-----
Jumat, 22 Agustus 2025
Prof Budu Maju
Calon Rektor Unhas Bermodal Rekam Jejak dan Visi Global
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Prof
Budu (Prof dr Budu, PhD SpM(K) MmedEd) resmi mendaftarkan diri sebagai bakal
calon Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) periode 2026–2030, di Sekretariat Panitia
Pemilihan Rektor Unhas, Ruang Rapat A Lantai 4 Gedung Rektorat Unhas, Jumat, 22
Agustus 2025.
Dengan pengalaman lebih dari tiga dekade
mengabdi di kampus merah, Budu menegaskan bahwa keputusannya maju kali ini
berlandaskan dua alasan penting, yakni rekam jejak panjang di Unhas, dan visi
strategis yang ia sebut sebagai Sociopreneurship University.
Alasan pertama, Budu menilai dirinya telah
ditempa pengalaman yang lengkap dalam jenjang kepemimpinan akademik di Unhas.
Selama hampir 30 tahun, ia mengabdi mulai
dari pengelola mahasiswa di departemen, Kepala Departemen, Ketua Medical
Education Unit, hingga Wakil Dekan dan Wakil Rektor. Ia juga memimpin Fakultas
Kedokteran Unhas saat pandemi COVID-19, masa yang penuh krisis. Kini, sebagai
Dekan Sekolah Pascasarjana, Budu menyebut dirinya telah melalui seluruh tahapan
kepemimpinan.
“Semua jenjang sudah saya jalani. Itu
sebabnya saya merasa pantas dan layak untuk mengemban amanah rektor,” ujar
Budu.
Alasan kedua adalah visi strategis yang
ditawarkannya bagi masa depan Unhas. Budu menyebut dirinya ingin membawa kampus
ini menjadi Sociopreneurship University yang berkarakter, berdampak, dan
mengglobal.
Ia mengaitkan gagasan ini dengan Rencana
Pengembangan Unhas 2030 dan agenda nasional Kemendiktisaintek “Kampus Berdampak.”
Menurutnya, universitas harus hadir
sebagai agen transformasi sosial.
“Universitas harus terasa oleh dosen,
karyawan, dan masyarakat. Riset harus berdampak pada persoalan nyata:
kesehatan, energi, pangan, dan kemaritiman,” tegas Budu.
Nama Budu bukanlah nama baru di lingkaran
akademik Unhas. Lahir di Maros, Sulawesi Selatan, ia menapaki jalan panjang
dunia kedokteran sejak menyelesaikan pendidikan dokter umum di Fakultas
Kedokteran Unhas tahun 1993.
Setelah lulus, ia menjalani masa pengabdian sebagai dokter Puskesmas di
Kelurahan Pattingalloang, Kecamatan Ujung Tanah, yang areanya meliputi
pulau-pulau kecil. Kepekaan sosialnya terasah melalui pengalaman itu.
Tak berselang lama, hasrat Budu pada ilmu
kesehatan mata, membawanya jauh ke Jepang, menempuh studi doktoral di Toyama
Medical and Pharmaceutical University hingga meraih Ph.D. pada 2002.
Sepulangnya ke Tanah Air, ia membantu
Fakultas Kedokteran Unhas dalam pengembangan kurikulum pembelajaran Student
Center Learning (SCL) dan sekaligus mendalami pendidikan spesialis mata di
Unhas.
Selain itu, ia melengkapi keahlian dengan
pelatihan bedah mata di RS Ciptomangungkusumo Jakarta. Tahun 2008, ia resmi
menyandang gelar konsultan Mata Khusus Vitreoretina dari Kolegiun Oftalmologi
Indonesia.
Kecintaannya pada ilmu tak berhenti di
ruang operasi. Ia menambah perspektif dengan menempuh magister bidang Medical
Education di Universitas Gadjah Mada. Dari sana ia memahami bahwa pendidikan
kedokteran tidak cukup hanya mengajar depan kelas, atau sekadar membentuk
keterampilan medis, tetapi juga karakter dan empati calon dokter. Sebuah
pandangan yang kelak memengaruhi gagasannya tentang pendidikan tinggi yang
berorientasi pada manusia seutuhnya.
Pengalaman Kepemimpinan
Jejak kepemimpinan Budu kian menebal
seiring waktu. Selama sekitar 30 tahunan mengabdi di Unhas (sejak 1995), ia
terus berkiprah mulai di struktural paling bawah, menjadi Kepada Departemen
Pendidikan Kedokteran, Ketua Medical Education Unit (MEU), Wakil Dekan Bidang
Akademik Fakultas Kedokteran Unhas (2010-2014), hingga ia akhirnya dipercaya
sebagai Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Kemitraan Internasional pada
2014–2018.
Di masa itu, Unhas memperluas jalinan
kerja sama akademik lintas negara. Kemudian ia terpilih sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran pada 2018–2022, sebelum akhirnya dipercaya menakhodai Sekolah
Pascasarjana sejak 2022.
Dalam semua posisi itu, Budu tak hanya
berurusan dengan administrasi, melainkan ikut mengawal riset, mengelola
fakultas, dan membuka jejaring global.
Pandemi COVID-19 bahkan menempatkannya di
garda depan. Sebagai Ketua Satgas COVID-19 Unhas, ia memimpin koordinasi
akademik dan kesehatan di tengah krisis, sekalipun ia sendiri bersama keluarga
saat itu keluar masuk ruang perawatan rumah sakit karena terjangkit Covid-19.
Di tingkat provinsi, ia pernah didapuk
sebagai Koordinator Bidang Kesehatan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan
Sulsel. Dua peran ini menguji kapasitasnya sebagai pemimpin yang bekerja dengan
data, koordinasi lintas sektor, dan kecepatan bertindak.
Aktif Berorganisasi
Kiprah Budu meluas ke ranah organisasi
profesi. Saat ia sebagai Dekan Kedokteran Unhas Ia terpilih secara aklamasi
untuk menjabat Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI)
Pusat periode 2019–2022, forum strategis yang menghimpun fakultas kedokteran
se-Indonesia.
Saat memimpin lembaga itu, Budu membantu
Fakultas Kedokteran dan Kementerian Pendidikan Tinggi (Dikti) dalam
menyelesaikan persoalan retaker dan kelulusan ujian nasional.
Pada 2019, Asia-Pacific Academy of
Ophthalmology menganugerahinya International Distinguished Service Award,
sebuah pengakuan internasional atas dedikasinya pada pengembangan oftalmologi
di kawasan Asia-Pasifik.
Mungkin karena prestasi itu maka sejak
2022 hingga kini, ia dipercaya untuk memimpin Persatuan Dokter Mata Indonesia
(PERDAMI) Indonesia.
Sebagai Ketua PERDAMI, ia memperoleh
penghargaan atas dedikasinya melakukan pemberantasan kebutaan di hari
Kesetiakawanan Sosial Nasional dan
International Disability Day 2022 dari Kementerian Sosial RI.
Kedekatan Budu dengan Muhammadiyah memberi
warna lain pada kiprahnya. Ia duduk di Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat
Muhammadiyah periode 2022–2027, serta menjadi Wakil Ketua Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sulsel Bidang Kesehatan dan Kebencanaan.
Ia juga merupakan dekan di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar (2008).
Dari kanal inilah ia menjembatani
kolaborasi antara institusi dari berbagai kawasan nusantara dan perguruan
tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) di berbagai daerah, membangun kerja
sama dalam riset, layanan kesehatan, dan pengabdian masyarakat. Termasuk
membantu pengembangan dam pembukaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan baik
PT negeri maupun swasta.
Di tengah kesibukan administratif dan
organisasi, Budu tidak meninggalkan tradisi ilmiah. Ia tetap tekun meneliti dan
menulis. Puluhan publikasi internasional lahir dari tangannya, membahas
penyakit retina, retinopati diabetik, hingga genetika gangguan penglihatan.
Semua penelitian itu berangkat dari
kepeduliannya terhadap tingginya angka kebutaan di Indonesia.
“Ilmu harus memberi manfaat nyata, bukan
sekadar angka sitasi,” ujarnya suatu ketika, menegaskan orientasi ilmunya yang
tidak berhenti pada laboratorium, melainkan berakar pada realitas sosial.
Sociopreneurship University
Kini, di tengah dinamika menjelang suksesi
kepemimpinan kampus, Budu hadir bukan hanya dengan rekam jejak panjang, tetapi
juga gagasan segar: menjadikan Unhas sebagai Sociopreneurship University.
Bagi Budu, universitas bukan semata ruang
belajar atau menara gading, melainkan agen perubahan yang harus berkarakter,
berdampak, dan mengglobal. Ia menegaskan pentingnya menjawab tantangan zaman
yang ditandai era VUCA—Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity.
Sociopreneurship University, menurutnya,
adalah model kampus yang mengintegrasikan pendidikan, riset, dan pengabdian
dalam satu tarikan napas, sehingga pengetahuan tidak berhenti di ruang kuliah,
melainkan melahirkan solusi untuk masyarakat.
Konsep itu diterjemahkan dalam tiga ruh
utama. Pertama, berkarakter, yakni membangun mahasiswa yang tidak hanya unggul
dalam ilmu, tetapi juga berintegritas, melek digital, dan peduli sosial.
Kedua, berdampak, dengan mengarahkan riset
agar menjawab masalah nyata di masyarakat, khususnya di kawasan Benua Maritim
Indonesia.
Ketiga, mengglobal, dengan membuka
jejaring internasional tanpa kehilangan pijakan lokal, sebuah prinsip yang ia
sebut sebagai Global Reach with Local Impact.
Visi ini tidak berhenti pada jargon. Budu
telah merancang misi kerja yang konkret. Ia ingin memperkuat riset unggulan
melalui proyek-proyek strategis di bidang maritim, kesehatan, energi, dan
pangan.
Hilirisasi riset ia dorong lewat
pembentukan Technology Transfer Office dan Science Techno Park, sehingga hasil
penelitian tidak berhenti di publikasi, melainkan hadir sebagai inovasi yang
bisa dirasakan masyarakat.
Ia juga menekankan pentingnya memperluas
kelas internasional, mobilitas mahasiswa, serta kerja sama ganda dengan
universitas peringkat dunia. Sementara di sisi tata kelola, ia mendorong
digitalisasi layanan, pendanaan kreatif melalui endowment fund, dan penjaminan
integritas riset melalui Research Integrity Risk Index.
Bagi Budu, Sociopreneurship University
adalah ikhtiar untuk memastikan Unhas tidak sekadar besar dalam ukuran,
melainkan juga terasa manfaatnya.
“Universitas harus terasa di masyarakat,
bukan hanya tercatat di jurnal. Dirasakan kehadirannya juga oleh keluarga besar
Unhas. Para dosen dan karyawan juga harus merasakan hasil jerih payah mereka
dalam mengabdi di Unhas, kesejahteraannya harus dijaga,” tegasnya.
Dengan konsep ini, ia berharap Unhas dapat
melahirkan lulusan yang tidak hanya mencari kerja, tetapi menciptakan kerja;
tidak hanya mengejar gelar, tetapi membawa perubahan.
Dengan sejumlah catatan itu, Budu
menunjukkan bahwa ia tidak hanya membawa rekam jejak panjang, tetapi juga
gagasan baru yang relevan dengan tantangan zaman. Kombinasi pengalaman praktis
dan visi strategis inilah yang ia yakini menjadi bekal utama untuk memimpin
Unhas menuju reputasi global dengan tetap berpijak pada kebutuhan lokal. (kia)
