Islam, Moksa Mas Dhanu

Tingkat ketataan yang Lillahi secara tulus dan tulen menjadi wujud ketakwaan sesungguhnya sehingga membedakan derajat kemanusiaan berinsan kamil dengan barisan yang asfala safilin. Termasuk, indikasi Mas Dhanu tentang bersatunya raja-raja Nusantara yang moksa untuk menghadapi akhir zaman / dukhon. Mungkin saja berindikasikan pada asumsi yang boleh saja berbeda pendapat, berdasarkan arus kadar logika yang biasanya diyakini dalam ke_aflah ajaran Islam sesungguhnya.
 
 

------

PEDOMAN KARYA

Ahad, 10 Agustus 2025

 

Islam, Moksa Mas Dhanu

 

Oleh: Maman A. Majid Binfas

(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)

 

Moksa merupakan istilah agama Hindu yang merujuk pada kebebasan spiritual tertinggi, yaitu pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian (samsara) dan keterikatan duniawi, sehingga jiwa (Atman) dapat bersatu dengan Brahman (Tuhan). Dalam konteks ini, moksa seringkali diartikan sebagai kebahagiaan abadi atau pembebasan dari penderitaan. 

Meskipun, memiliki tujuan yang sama (kebebasan), moksa lebih umum dalam Hinduisme, sedangkan nirwana lebih umum dalam Buddhisme. Nirwana dalam Buddhisme juga merujuk pada pembebasan dari penderitaan dan siklus kelahiran kembali, tetapi dengan fokus pada pemahaman yang lebih mendalam tentang kekosongan (sunyata). 

Namun, agama Islam, tidak ada konsep moksa dalam pengertian Hindu, yaitu pembebasan total dari siklus kelahiran dan kematian untuk bersatu dengan Brahman. Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia ini adalah fana dan kehidupan akhirat adalah tujuan akhir, yang dicapai melalui ketaatan pada ajaran Allah dan Rasul-Nya. 

Tingkat ketataan yang Lillahi secara tulus dan tulen menjadi wujud ketakwaan sesungguhnya sehingga membedakan derajat kemanusiaan berinsan kamil dengan barisan yang asfala safilin.

Termasuk, indikasi Mas Dhanu tentang bersatunya raja-raja Nusantara yang moksa untuk menghadapi akhir zaman / dukhon. Mungkin saja berindikasikan pada asumsi yang boleh saja berbeda pendapat, berdasarkan arus kadar logika yang biasanya diyakini dalam ke_aflah ajaran Islam sesungguhnya.

 

Sholat Aflah Isra Mi'raj

 

Sekalipun, esensi moksa tidak dikenal dan berlaku di dalam keyakinan Islam, seperti perkenalkan oleh Mas Dhanu yang viral YouTube.

Namun, keheningan dan kebeningan di dalam melaksanakan ibadah sholat di setiap waktu dengan wirid tingkat tinggi pun telah dilakukan oleh para ulama bertingkat waliullah pun melaksanakan sholat dengan khusuk sebagai aflah al-mu’minun.

Tingkat demikian, termasuk kategori manusia yang disebut oleh Allah SWT sebagai QS al-Mu’minun: 1-2 yang berarti,

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.”

Haqikat shalat memang memiliki arti yang sangat penting dan dahsyat bagi kehidupan orang mukmin, sehingga Nabi pernah menyatakan: “Shalat itu sama dengan mi’raj-nya orang-orang mukmin.”

Seperti halnya bagi orang yang tidak mampu pergi haji ke Makkah, maka shalat Jum’at bagi mereka dianggap sama nilainya dengan pergi haji ke Makkah. Itulah kemurahan Allah SWT yang diberikan kepada hamba-Nya.

Ibadah shalat melibatkan gerakan fisik (berdiri, ruku', sujud) dan juga dzikir serta doa dalam hati. Jadi, shalat dilaksanakan dengan kesatuan tubuh dan jiwa yang “Mi'raj / tangga atau alat untuk naik.”

Inti sari di dalam peristiwa Isra Mi'raj, Nabi Muhammad SAW menerima perintah untuk melaksanakan shalat lima waktu dalam keadaan jasmani (raga tubuh) dan rohani (jiwa) secara bersamaan.

Perjalanan Isra' (dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa) dan Mi'raj (naik ke langit ke tujuh) itu sendiri dilakukan dengan raga dan ruh. Shalat yang diterima sebagai kewajiban adalah perintah Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, baik secara fisik maupun spiritual tanpa moksa. 

 

Nabi Nabi dan Moksa Bung Karno

 

Bahkan, secara spiritualitas di dalam keyakinan Islam, ada beberapa nabi yang diyakini masih hidup hingga saat ini, meskipun tidak semua umat Islam meyakini hal ini. Beberapa nabi yang sering disebut-sebut masih hidup adalah: 

Pertama. Nabi Khidir banyak yang meyakini, beliau masih hidup dan memiliki pengetahuan khusus dari Allah SWT, yang dikenal dengan ilmu laduni. Kisahnya diceritakan dalam Al-Qur'an surat Al-Kahfi, di mana ia bertemu dengan Nabi Musa dan memberikan pelajaran hikmah. 

Kedua. Nabi Idris diyakini telah diangkat oleh Allah ke tempat yang tinggi (surga) dan belum wafat. Beberapa ulama berpendapat bahwa ia tidak wafat, tetapi diangkat ke tempat yang mulia. 

Ketiga. Umat Islam percaya bahwa Nabi Isa diangkat ke langit dan belum wafat. Ia akan kembali ke bumi menjelang akhir zaman untuk mengalahkan Dajjal.

Keempat. Nabi Ilyas juga termasuk dalam daftar nabi yang dipercaya masih hidup, seringkali dikaitkan dengan Nabi Khidir dalam hal umur panjang dan keberadaan ghaib. 

Tarmasuk, keghoiban yang menganggap bahwa Soekarno / Bung Karno, konon masih hidup. Konon, kini katanya beliau tinggal di sebuah istana ghaib di kawasan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.

Ia sedang menunggu lahirnya seorang pemimpin yang jujur dan adil untuk memimpin Indonesia menjadi negara terkaya di dunia. Jika, saat itu tiba, katanya Bung Karno akan muncul kembali di hadapan publik.

Padahal faktanya, Presiden Soekarno meninggal dunia pada tanggal 21 Juni 1970 di usia 69 tahun dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur.

Sampel kisah di atas, baik secara ghoib maupun nyata, terserah logika mengasumsikan. Namun, Islam mengajarkan umatnya di dalam meyakini sesuatu mesti berdasarkan Al Quran dan Hadist Nabi dengan berakal waras, sehingga tidak menjadi hamba berotak ampas ceboan saja. Termasuk, kewarasan di dalam menegakkan sholat sehingga tidak menjadi makhluk ber_asfala safilin yang berlebihan.

Bahkan, konon tidak dianggap berlebihan, manakala ada sebagian orang yang dapat melakukan dengan meditasi berzikrullah hanya pasrah kepada Allah dengan membuang segala godaan duniawian, sehingga orang tersebut dapat menegakkan sholat, baik di dalam keheningan maupun dalam kebisingan bisa melakukan mi'raj tanpa mesti dilakukan moksa diindikasikan musiman.

Bila bisa menegakkan sholat demikian, maka ia dapat melakukan mi'raj di setiap saat tanpa melakukan pertapaan, sebagaimana diindikasikan kepada tokoh tertentu, seperti Mas Dhanu dan yang lainnya memahaminnya.

Dan tentu, soal ini tidak mesti saling mengutuk atau menyalahkan satu sama lain. Biarkan perbedaan pemahaman jadi pilihan logika moksa masing-masing, termasuk perbedaan di dalam memahami arus logika pandangan moksa Islam Mas Dhanu dalam berkalam. Wallahu'alam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama