Bonus Demografi Menuju Indonesia Emas atau Indonesia Cemas

Bonus demografi adalah modal besar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan komposisi penduduk usia produktif yang dominan, Indonesia seharusnya memiliki tenaga kerja melimpah untuk menopang industri, perdagangan, pertambangan maupun sektor lainnya. (ist)

 

----

PEDOMAN KARYA

Rabu, 27 Agustus 2025


OPINI:

 

Bonus Demografi Menuju Indonesia Emas atau Indonesia Cemas

 

Oleh: Usman Lonta

 

Rocky Gerung sering melontarkan kritik tajam terhadap kaum optimis yang tidak dilandasi dengan kerangka pikir, dengan ungkapan bahwa kalian optimis yang irrasional, sementara saya adalah orang yang pesimis rasional.

Sebenarnya ungkapan ini bukan ungkapan pilihan ganda. Pilihan-pilihan diksi tersebut adalah pilihan yang bersifat kontekstual. Dalam hal bonus demografi, Indonesia saat ini sedang berada di persimpangan sejarah.

Para ahli demografi menyebut periode ini sebagai momentum bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia produktif jauh lebih besar dibandingkan usia non-produktif. Secara teoritis, inilah masa emas yang hanya terjadi sekali dalam sejarah suatu bangsa.

Jika dikelola dengan baik, bonus demografi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, memperkuat daya saing, dan mempercepat kesejahteraan rakyat. Namun, sejarah juga mencatat, bonus demografi bukanlah jaminan keberhasilan. Ia bisa menjadi berkah, tetapi juga bisa berubah menjadi bencana sosial, terutama bila generasi mudanya miskin literasi.

Bonus demografi adalah modal besar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan komposisi penduduk usia produktif yang dominan, Indonesia seharusnya memiliki tenaga kerja melimpah untuk menopang industri, perdagangan, pertambangan maupun sektor lainnya.

Lebih dari itu, generasi muda bisa menjadi agen perubahan yang menghadirkan inovasi, teknologi baru, serta gagasan segar dalam pembangunan bangsa. Namun, modal demografi tidak akan berarti apa-apa bila tidak dilengkapi dengan kualitas sumber daya manusia.

Dunia kerja hari ini tidak lagi hanya menuntut tenaga, melainkan juga keterampilan, kreativitas, dan kecakapan digital. Dengan kata lain, yang menentukan bukan sekadar jumlah, tetapi kualitas.

Di sinilah tantangan besar bangsa ini, karena literasi kita masih rendah. Literasi tidak sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi mencakup keterampilan berpikir kritis, literasi numerasi, literasi digital, literasi sains, literasi politik, literasi demokrasi hingga literasi finansial. Tanpa itu semua, generasi muda akan sulit bersaing dalam era globalisasi dan revolusi industri 4.0.

Fakta di lapangan menunjukkan masih banyak pelajar Indonesia yang belum mencapai standar minimal literasi. Berbagai hasil survei internasional seperti PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2022, menempatkan Indonesia pada peringkat 70 dari 80 negara.

Peringkat tersebut masih tergolong rendah dalam hal literasi membaca, matematika, dan sains. Selain hasil survei tersebut, kita juga dapat menyaksikan dalam keseharian kita bahwa volume membaca WA jauh lebih tinggi daripada membaca buku.

Pemanfaatan sosial media juga acapkali disalahgunakan oleh generasi muda yang diklaim sebagai bonus demografi. Facebook, misalnya, sejatinya digunakan untuk menularkan pikiran, namun lebih banyak digunakan untuk menyebarkan menu makanan, perjalanan, temu alumni dan semacamnya.

Dalam tulisan bayangan di Facebook: “Apa yang Anda pikirkan?”, namun yang mendominasi status tersebut adalah apa yang Anda makan, atau apa yang Anda lakukan. Kondisi ini merupakan alarm yang sangat serius. Bagaimana mungkin bonus demografi memberi memberi harapan berupa emas, bila fondasi literasinya rapuh?

Jika generasi muda yang jumlahnya besar itu miskin literasi, maka potensi bonus demografi justru bisa berubah menjadi kutukan demografi.

Sebagai renungan penutup, bonus demografi adalah peluang sekali seumur hidup. Jika dikelola dengan benar, ia bisa menjadi jalan menuju Indonesia Emas 2045. Namun, bila diabaikan, ia justru bisa menghasilkan generasi cemas yang menganggur, frustrasi, dan menjadi beban sosial.

Membangun literasi adalah membangun masa depan. Dengan literasi, generasi muda tidak hanya siap bekerja, tetapi juga siap menjadi warga negara yang kritis, kreatif, dan berdaya saing. Tanpa itu, bonus demografi hanya akan tercatat dalam buku sejarah sebagai peluang emas yang berujung pada kecemasan. Wallahu a’lam bishshwab.

 

Sungguminasa, 27 Agustus 2025

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama