Puluhan Perempuan Dikirimi Surat Cinta, Semua Menolak

Andi Ruhban (kanan) disaksikan Rusdin Tompo, memberikan penjelasan tentang isi bukunya dalam “Bincang Buku Balutan Asmara La Ruhe”, di Rumah De La Macca Jalan Borong Raya 75A, Makassar, Jumat, 15 Agustus 2025. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)

 

------

PEDOMAN KARYA

Jumat, 22 Agustus 2025

 

Bincang Buku “Balutan Asmara La Ruhe” (3):

 

Puluhan Perempuan Dikirimi Surat Cinta, Semua Menolak

 

Oleh: Asnawin Aminuddin

 

Sebanyak 40 surat cinta tertuang dalam buku “Balutan Asmara La Ruhe” karya Andi Ruhban. Ada banyak nama perempuan yang ditulis dalam surat-surat cinta itu, bahkan tempat dan tanggal penulisannya pun ditulis secara jelas.

Anehnya, Andi Ruhban selaku penulis justru meminta agar nama-nama perempuan itu tidak ditulis secara terbuka dalam pemberitaan media atau pun di media sosial.

“Kalau mau ditulis, inisialnya saja,” pinta Andi Ruhban saat buku tersebut dibincangkan dalam “Bincang Buku Balutan Asmara La Ruhe” yang diadakan oleh Forum Sastra Indonesia Timur (Fosait), di Rumah De La Macca Jalan Borong Raya 75A, Makassar, Jumat, 15 Agustus 2025.

Permintaan itu tentu terasa aneh karena nama-nama perempuan yang dikirimi surat tertulis secara jelas di dalam buku tetapi Andi Ruhban justru meminta agar nama-nama mereka tidak dipublikasikan di media massa maupun di media sosial.

Maka Yudhistira Sukatanya yang tampil sebagai salah satu pembicara langsung memotong dan sambil tersenyum mengatakan, “Nama-namanya harus ditulis secara jelas.”

Yang juga terasa aneh, Andi Ruhban tidak menampilkan balasan surat-surat cintanya kepada puluhan perempuan itu, sehingga timbul pertanyaan, benarkah surat-surat cinta itu dikirim. Kalau dikirim atau disampaikan kepada semua perempuan itu, mengapa tidak ada satu pun surat yang terbalaskan.

“Banyak yang ganjil,” kata Goenawan Monoharto yang tampil sebagai pembicara bersama Yudhistira Sukatanya dan Rusdin Tompo.

Goenawan mengungkapkan bahwa ketika Andi Ruhban menyerahkan naskah bukunya, ia langsung bertanya, buku apa ini? Apakah surat cinta?

“Saya juga bertanya, mengapa tidak ada surat yang terbalaskan?” ungkap Om Goen, sapaan akrab Goenawan Monoharto.

Ia bahkan ragu apakah perempuan-perempuan yang disebutkan namanya dalam surat-surat cinta Andi Ruhban benar-benar ada.

“Apakah ada itu perempuan? Kalau ada apakah dia mahasiswa, dosen?” tanya Om Goen.

Saat diberi kesempatan “menjawab pertanyaan” dan “membela diri”, La Ruhe alias Andi Ruhban mengatakan perempuan-perempuan itu memang benar-benar ada dan bukan fiksi.

“Ya, perempuan-perempuan itu memang ada dan tersebar. Ada di Jawa, ada di Manado, dan ada di 23 kabupaten dan kota se-Sulsel,” kata La Ruhe.

Ia juga mengaku bahwa surat-surat cintanya memang ada yang tidak terbalaskan, tetapi ada juga yang dibalas.

“Sebenarnya ada, tetapi tidak ditampilkan (di dalam buku), karena bisa berbahaya,” kata Andi Ruhban yang langsung disambut senyum dan tawa para peserta bincang buku.

Bincang buku yang dipandu Ishakim (seniman) dihadiri sejumlah seniman, penyair, budayawan dan wartawan antara lain Mahrus Andis (kritikus sastra), Muhammad Amir Jaya (Presiden Fosait), Anwar Nasyaruddin, Syahril Rani Patakaki, Anil Hukmah, Asnawin Aminuddin, Bahar “Petta Puang” Merdhu, Arwan Awing, Syarif Liwang, dan Rahman Rumaday.

Selain berbahaya bila surat-surat balasan itu ditampilkan, kata Andi Ruhban, surat-surat balasan tersebut umumnya sudah tidak terarsipkan.

Ketika ditanya apakah perempuan-perempuan yang dikirimi surat cinta itu menerima cintanya, Andi Ruhban mengatakan, “Semua menolak, dalam arti belum siap”. Jawaban tersebut lagi-lagi mengundang senyum dan tawa peserta bincang buku.

Andi Ruhban memang tidak memasukkan surat balasan dari perempuan-perempuan dikirimi surat cinta, tetapi dari surat-surat yang ada dalam buku “Balutan Asmara La Ruhe” tersebut, ternyata ada beberapa yang berupa surat balasan ulang (surat yang sudah balas berbalas) dari La Ruhe, antara lain dalam surat cinta yang diberi judul: “Tinta Cinta dan Pergolakan Waktu.”

 

Tinta Cinta dan Pergolakan Waktu

(7 September 1992)

 

Sayang seribu sayang, surat adik baru kuterima jam 22:00 WITA tanggal 3 September 92. Sebenarnya tiba pada jam 11:00 wita tanggal 2 September 92; tetapi kala itu saya ke Daya begitu dari sekolah untuk cerita dik Lukman yang akan KKN.

Andaikan yang maha tiada tak berkenan, tentulah kita akan dapat bersemuka dan berdialog sebagaimana yang diharapkan. Apabila tidak, maka yakinlah bahwa hal itu bukan dari pihakku.

Bukan maksud saya berdua-duaan begitu, tetapi berbincang berdua tanpa campur tangan orang lain. Boleh di rumah Adik, boleh di kampus boleh di perpustakaan yang penting suasana berlangsung akrab.

Rahasia ya rahasia, namun saya hanya lingin menghindari bentrokan dari siapapun (karna cemburu, mlsalnya) kalau misalnya adik mempunyal pacar, dan saya tidak berhak untuk mengetahui dianya.

Informasi bahwa tukang fotonya lagi kena gusur saya turut merasa prihatin dan moga-moga adik ikut-ikutan digusur.

Informasi berikutnya, agar klise foto adik dikirim saja nanti saya yang mencetaknya.

Agaknya adik menyenangi ramalan zodiak, horoscope, shio ringkasannya astrologi. Apakah adik setia mengikuti ramalan dari radio Venus, Piposs atau rajin membaca tabloid Bintang majalah Gadis, Kartini?

Kalau surat terketik lantas dianggap surat dinas jadinya tidak santai? Kalau begitu kan gawat, sebab bisa terjadi "satu kata salah terbaca" akan menimbulkan konflik namun aku ikhlas memahami maumu.

Selanjutnya saya ingin mengetahui jam kelahiran adik pada hari senin 24 Juni 68 itu, golongan darah dan judul Skripsi yang akan dipertahankan, serta lokasi KKN adik di kabupaten Wajo ini.

Apabila daya lihat adik lagi letih, istirahatlah dulu kemudian bisa nanti besok diteruskan bacanya. Akan tetapi, jika penasaran silahkan!

Apa betul adik ingin teruskan ngebacanya?

Demi kesehatan mata, bacalah di tempat terang. Demi kepuasaan diri, ulangilah kembali dalam keadaan sendiri.

Biasanya, tulisan adik tidak hanya satu macam, terbukti dengan bedanya huruf antar kedua surat adik. Rasanya mungkin tulisan ketiga dari adik akan berlainan lagi dengan yang terdahulu.

Untuk nama sehari-hariku di rumah adalah: La Ruhe. Untuk dik Sabe tulis Ruh saja, tanpa A di depan tanpa E di belakang atau bisa juga Ban saja, terserah. Untuk diketahui bahwa salah dua arti nama saya adalah: Ruh (iiwa)+Ban (badan) manusia, dan Ruhban: petapa.

Hal gaya bahwa, kuharap adik memberikan nama atau macam gaya bahan yang daku pakai selama ini karena KTP nya belum dilampirkan amat banyak sebenarnya masih kurang hal daku marah hak asasi, memangnya takut atau ngeri lihat orang marah?

Begitu inginnya daku memahami pribadimu sehingga kuminta adik bercerita tentang KKN, arti nama adik dan adakah orang lain (selain orang tua atau adik kandung) yang hingga kini tersimpel bagian dikau sungguh seperti kirim surat seperti saya.

Adalah permintaan suratku ini ingin membebani pikiranmu kali ini, namun bolehkah dicicil untuk menjawab atau meresponnya? Aku sendiri yang menulis surat ini dari jam 24.00 wita agak lelah tetapi mengingat dirimu yang mulia maka pandailah segalanya.

Nah, tak perlu segera memberi balasan, tak perlu memaksakan diri untuk menulis banyak buatku karena ke sana pun senantiasa kutunggu kabarmu, kunantikan beritamu dan kurindukan pribadimu.

 

Salam manis

Ruhban

 

Catatan:

Brosur perpustakaan itu agar disimpan saja bersama dengan data pribadiku setelah disini mohon data pribadi adik dikirim untuk saya. Mengapa tanda tangan adik tidak sama pada surat I dan II?

***

Pada semua surat cintanya, Andi Ruhban selalu menulis catatan pada bagian akhir surat, bahkan ketika tidak ada catatan pun ia menulis: “kali ini tidak ada catatan.” (bersambung)


......

Tulisan bagian 4:

Kotak Pandora Surat Cinta yang Terbuka

Tulisan bagian 2:

Perjalanan Kisah Cinta Platonic

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama