----
PEDOMAN KARYA
Senin, 04 Agustus 2025
Antik
Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Esensi diksi Antik, memang selalu mengacu
pada benda-benda yang kuno atau berusia tua dan memiliki nilai sejarah, seni,
atau estetika yang tinggi, sehingga seringkali menjadi objek koleksi. Namun,
diksi antik tidak selamanya hanya merujuk pada usia tua, tetapi juga pada nilai
dan kualitas benda tersebut yang membuatnya istimewa dan bernilai fenomenal
tinggi.
Selain dari pemahaman umum yang telah
terekam dalam memori publik, namun ia boleh digoreskan dengan bebas dalam wujud
prosais berupa orang atau barang antik yang bersimbolik pula. Sebagaimana
goresan diksi berikut ini.
Barang antik tentu anti pecah juga peloran
dan tahan banting tingkat tinggi, konon yang tampak oleh mereka yang bermata
jeli berbatin dengan nurani bening berjingga lillahi secara tulen.
Sekalipun, terkesan tampak recehan secara
kasat mata oleh para ampas ceboan yang berotak isi jeroan dunguan (Sabtu 19:04,
2 Agustus 2025).
Tentu, berkasat mata ceboan yang hanya
tampak berjangka seputar lubang klosetan sehingga tak akan mempan, dan
kelakuanya hanya melumuri diri beserta kelopaknya saja. Berlandaskan pada
logika yang berkadar isi jeroannya sehingga berkelepotan sehingga mereka jadi
penghuni kuburan!
Iblis Menghuni WC & Kuburan
Hunian atau tempat tinggal Iblis,
sebagaimana di dalam penggalan tulisan yang dibagi oleh Endro Yuwanto
(Republika Online, 2017) yang bertopik: “Berhati-hatilah Saat Masuk Toilet,
karena ...”
Ada Iblis atau Setan, sebagaimana
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa iblis ingin memiliki tempat tinggal, seperti
Adam as yang tinggal di bumi. “Ya Allah, Adam dan keturunannya Engkau beri
tempat tinggal di bumi, maka berilah pula aku tempat tinggal,” kata iblis.
Allah SWT berfirman; “Tempat tinggalmu
adalah WC (kamar mandi atau jamban).” (HR Bukhari)
Kemudian. Al Hakim (1/187) dan selainnya
bahwa Rasulullah SAW bersabda yang berarti “Sesungguhnya tempat-tempat buang
hajat ini dihadiri (oleh para setan), maka jika salah seorang dari kalian
hendak masuk kamar mandi (WC), ucapkanlah “Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepadamu dari setan laki-laki dan setan perempuan.”
Mungkin doa tersebut, tentu berbeda dengan
masuk tempat perkuburan, sebagaimana yang disebutkan di dalam Majmu Fatawa
(19/41), ketika berbicara tentang tempat-tempat jin: “Pada pekuburan itu
terdapat sarana menuju kesyirikan, sebagaimana pekuburan juga menjadi tempat
mangkalnya para syaitan.”
Para syaitan menuntut orang yang hendak
menjadi tukang sihir untuk selalu tinggal di pekuburan. Dan disanalah syaitan
turun mendatanginya dan tukang sihir itu bolak-balik ke tempat ini. Para
syaitan menuntutnya untuk memakan sebagian orang-orang mati.
Memakan daging orang mati, tentu bukan
yang fenomenal sebagai barang antik mesti dilestarikan, namun mesti dimusnahkan
yang masih berlogika ampas ceboan demikian.
Manakala, telah diketahui mengenai esensi
dari barang antik yang bukan sembarangan dimaknai dengan mengotak-atiknya,
kenapa mesti dilakukan juga. Apalagi, kalian hanya bermodalkan denyutan isi
otak berampas ceboan saja diketahuinya.
Kalian Telah Ketahui
Kalau telah diketahui barang antik bukan
dari rongsongan ampas ceboan bah cerminan kalian berklosetan nan sesatan.
Kenapa, kalian juga berani terlalu
songongan untuk kibarin sembarangan di dalam menyelundupin teriakan sayembara
yang bersifat kedunguan luar biasa liarnya.
Kini, telah tiba saatnya bendera setengah
tiang dikibarin. Itu semua, tidak lain dikarenakan atas songongan dalam
kedunguan kalian yang berlebihan. Bahkan, denyutan pusaran lampu kuning telah
berkunang kunang sebagai pertanda akan segera terbenam berufukan kelam
berhingga kuburan,_ senjata telah memakan tuannya!
Dan rasakan resikonya, akibat dari ulahmu jua yang mesti dinikmati bertelanjangan dunia hingga berakhiratan hampa ampunan. Bukan mungkin bah ungkapan “daun yang jatuh tertulis di Lauhul Mahfudz” sebagaimana QS Al-Hadid ayat 22 yang berarti;
Apapun “... yang menimpa di bumi dan
(tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab Lauhul
Mahfuzh...”
Lauhul Mahfudz adalah sebuah kitab yang
berisi catatan seluruh takdir dan kejadian yang akan terjadi di alam
semesta.
Diksi Lauhul Mahfudz berasal dari bahasa
Arab, Lauh / tempat untuk menulis dan Mahfudz / terpelihara, secara harfiah
dapat diartikan sebagai kitab yang terjaga dan segala sesuatu yang tertulis di
dalamnya tidak akan berubah atau sangat antik tidak dapat otak-atik.
Sama halnya dengan pemaknaan dari diksi antik tak mungkin diubah esensi bendanya hingga kiamatan pun terjadi. Apalagi oleh manusia yang hanya bermodalkan isi otak ampas ceboan, itu sama dengan angan kosong di dalam keantikan isi otak ampasannya. Dan mungkin hingga akan berantikan bara api kuburan kelam._Wallahu a’lam.
