Muhammadiyah Jalan Lurus: Mengenang Rosyad Sholeh

Abdul Rosyad Sholeh sosok yang sangat istiqamah dalam gerakan Muhammadiyah, tidak ada agenda pribadi yang dijalankannya. Semua dilakukan untuk Muhammadiyah. Prinsip hidup inilah yang membuatnya bertahan dalam Muhammadiyah. Dihargai dan dihormati karena istiqamahnya. Bertanya apa tentang Muhammadiyah beliau tentu paham dan mengerti, karena itulah yang dikerjakannya selama ini.

 

-----

PEDOMAN KARYA

Jumat, 01 Agustus 2025

 

Muhammadiyah Jalan Lurus: Mengenang Rosyad Sholeh

 

Oleh: Syarifuddin Jurdi

(Dosen UIN Alauddin Makassar)

 

Muhammadiyah memiliki sejumlah tokoh yang dapat menjadi teladan dalam memahami dan menjalankan visi-misi organisasi. Tokoh yang tulus dalam mengemban amanah dan memahami nilai-nilai dasar yang menjadi identitas Muhammadiyah.

Sejumlah nama besar dalam sejarahnya, organisasi ini memiliki teladan yang menjadi referensi hidup, sebut misalnya KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah yang memiliki kepribadian paripurna, Mas Mansur, dan Ki Bagus Hadikusumo pada awal kemerdekaan.

KH AR Fachruddin (dikenal dengan panggilan Pak AR) merupakan sosok sederhana yang penuh dengan keteladanan, tutur katanya lembut, tidak menunjukkan dirinya sebagai ketua organisasi besar, sebagai ketua PP Muhammadiyah beliau hidup dalam kesederhanaan.

Pada level staf, Muhammadiyah memiliki sosok yang sangat tertib dalam urusan administrasi, sebut saja Djaldan Badawi yang sangat rapi menyimpan dokumen-dokumen Muhammadiyah, bahkan dokumen yang “dilarang” edar pada era Demokrasi Terpimpin beliau menyimpan rapi. Saya beruntung mengenal beliau.

Di Sulawesi Selatan kita mengenal sejumlah teladan yang juga dapat disebut sebagai kamus hidup Muhammadiyah sebutlah misalnya KH Djamaluddin Amin dan Iskandar Tompo allhuyarham. Sosok yang tulus dan terbuka itu selalu mewarnai perjalanan Muhammadiyah pada setiap waktu dan tempat, level pusat maupun wilayah dan daerah.

Pada era 1970-an sampai 2010-an, terdapat sosok administrator ulung Muhammadiyah yang cukup penting dan strategis perannya yakni Abdul Rosyad Sholeh (biasa disapa Pak Rosyad).

Seorang yang mungkin bisa disebut sebagai “penjaga” kemurnian Muhammadiyah. Menjaga Muhammadiyah dari kemungkinan munculnya “virus-virus” yang dapat merusaknya, dalam bahasa Munir Mulkhan, Rosyad Sholeh masuk dalam kategori Mukhlas alias Muhammadiyah ikhlas, orang yang murni menjalankan misi organisasi.

Pak Rosyad lahir dalam lingkungan keluarga yang taat beragama. Orang tuanya seorang elite agama yang belajar sampai ke Mekkah dan tekun mempelajari agama. Rosyad kecil tumbuh dalam lingkungan religius, menimba ilmu agama pada salah satu lembaga pendidikan Islam / Pondok Pesantren di wilayah Cepu. Asal-usul itu juga yang membentuk karakter dan kepribadian beliau.

Pak Rosyad mulai bermukim di Yogyakarta sejak menempuh pendidikan Hakim Islam Negeri. Dari situlah beliau mulai berinteraksi dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah. Salah satu yang kala itu cukup dekat adalah Djarnawi Hadikusumo.

Tokoh ini sangat populer, sebagai pimpinan Lembaga Hikmah sekaligus politisi yang cukup diperhitungkan, pernah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), pasca-partai itu menyelenggarakan Muktamar I di Malang dan memilih Moh. Roem sebagai ketua.

Namun pemerintah tidak menghendaki eks pimpinan Masyumi memimpin partai baru itu, padahal pilihan terhadap Roem sebagai tokoh moderat tidak diterima pemerintah, maka ditunjuklah Djarnawi sebagai Ketua Umum dan Lukman Harun sebagai Sekjen.

Kedua petinggi Parmusi tersebut merupakan kader Muhammadiyah. Parmusi didirikan oleh keluarga Bulan Bintang. Partai ini diharapkan sebagai pengganti Masyumi, namun nasibnya tidak sesuai dengan ekspektasi awal, terjadi pembajakan dan intervensi.

Djarnawi yang menjadi mentor Rosyad merupakan sosok yang aktif dan produktif. Rosyad belajar banyak darinya mengenai organisasi Muhammadiyah dan nilai-nilai keutamaan.

Djarnawi pernah menulis satu buku penting yang menunjukkan komitmennya untuk belajar pada tokoh-tokoh Muhammadiyah terdahulu. Judulnya Matahari-Matahari Muhammadiyah, cukup tipis, tetapi menunjukkan pemahaman dan pengetahuannya tentang tokoh-tokoh sentral Muhammadiyah mulai dari KH Ahmad Dahlan sampai KH Mas Mansur.

Rosyad hidupnya “nomaden”, dari Bojonegoro, Yogyakarta, Medan, dan kembali ke Yogyakarta. Hidup itu dijalani sebagai bagian dari tugasnya. Tahun 1961, ia menjadi pengurus Pemuda Muhammadiyah di Sumatera Utara, kemudian kembali ke Yogyakarta dan menginisiasi lahirnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bersama Djazman Al-Kindi dan Sudibyo Markus.

Selain tiga nama itu, terdapat beberapa lagi yang terlibat pada awal terbentuknya IMM yakni Amien Rais, Yahya A. Muahaimin, dan Marzuki Usman (semua tokoh ini merupakan mahasiswa UGM), kecuali Rosyad Sholeh.

Para penggerak IMM merupakan tokoh pilihan yang secara intelektual mumpuni, di antara mereka kelak menjadi petinggi kampus dan birokrat. Sebut saja Djazman pernah menjadi Rektor UMS dan Ketua Yayasan UII, Sudibyo Markus menjadi tokoh yang dikenal sebagai pejuang kemanusiaan global.

Amien Rais dikenal sebagai guru besar ilmu politik UGM, tokoh reformasi dan Ketua MPR 1999-2004. Yahya A. Muhaimin pernah menjadi Dekan Fisipol UGM dan Menteri Pendidikan Nasional, mendirikan kampus / sekolah di kampung halamannya Banyumas. Marzuki Usman juga demikian kiprahnya.

Rosyad Sholeh sendiri istiqamah berkhidmat di Muhammadiyah. Mulai berkiprah di Ortom sejak tahun 1961, pernah sebagai Sekjen DPP IMM 1965 dan pertengahan tahun 1970-an terpilih sebagai anggota PP Muhammadiyah sampai jabatan terakhirnya sebagai Sekretaris Umum periode 2005-2010 mendampingi Prof. Din Syamsuddin sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah.

Kalau dilihat dari rekam jejaknya, Prof. Din belum “kenal Muhammadiyah”, Pak Rosyad telah menjadi pengurus PP. Prof. Din mulai dikenal ketika menjadi Ketua DPP IMM tahun 1985, tahun 1989-1993 menjadi Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah dan kiprahnya terus menanjak, sekaligus merangkap banyak posisi penting.

Din juga menjadi aktivis Golkar, dosen IAIN Syarif Hidayatullah, anggota DPR RI, kesibukannya sangat banyak sehingga publik mudah mengenalnya melalui publikasi media massa cetak dan elektronik.

Pada Muktamar tahun 2000 di Jakarta, Prof. Din terpilih sebagai anggota PP beserta 12 anggota PP lainnya termasuk Rosyad Sholeh. Pasca-Muktamar ini, Pak Rosyad menjabat sebagai Wakil Ketua PP, sementara Sekretaris PP Haedar Nashir yang baru masuk dalam formasi anggota PP mendampingi ketua umum terpilih Prof. Syafii Maarif.

Pada Muktamar ke-43 di Malang tahun 2005, Prof. Syafii Maarif tidak bersedia lagi dicalonkan. Muncul nama-nama generasi Prof. Din, Prof. Haedar, Prof. Yunahar, Prof. Amin Abdullah, Prof. Munir, Prof. Malik, dan lain-lain.

Terpilih sebagai Ketua Umum Prof. Din dan Sekum Pak Rosyad. Mungkin pertama kali ketua PP dijabat oleh tokoh yang tidak berdomisili di Yogyakarta, selama ini ketua PP selalu tokoh yang berdomisili di Yogyakarta, mungkin dahulu pernah tokoh luar Yogya seperti Mas Mansyur dari Surabaya dan Sutan Mansur dari Sumatera Barat.

Dalam Muhammadiyah selalu ada jalan keluar ketika ada kondisi seperti itu. Ada semacam “konsensus” bahwa ketum dikondisikan agar selalu di Yogyakarta ketika ada agenda penting organisasi, atau pengurus Yogyakarta yang ke Jakarta, karena Muhammadiyah memiliki kantor PP yang representatif di Jakarta.

Pak Rosyad merupakan salah satu dari sekian pimpinan Muhammadiyah yang ikut menggerakkan organisasi, bahkan kesaksian mengenai keteguhan Pak Rosyad dalam soal ini diungkapkan oleh banyak pihak yang pernah berinteraksi dengan beliau, baik segenerasinya maupun kaum muda yang intens melakukan komunikasi dan kunjungan ke kediaman beliau.

Bahkan Prof. Haedar Nashir Ketua Umum PP Periode 2015-2027 memberi kesaksian. Menurutnya Pak Rosyad itu menjadi sumber referensi hidup untuk menanyakan tentang Muhammadiyah, merupakan sosok yang memiliki komitmen tinggi, dedikasi kuat, dan kiprah panjang dalam Muhammadiyah, Haedar menyebut Rosyad sebagai kamus Muhammadiyah di bidang organisasi, karena memahami seluk-beluk Muhammadiyah dari A sampai Z.

Saya pribadi mulai mengenal Pak Rosyad ketika menempuh studi Pascasarjana UGM, baik untuk studi S2 maupun S3, kebetulan saya memilih topik penelitian seputar Muhammadiyah.

Tesis saya skopnya tentang Muhammadiyah lokal dan disertasi lebih bersifat nasional dengan membatasi kajian pada periode waktu tertentu. Interaksi dengan Pak Rosyad berlangsung dalam kurun waktu tersebut hingga saya terlibat dalam unsur pembantu pimpinan PP, baik dalam status sebagai Tim Asistensi Majelis Diktilitbang maupun sebagai Sekretaris LPCR PPM.

Dialog dengan Pak Rosyad sangat intens, meskipun tidak selalu berurusan dengan topik penelitian, tetapi bisa menyangkut banyak hal lainnya tentang Muhammadiyah.

Saya mengenal Pak Rosyad sebagai pribadi yang sederhana, santun, bersahaja dan terbuka kepada siapa saja, termasuk kepada anak-anak muda yang baru dikenalnya, dengan ramah beliau menyapa.

Sikapnya itu tidak berarti beliau mudah melunak dalam urusan yang berhubungan organisasi. Apabila sesuatu itu bertentangan dengan aturan, beliau menyampaikan yang benar, sangat tertib administrasi, komitmen pada organisasi sangat kuat dan menjadi sumber referensi bagi warga Muhammadiyah yang lain dalam soal ini.

Dalam beberapa catatan lepasnya, Pak Rosyad selalu menekankan pentingnya ketulusan dan keikhlasan dalam menjalankan amanah, tanpa memikirkan peran apa yang diamanahkan organisasi. Tugas kita menjalankan dengan ikhlas.

Itulah prinsip Pak Rosyad dalam ber-Muhammadiyah. Ia menjalankan dan menegakkan segala bentuk kebijakan yang telah diputuskan organisasi.

Beliau sosok yang sangat istiqamah dalam gerakan Muhammadiyah, tidak ada agenda pribadi yang dijalankannya. Semua dilakukan untuk Muhammadiyah. Prinsip hidup inilah yang membuatnya bertahan dalam Muhammadiyah. Dihargai dan dihormati karena istiqamahnya. Bertanya apa tentang Muhammadiyah beliau tentu paham dan mengerti, karena itulah yang dikerjakannya selama ini.

Pada tanggal 30 Juli 2025, informasi meninggalnya Pak Abdul Rosyad Sholeh membanjiri paltform media sosial, mulai WhatApps, Facebook, Instragram, X (dulu Twitter) dan yang lainnya.

Kader-kader Muhammadiyah menyampaikan ungkapan belangsukawa dan mendoakan kepergian beliau. Selamat jalan ayahanda, teladan dalam berorganisasi dan sumber inspirasi kaum muda. Insya Allah engkau memperoleh tempat yang mulia di sisi Allah swt. Allahumagfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu anhu.*** 

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama