Waspadai Operasi Hitam New Komunis & Gerakan Islamofobia

Karena tokoh-tokoh HMI dan tokoh muslim sangat kuat bersatu menjadi penghalangnya, maka pertarungan idiologi sekuler terpaksa ditempuh melalui konsep BPIP. Dan kemungkinan atas dasar pertimbangan tersebut, pada tanggal 28 Februari 2018, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.

 

-----

PEDOMAN KARYA

Sabtu, 02 Agustus 2025

 

Waspadai Operasi Hitam New Komunis & Gerakan Islamofobia

 

Oleh: Achmad Ramli Karim

(Pemerhati Politik & Pendidikan)

 

Dimulai dari VOC yang membawa ratusan budak untuk dipekerjakan dari Yaman Selatan ke Nusantara untuk mengatasi sayyid yang berpihak pada Pangeran Diponegoro. Yamanian ini beranak-pinak sampai sekarang di Nusantara.

Menanggapi isu yang berkembang melalui media sosial (medsos), bahwa mereka (Ba'alawi) dari Yaman mendirikan PKI kemudian memberontak tahun 1948 dan 1965. Selanjutnnya fase waktu repormasi membentuk PAMSWAKARSA yang bermetamorfosa jadi FPI.

Sepertinya ada gerakan politik peralihan isu, melalui penggiringan opini publik secara masif dan sistematis oleh kelompok oligarki. Seakan-akan Habaib adalah sumber malapetaka berkembangnya paham komunis di Nusantara, sebab Habaib berasal dari keturunan Yaman tempat berkembangnya paham komunis (komunisme).

Lalu strategi penggiringan opini publik disisipkan di dalamnya, bahwa FPI dibentuk oleh tokoh keturunan Yaman yang berpaham komunis (HRS), sementara anak-anak keturunan PKI seperti yang mengatakan “Aku Bangga Jadi anak PKI” bukan anggota FPI.

Tetapi mereka-mereka justru takut dengan gerakan sosial dan dakwah FPI, karena bisa menghentikan atau mengakhiri kekuasaan yang ada pada New Komunis sekarang. Dan itulah yang ditakuti oleh New PKI pada FPI.

Jangan belokkan sejarah masa lalu hanya untuk kepentingan kelompok politik, lalu menghasut publik yang tidak logis, sebab sejarah perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme di Indonesia dimotori dan dimotivasi oleh para ulama.

Ini betul-betul pembentukan opini publik sebagai strategi politik peralihan isu, dari strategi kudeta konstitusi new komunis yang sedang berlangsung 10 tahun terakhir. Sebab Keluarga Ba' Alawi, atau yang lebih dikenal sebagai para Habib, mulai masuk ke Indonesia secara bertahap sejak abad ke-13 atau ke-14 hingga pertengahan abad ke-20. Mereka datang dari Hadhramaut, Yaman, dan menyebar ke berbagai wilayah seperti Campa (Vietnam), Malaysia, dan Indonesia.

Sementara Partai Komunis Indonesia (PKI) didirikan pada tanggal 23 Mei 1920. Organisasi ini merupakan kelanjutan dari organisasi sebelumnya yang bernama Perserikatan Komunis Hindia Belanda yang dipelopori oleh Henk Sneevliet dan Semaoen yang terbentuk pada tanggal 23 Mei 1920, dan sebelumnya lagi bernama Perhimpunan Demokrat Sosial Hindia pada tanggal 9 Mei 1914. 

Apa hubungannya DNA dengan pemberontakan dan penghiantan kelompok PKI, karena sekarang juga banyak pejabat publik menghianati bangsa dan negaranya bukan DNA dari Arab atau Yaman, melainkan DNA Suku bangsa Indonesia.

Jika ada yang menganggap dirinya Habaib ternyata tes DNA bukan garis keturunan Nabi Muhammad SAW, saya setuju tetapi tidak ada hubungan darah dan hubungan klausal dengan pemberontakan PKI 1948, dan G30S/PKI 1965.

Bahwa 10 tahun terakhir bukan hukum dan demokrasi yang menjadi acuan kebijakan publik, melainkan kekuasaan oligarki di atas hukum dan demokrasi, sehingga siapa yang mau ditenggelamkan akan dikriminalisasi dan siapa teman politik harus diselamatkan.

Karena kesepakatan politik dalam koalisi politik, jauh lebih kuat dan menggigit ketimbang hukum positif. Dan untuk menyesuaikan kesepakatan politik, maka regulasi (aturan) harus disesuaikan (kudeta konstitusi) lewat jalur politik. Inilah yang dimaksud “politik transaksional”).

 

PKI Gagal Menancapkan Idiologi Komunis

 

Kegagalan PKI menguasai pemerintahan Indonesia melalui G30S/PKI pada 1965, disebabkan oleh 3 faktor, yaitu; (1) Kokohnya integritas dan rasa nasionalisme para ulama (Habib), sehingga mampu mempersatukan umat islam dalam melawan PKI.

(2) Kuatnya pengaruh para ulama membakar semangat juang dan patriotisme sehingga mampu mempersatukan para Mahasiswa, masyakat umum, dan TNI, melalui kalimat takbir dan motivasi jihad tampa pendekatan materi; (3) Dengan pendekatan materi dan kesejahteraan, PKI gagal mengikat nurani dan mempersatuksn kaum proletar, sebagai massa pendukung dan pendobrak.

Oleh sebab itu pengalaman sejarah, bisa saja menjadi pembelajaran dalam menyusun strategi kebangkitan New Komunis yang gejalanya sudah terbaca oleh publik. Mungkinkah isu Habaib tersebut, merupakan operasi hitam kaum komunis bersama Islamophobia?

Amati serta analisislah berdasarkan data, fakta, dan aksi kongkrit, karena sejarah bisa saja terulang kembali jika rakyat lengah. Apalagi kaum Marxisme dan kapitalis sangat mengetahui masyarakat nusantara dominan kaum proletar, yang rendah pendidikan, minim SDM, dan buta politik, sehingga melalui pendekatan materi dan kesejahteraan baik Belanda maupun PKI berhasil memecah belah persatuan bangsa melalui strategi segregasi, yaitu pemisahan kelompok-kelompok sosial berdasarkan ras, agama, suku, dan kelas sosial.

Kaum proletar adalah kelas sosial yang terdiri atas para pekerja upahan yang menjual tenaga kerja mereka untuk mendapatkan upah. Dalam konteks pemikiran Karl Marx, mereka adalah kelas pekerja yang tidak memiliki alat produksi dan hanya memiliki tenaga kerja sebagai komoditas yang dijual kepada kaum borjuis (pemilik modal).

PKI tidak berhasil menggolkan konsep komunisme sebagai dasar negara Indonesia, yaitu; “Tri Sila” (NASAKOM) melainkan “Pancasila” oleh para Perumus Dasar Negara (the founding fathers).

Kemudian generasi pelanjutnya (New Komunis) mencoba lagi menggolkan konsep “Tri Sila” tersebut pada 2002, melalui amandemen kedua UUD 1945 dan juga lagi-lagi gagal, karena tokoh-tokoh HMI yang ada di berbagai Fraksi DPR saat itu, sangat gigih menghalanginya.

Karena tokoh-tokoh HMI dan tokoh muslim sangat kuat bersatu menjadi penghalangnya, maka pertarungan idiologi sekuler terpaksa ditempuh melalui konsep BPIP. Dan kemungkinan atas dasar pertimbangan tersebut, pada tanggal 28 Februari 2018, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.

Dimana konsep “Tri Sila” tercantum dalam RUU BPIP yang sedang tertuda pengesahannya di Badan Legislasi DPR RI. Sama seperti RUU Sisdiknas yang menghilangkan frasa Agama dan Madrasah, yang juga tertunda pengesahannya.

RUU yang sangat strategis bagi mereka ternyata tidak dicabut, melainkan ditunda pengesahanya, hal itu berarti jika situasinya memungkinkan, baru dilanjutkan.

Ada dua kekuatan politik globalisasi yang menjadi ancaman persatuan dan kesatuan bangsa (nasionalisme), demi memperebutkan pangsa pasar dan sumber daya alam nusantara, yaitu; pertama : pengaruh kapitalis barat (Zionis) yang berhaluan liberal sekuler.

Paham demokrasi yang menjujunjung tinggi kebebasan individu serta mengukur kemajuan pembangunan dari sudut materi (duniawi), namun anti-Islam (Islamofobia). Kedua: masuknya kekuatan politik kapitalis utara (Cina Komunis) yang juga berhaluan sekuler (pemisahan agama dengan negara), sebagai dampak dari peralihan kiblat ekonomi Indonrsia ke arah utara (RRT) sepuluh tahun terakhir.

Tentu tidak bisa dipungkiri bahwa dalam era perdagangan bebas (globalisasi), kedua blok ekonomi dunia yang saling bersaing tersebut berdampak pada sistem ekonomi dan politik di Indonesia.

Sedangkan hal yang menjadi landasan analisis; seperti: (1) Kemungkinan bangkitnya new komunis yang pernah didukung secara politik, oleh Partai Komunis China (PKC). (2) Kebangkitan New Komunis, kemungkinan besar didukung oleh operasi hitam sionis melalui gerakan anti islam (islamofobia). Karena Indonesia berpenduduk mayoritas muslim terbesar ketiga dunia yang memiliki solidaritas tinggi terhadap sesamanya muslim di Palestina.

Secara geopolotik, kedua kekuatan blok tersebut, tentu memiliki pengaruh besar dibidang ekonomi dan politik, apalagi keduanya nenunjukkan gejala anti islam (Islamofobia). Itulah sebabnya PBB, melalui Majelis Umum, telah menetapkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia.

Resolusi PBB tentang Islamofobia, atau kebencian terhadap Islam, ditujukan untuk memerangi dan mencegah diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan terhadap Muslim serta nilai-nilai Islam.

PBB, melalui Majelis Umum, telah menetapkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia, untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong publik untuk melakukan tindakan melawan gerakan anti Islam ini.

Penetapan 15 Maret diperingati sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia, sebagai upaya global untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong tindakan melawan Islamofobia. Resolusi ini mengecam segala bentuk kekerasan dan diskriminasi berbasis agama, termasuk yang ditujukan kepada umat Islam.

Sadarkan masyarakat akan ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG), dari dalam dan dari luar. Karena kaum penjajah sangat cerdas (melek politik), memiliki kualitas SDM serta menguasai teknologi komunikasi dan jaringan. Dan tidak menutup kemungkinan adanya dukungan politik dari kaum kapitalisme barat dan utara.

 

Makassar, 02 Agustus 2025

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama