![]() |
| Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyatakan bahwa “peristiwa pemerkosaan massal pada 1998 hanya rumor” sehingga menuai polemik dan kekhawatiran yang berkesan meragukan keabsahannya. |
------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 09 Juli 2025
Pemerkosaan Rumor
Fadli Zon
Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Awalnya, saya tak tertarik menggores
mengenai hal ini, dikarenakan selintas melihat di YouTube yang dibagi dengan
masif oleh anggota facebook.
Tentang durasi kebeletan dalam perdebatan
antara DPR dengan Menbud Fadli Zon, masalah penulisan buku sejarah Indonesia.
Bahkan, sebagian goresan ini sempat tertunda berhari-hari, dikarenakan
kesibukan lain yang lebih berarti.
Di samping, menelusuri kembali penggalan
goresan puisi yang dibaca saat bermulanya reformasi, tidak lain guna menghangatkan
kembali sehingga menjadi kepingan data goresan.
Menelusuri data mengenai tapak sejarah
Indonesia merupakan cara logis untuk memahami dasar dari akar perjalanan
bangsa. Melalui situs-situs ragam file bersejarah menjadi nadi durasi akan
peristiwa penting, dan tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berperan ketika
itu.
Melalui goresan peristiwa tersebut,
sehingga generasi bangsa kini dan akan dapat belajar banyak tentang identitas,
nilai-nilai, dan perjuangan bangsanya di masa lalu.
Jejak masa lalu untuk dapat dicerminkan
menjadi pijakan, baik untuk mengoreksi diri maupun mungkin dijadikan
perbandingan guna mendesain masa akan datang sehingga tidak terjadi lagi jejak
diksi yang berpolemik hingga berkerutan.
Kini, sedang terjadi polemik penulisan
buku sejarah Indonesia, dan hanya mengacu pada perdebatan dan kontroversi
terkait revisi diksi “mohon maaf” atas ucapan Fadli Zon / Menbud. Di mana,
diksi Menbud Fadli Zon yang menyatakan bahwa “peristiwa pemerkosaan massal pada
1998 hanya rumor” sehingga menuai polemik dan kekhawatiran yang berkesan
meragukan keabsahannya.
Polemik ini, tentu wajar saja muncul
dikarenakan adanya rasa kekhawatiran bahwa penulisan ulang tersebut, mungkin
bisa disalahgunakan untuk kepentingan politik atau untuk mengaburkan fakta
sejarah yang sebenarnya yang terjadi.
Banyak pihak yang khawatir bahwa
penyusunan sejarah, manakala terburu-buru dan tidak transparan, serta di bawah
kendali rezim yang berkuasa, dapat menghasilkan sejarah yang tidak akurat atau
bias.
Ada kebiasan rasa kekhawatiran bahwa
narasi baru dalam buku sejarah akan menghilangkan atau meminimalkan peristiwa
penting, terutama yang berkaitan dengan pelanggaran HAM atau konflik yang
terjadi di masa lalu yang mesti dikenang.
Jejak Aku pun Terkepung
Kenangan masa yang telah berlalu, di era
jelang membaranya reformasi, 21 Mei 1998, terutama, sepekan sebelum terjadinya
meletusnya bara reformasi, tanggal 12 hingga 15 Mei 1998.
Ketika itu, lebih kurang sepekan
meledaknya kerusahan Mei 1998. saya juga membaca puisi di halaman Taman Ismail
Marzuki (TIM) bersama para penyair nasional, dan termasuk mereka yang konon
katanya diculik hingga hari ini, belum tahu nasibnya entah di mana nisan
berkuburan.
Saat itu, kebetulan saya membacakan diksi
puisi spontan ‘Aku hanya takut hanya kepada Allah, selain itu tidak ! dan yang
berhak memimpinku juga hanya Allah.’
Sepekan sebelumnya, saya juga membaca
puisi bersama para tokoh penggerak reformasi di halaman Gedung Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, Menteng Raya 62 Jakarta Pusat mesti jadi kenangan.
Kenangan itu, berbuah sehingga Tahun
1997_1998, lahirlah dua buku kumpulan puisi, itu atas kebaikan hati seorang ibu
angkatku yang sungguh dermawan; _PROF. DR. Hj. Bainar (almarhumah). Beliau
orang Padang yang polos dan sangat baik nan tulus hati.
Terlepas dari kebaikan tersebut, kembali
pada puncak pada jejak membaranya awal reformasi 13 Mei 1998, saya juga
dikepung oleh ribuan masa penjarah yang bringasan di ruko ibu angkatku, jadi
kediamannku. Padahal saya paginya, di kampus tempat mengajar didaulat untuk
membacakan puisi.
Setelah pulang ke ruko tempat tinggal saat
itu, jelang sore hari. Tiba-tiba, terdengar gemuruh dari masa jarahan
berhamburan dari segala arah, dan saya tengok dari atas ruko ke arah masa
hingga saya diteriakin orang China.
Kemudian, saya turun dari ruko. Massa
berjuber bah lautan manusia. Entah dari mana berdatangan. Semua pemilik ruko
sudah pada kabur karena ketakutan luar biasa. Sisa saya masih dengan tenang di
depan ruko berhadapan masa ribuan para penjarah yang garang.
Ada lagi menyalakan koreknya untuk
membakar ruko Indomaret sebelah dan yang selang satu ruko dari tempat saya
tinggal, namun saya tegur _ hei ... jangan dibakar, lalu mereka berhenti karena
ada komandan lapangan di hadapan saya ikut berkode turut melarangnya.
Sementara ruko bersebelahan tembok tempat
saya tinggal adalah restoran milik orang China sekaligus menjadi tempat
tinggalnya yang dihuni orang tuanya beserta anak-anaknya.
Ketika itu, anak-anak orang China masih
gadis berumur belia. Para penjarah mau menabrak dengan balok kayu besar, entah
dari mana mereka ambil. Saya larang jangan itu milik “Haji Pribumi” dan
akhirnya mereka tak jadi membobolnya.
Sekalipun, orang China, saya tahu bukan
beragama Islam tetapi beragama dari asalnya. Namun, saya dengan spontan saja
mengatakan itu, karena khawatir bila mereka bobol dan masuk ke restoran
dimaksud, maka entah bernasib apa anak gadis orang China tersebut.
Kesepontanan ucapan saya yang mengatakan
orang China, bahwa itu milik Haji Pribumi, biar Tuhan menilainya, tentu
terpaksa saya “berbohong tanpa berniat sebelumnya, tetapi untuk menolong sesama
manusia yang tak berdosa. Dan akhirnya deretan ruko di tempat tinggal aman dari
pembakaran, namun tidak lepas dari jarahan, termasuk milikku di lantai empat,
sekalipun di pintu kamarku, terpasang foto Bung Karno / Presiden pertama
Indonesia.
Menyelamatkan deretan ruko dari pembakaran
dan pembobolan, namun dijarah isi kamar sendiri di lantai empat. Penjarah
loncat melalui atap kawat ruko orang Padang tetangga sebelah. Mungkin,
dikarenakan kehabisan barang di Indomaret bersebelahan tempat tinggal saya,
sehingga barangku ludes dijarah pula.
Tepatnya sore hari rabu 13 Mei 1998.
Syukur ijazah disisain dan dikeluarin dari koper_ si penjarah, masih ada
sisakan pikiran jernihnya_ disela gulita otak isi jeroannya.
Sementara di deretan ruko di blok dekat
pasar sumber arta sudah membara hingga jadi arang. Pagi hari Kamis 14 Mei
banyak sisa dari kepingan bagian tubuh para penjarah juga terbakar jadi arang.
Bahkan paginya, remukan sisa bagian tubuh
penjarah yang jadi arang tersebut, ditendang-tendang oleh anak anak warga
sekitarnya bah bola mainan pula.
Mainin Berhingga Remukan
Silakan mainkan saja terus pemantik dengan
cantik atau borok. Tentu, semua pada akhirnya dengan otomatis akan dipetik_
bahkan hasilnya juga melebihi yang kini sedang dirasa remukan. Sekalipun,
mungkin diksi tersebut, tak sepadan dengan pesan QS Al Isra :7 yang berarti:
“Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu
berbuat baik bagi dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, (kerugian dari
kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.”
Namun, semua akan terbukti menohok, baik
di dunia maupun berakhiratan hingga detik berdetak ledakan jantungan
bersalaman.
Jadi, goresan ini dikesankan guna
bersalaman agar lebih elok untuk berjejak sehingga tidak terjadi polemik yang
berkecamuk berlebihan, tentang penulisan buku sejarah Indonesia dimaksudkan.
Termasuk, muara caruk-maruk yang berkontroversi hanya kepada revisi diksi “permohon
maaf” atas ucapan Fadli Zon berumor pemerkosaan.
Maka, mungkin alangkah eloknya, penulisan
buku sejarah tersebut, ditawarkan saja kepada publik untuk menulisnya, dan atau
dijadikan semacam perlombaan menulis buku sejarah Indonesia sehingga hasilnya
beragam menjadi sumber data literaturnya.
Dan hasilnya, mungkin akan bisa diramu untuk menjadi data kajian yang valid _ tanpa lagi berkecamukan remukan. Hal demikian, dilakukan sehingga tidak hanya dikesankan sebagai mainan politis yang menjadi budaya proyekalisasi remukan yang mesti masif dikedepankan.
Mungkin, secuil diksi harapan ini, semoga
menjadi cerminan bijak yang logis sehingga tidak berkesan tentang tapak jejak
sejarah Bangsa Indonesia yang bermartabat luhur ini. Kesan demikian, justru
akan terkesan bias dan dibiarkan terus untuk diperkosa dan diremukkan dengan
permainan yang berlumuran rumoran saja nan kelam. _Wallahu'alam.
