-----
Rabu, 23 Juli 2025
Capres dan Caleg
DPR RI Harus Berijazah S3
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Calon
Presiden (Capres) RI dan Calon Legislator (Caleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
RI diusulkan harus berijazah S3 (doktor), sedangkan Calon Gubernur (Cagub) dan
Caleg DPRD Provinsi harus berijazah S2 (magister), dan Calon Bupati / Walikota
serta Caleg DPRD Kabupaten / Kota harus berijazah S1 (sarjana).
“Calon juga harus bersih dari kasus
korupsi, memiliki pemahaman yang kuat tentang ilmu sosial-politik, dan wajib
mengikuti pelatihan pemerintahan jika berasal dari latar belakang ilmu
non-sosial politik,” tegas Guru Besar Ilmu Politik Universitas Hasanuddin
(Unhas), Prof Armin Arsyad.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi
pembicara pada Focus Group Discussion (FGD) bertema “Masukan Akademisi untuk
Revisi Regulasi Pemilu di Indonesia” yang diadakan Program Studi Ilmu Politik
Unhas, di Kampus Fisip Unhas, Tamalanrea, Makassar, Selasa, 22 Juli 2025.
“Partai politik semestinya membuka ruang
konvensi dan menjaring aspirasi publik sebelum mengusung calon,” tambah Armin.
Pembicara lainnya, Prof Gustiana A. Kambo yang
juga Guru Besar Ilmu Politik Unhas, menyoroti pentingnya reformasi dalam
rekrutmen penyelenggara Pemilu.
“Anggota KPU dan Bawaslu harus direkrut
secara profesional dan bebas dari intervensi partai politik, dan Anggota KPU
sebaiknya memiliki latar belakang ilmu politik agar mampu memahami mekanisme
kepemiluan secara mendalam,” kata Gustiana.
Pada kesempatan yang sama, pakar politik
Unhas, Dr Andi Ali Armunanto, mengusulkan agar regulasi Pemilu mendatang harus
mulai mengatur secara tegas penggunaan media sosial dan kecerdasan buatan (AI)
dalam kampanye.
“Kampanye digital saat ini rawan
dimanipulasi oleh teknologi. Dan jika tidak diawasi, akan merusak kualitas
demokrasi,” kata Ali Armunanto.
Masukan penting juga datang dari mantan
Komisioner KPU Makassar, Endang Sari, yang menyoroti potensi ketimpangan akibat
pemisahan jadwal pemilu nasional dan lokal.
“Harus ada regulasi yang mengatur
kemungkinan perpanjangan masa jabatan anggota legislatif jika Pemilu dipisah,
karena mereka bisa menjabat lebih dari lima tahun,” kata Endang, seraya
menambahkan perlunya memperjelas definisi kampanye dalam undang-undang yang
masih kabur dan rawan disalahgunakan.
Forum ini menjadi wadah diskusi kritis
untuk menghimpun masukan dari kalangan akademisi, mahasiswa, dan mitra
kebijakan dalam merespons rencana revisi Undang-Undang Pemilu.
Diskusi yang dimoderatori oleh Haryanto SIP
MSi dihadiri dosen-dosen Fisip Unhas, perwakilan The Asia Foundation, serta
mahasiswa dari jenjang S1, S2, dan S3 Ilmu Politik Unhas.
Hasil FGD ini akan dibacakan dalam Workshop Nasional bertajuk “Mewujudkan Pemilu
yang Adil dan Representatif: Masukan Publik untuk Regulasi Pemilu di Indonesia”
pada Selasa, 29 Juli 2025. Workshop tersebut akan menghadirkan Wakil Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia. (kia)
