![]() |
| Mahrus Andis tampil menjadi narasumber pada kegiatan pelestarian budaya yang digelar di Aula Dewan Kesenian Makassar (DKM), Benteng Fort Rotterdam, Makassar, Sabtu, 09 Agustus 2025. (ist) |
-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 10 Agustus 2025
Teori Penciptaan Sanja Mangkasara
Oleh: Mahrus Andis
(Sastrawan, Budayawan)
Sabtu kemarin (09 Agustus 2025), saya
menjadi narasumber pada kegiatan pelestarian budaya yang digelar di Aula Dewan
Kesenian Makassar (DKM), Benteng Fort Rotterdam. Acara yang berlangsung hingga Ahad
hari ini (10 Agustus 2025) bertema: “Teaterikalisasi Sanja Mangkasara” yang
disponsori Syahril Ramli Dg. Nassa, seorang pekerja teater dan dikenal sebagai
Passanja Mangkasara.
Saya diberi topik materi “Teori Penciptaan
Puisi Daerah Makassar”. Durasi satu setengah jam dengan season pemaparan dan
diskusi. Menarik, walaupun pesertanya dibatasi 35 orang dari kelompok seniman,
mahasiswa dan pegiat literasi.
“Dananya terplot seperti itu. Bantuan
Pemerintah RI melalui Badan Pelestarian Kebudayaan Sulsel,” jelas Syahril yang
sering mengembeli namanya dengan ikonitas ‘Patakaki’.
Teori, dalam pengertian umum, bersinonim
dengan makna filosofi atau prinsip-prinsip dasar. Teori penciptaan puisi
daerah, sesuai topik di atas, dimaksudkan sebagai prinsip-prinsip dasar dalam
menuliskan puisi Makassar. Istilah Puisi Makassar sering disebut Sanja’
Mangkasara’.
Puisi Makassar atau Sanja’ Mangkasara
adalah salah satu jenis sastra daerah yang hidup dan berkembang di tengah
masyarakat, khususnya di Sulawesi Selatan. Berdasarkan zamannya, puisi Makassar
terdiri dari dua dimensi, yaitu: Puisi Makassar Klasik dan Puisi Makassar
Kontemporer.
Puisi Makassar Klasik adalah bentuk puisi
lama yang terikat oleh struktur pakem konvensional yang sudah diakui masyarakat
secara turun-temurun. Ciri-ciri puisi klasik antara lain menggunakan bahasa
lokal yang sudah jarang digunakan untuk berkomunikasi di tengah masyarakat
(bahasa arkhais), bersifat anonim (tidak diketahui penciptanya), berisi nasehat
atau gambaran peristiwa masa silam, dan pola penciptaan patuh pada pakem.
Puisi Makassar klasik menekankan kepatuhan
pada aturan yang telah berlaku untuk menjaga keaslian dan keindahan poetika
(misalnya: jumlah larik dalam satu bait, jumlah sukukata dalam satu baris,
ritma atau rima dalam struktur puisi).
Beberapa contoh puisi Makassar klasik,
yaitu; kelong (syair yang dinyanyikan), pasang (pesan atau petuah), paruntuq
kana (peribahasa atau ungkapan yang mengandung makna tertentu), toloq (cerita
lisan yang mengandung hiburan dan edukasi), sinriliq (cerita tutur yang
diiringi musik), pangissengang (ungkapan berisi jampi, mantra atau baca-baca)
dan pakkioq bunting (ungkapan penjemputan mempelai (pengantin).
Puisi Makassar Kontemporer
Jenis puisi Makassar kontemporer adalah
puisi modern yang ditulis dalam bahasa daerah Makassar atau bahasa ibu. Ragam
puisi ini bersifat bebas, jelas nama penciptanya, tidak terikat oleh pakem
konvensional dan isi yang dikandungnya bervariasi serta universal (baca: berisi
gagasan atau peristiwa masa silam, masa kini dan masa datang). Jenis puisi
Makassar kontemporer sudah sering ditulis oleh para penyair di daerah ini.
Teori Penciptaan Puisi
Sering orang bertanya, apakah menulis
puisi memerlukan teori? Pertanyaan semacam ini kadang-kadang muncul dari para
penyair yang hanya bergelut di dunia penciptaan. Sementara esensi yang
dipertanyakan berada dalam wilayah keilmuan.
Jangankan mencipta atau menulis,
memikirkan satu diksi saja untuk digunakan dalam sepenggal larik puisi, itu
tergolong teori.
Dan memang penyair tidak perlu mendalami
teori penciptaan puisi, cukup memahami saja, sebab teori adalah wilayah
analisis semiotika yang menjadi kompetensi para ilmuan bahasa dan kritikus
sastra.
Proses penciptaan puisi Makassar atau
Sanja Mangkasara, hakikatnya, tidak berbeda dengan prinsip dasar menuliskan
puisi Indonesia modern atau kontemporer pada umumnya. Yang membedakan secara
khusus adalah bahasanya. Sementara pola penciptaan tetap mengacu pada struktur
fisik dan batin puisi.
Unsur-unsur puisi terbagi menjadi dua
macam yaitu: unsur fisik dan unsur batin. Unsur fisik yaitu (1) diksi, (2)
pengimajinasian, (3) kata konkret, (4) bahasa figuratif (majas), (5) rima, dan (6)
tipografi (tata wajah).
Unsur batin yaitu (1) tema, (2) perasaan
atau feeling/ekspresi, (3) nada dan suasana, (4) amanat (intention).
Beberapa langkah yang akan dilakukan untuk
mencipta sebuah puisi Makassar antara lain pemilihan tema puisi, misalnya hiburan,
cinta, lingkungan, kepribadian, kemanusiaan, keadilan, sosial politik,
ketuhanan dan sebagainya.
Contoh:
1. Puisi Makassar klasik bertema hiburan:
“Battu ratema ri bulang /
Maqrencong-rencong /
Akkutaqnang ri bintoeng /
Apa kananna massidendang
baule/
Bunting lompojako sallang...”
(Makna bebas: Baru saja aku dari bulan / Bersenang-senang
/ Bertanya pada bintang / Apa katanya sayang / Akan meriah perkawinanmu nanti)
Puisi
Makassar Kontemporer, bertema penderitaan:
“Kukangngaq
tu nipela / Tunibuang ri tamparang / Tunianyukang ri jeqneq / narappung tau
maraEng..”
(Makna bebas: Aku yatim piatu tersiakan /
Orang dibuang di laut / Dihanyutkan di air / Dipungut orang lain)
2. Diksi: Pilihan kata, misalnya kalimat: “InakkE
anaq kukang” menjadi “kukangngaq” (Kalimat “Aku ini anak yatim piatu” menjadi “Yatim
piatu aku”).
3. Pengimajinasian, misalnya dalam lagu
Anging Mammiri:
“Battumi anging mammiri / Anging ngerang
dinging-dinging ...”
(Makna bebas: Telah datang angin
sejuk/Angin membawa rasa rindu/ kepada orang yang sering tak mengingat). Imaji
tentang angin yang datang membawa perasaan kepada orang yang dirindukan).
4. Kata konkret yaitu: pengulangan kata
yang memiliki makna yang sama dengan tujuan memperjelas apa yang dimaksud dalam
puisi. Contoh: tunipelaq, tunibuang, tunianyukang (ketiga frasa dalam larik
lagu “Anging Mammiri” ini memiliki makna yang sama, yaitu untuk memperjelas
makna seseorang yang disia-siakan).
5. Bahasa figuratif (majas atau kiasan),
misalnya:
“Punna sallang sibokoi / teyaki sirampe
kodi / rampeyaq golla nakurampEki kaluku”
(Makna bebas: Apabila kita berpisah kelak /
Janganlah meninggalkan kesan jelek / Ingatlah aku seperti gula / Dan aku
mengenangmu sebagai kelapa). Kata “gula” dan “kelapa” adalah majas yang
menyatakan persamaan dengan sifat yang baik (manis dan gurih).
6. Rima, yakni persajakan di akhir larik.
Misal:
“jarung naboya / na pangkuluq tappela”
(Makna bebas: jarum yang dia cari / tapi
kapak yang hilang)
Mencipta atau menuliskan puisi moderen
dalam bahasa daerah, khususnya Makassar, tidak tergolong mudah. Seseorang harus
memiliki kosa kata yang banyak dan potensi seni bahasa yang cukup. Oleh karena
puisi Makassar atau Sanja Mangkasara termasuk karya sastra daerah, maka syarat
keindahan, isi yang baik dan ketepatan pengungkapan bahasa harus terpenuhi.
Untuk itu, prinsip-prinsip dasar dalam
penciptaan puisi sebagaimana disebutkan di atas, menjadi fokus perhatian utama.
Selain itu, keseriusan berlatih menemukan diksi-diksi yang bergetah sastra,
hendaklah terus dipacu. Paling tidak, pelatihan seperti workshop
Teaterikalisasi Puisi ini bisa menjadi langkah awal bagi program instansional
Pemerintah di semua level. Demikian dan salam literasi cerdas.
Makassar, 10 Agustus 2025
