saudara Umar bin Khathab yaitu Zaid bin Khathab ikut
terbunuh (syahid dalam Islam) dalam pertempuran ini.[1]
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Rajjal_bin_Unfuwah
https://hidayatullah.com/kajian/sejarah/2020/12/28/198302/kakak-kandung-umar-bin-khaththab-sang-rajawali-perang-yamamah.html
https://www.islampos.com/jangan-sampai-menjadi-ar-rajjal-bin-unfuwah-54411/#google_vignette
https://www.islampos.com/kemarahan-kaum-muslimin-kepada-ar-rajjal-bin-unfuwah-204586/
https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Yamamah