Deklarasi KOKAM 1 Oktober 1965 Gerakan Antitesa Umat Islam Terhadap Ideologi Nasakom

Pada malam tanggal 30 September 1965, Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) melaksanakan Kursus Takari untuk membekali para pemuda dan kader Muhammadiyah dalam rangka persiapan menghadapi ancaman kelompok PKI yang semakin aktif melakukan sabotase dan kekacauan di berbagai tempat di Jawa dan daerah-daerah lainnya.

 

------

PEDOMAN KARYA

Selasa, 30 September 2025

 

Deklarasi KOKAM 1 Oktober 1965 Gerakan Antitesa Umat Islam Terhadap Ideologi Nasakom

 

Oleh: Muhammad Ikbal Majid

 

Tanggal 30 September 1965 dan tanggal 01 Oktober 1965 adalah dua hari terjadinya peristiwa penting dalam satu rangkaian alur cerita sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang tidak lekang oleh waktu.

Tanggal 30 September adalah peristiwa pendahuluan dimana kelompok Partai Komunis Indonesia (PKI) melaksanakan aksi kudetanya yang gagal meng-komunis-kan Indonesia. Kegagalan PKI itu atas berkah dan rahmat Allah subhanahu wata’ala melalui kegesitan pihak TNI, terkhusus TNI AD yang beberapa pejabat terasnya menjadi korban kebiadaban gerombolan PKI di sumur tua lubang buaya.

Salah satu tokoh penting dan pejabat tinggi TNI yakni Jendela AH Nasution, lolos dari penculikan dan pembunuhan pasukan Cakrabirawa di bawah pimpinan Letkol Untung.

Pada malam tanggal 30 September 1965, Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) melaksanakan Kursus Takari untuk membekali para pemuda dan kader Muhammadiyah dalam rangka persiapan menghadapi ancaman kelompok PKI yang semakin aktif melakukan sabotase dan kekacauan di berbagai tempat di Jawa dan daerah-daerah lainnya.

Kursus Takari dihadiri sekitar 500 peserta dari keluarga besar Muhammadiyah Jakarta Raya yang dilaksanakan di Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta yang terletak di Jalan Limau Jakarta Selatan.

Pada malam yang kelam itu, panitia pelaksana menghadirkan narasumber dari kalangan sivil maupun militer yang juga merupakan keluarga besar Muhammadiyah. Di antaranya Jenderal AH Nasution sebagai Menteri Pertahanan dan Panglima Angkatan Darat. Hadir pula Mayor Jenderal Sutjipto dari kepolisian, dan beberapa tokoh sipil dan militer lainnya.

Kegiatan berlangsung hingga pukul 10.30 Wita dan sebagai pembicara terakhir adalah Jenderal AH Nasution. Qadarullah, setelah Pak Nas pulang ke kediamannya, setelah masuk ke rumahnya, beliau langsung disergap oleh Pasukan Cakrabirawa. Alhasil beliau berhasil loncat lewat jendela belakang rumahnya dan lolos dari peristiwa maut yang mengerikan. Namun putrinyalah yang bernama Ade Irma Nasution menjadi sasaran kebiadaban PKI.

Esok harinya tanggal 01 Oktober 1965, tersiarlah kabar berita pembunuhan beberapa Jenderal TNI AD di tengah masyarakat, termasuk di dalam kegiatan Kursus Kader Takari yang dilaksanakan di Kampus Universitas muhammadiyah Jakarta.

Maka para pembesar Muhammadiyah yang hadir dalam kegiatan tersebut melaksanakan rapat kilat untuk melakukan gerakan kesiapsiagaan sebagai counter attack terhadap tokoh, kader, dan aset Muhammadiyah yang terstruktur dan satu komando dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Sore hari tgl 01 Oktober 1965, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah sepakat membentuk satu wadah gerakan perlawanan terhadap gerakan pemberontakan PKI yang diberi nama Komando Kesiapsiagaan Muhammadiyah yang disingkat KOKAM. Pembentukan Kokam dipimpin oleh Letnan Kolonel HS Projokusumo, kader Muhammadiyah yang juga salah seorang Pamen MABES ABRI kala itu.

Sejak zaman revolusi fisik, kader Muhammadiyah tak terhitung jumlahnya yang mewakafkan jiwa dan raganya mengantarkan negeri ini menuju pintu gerbang kemerdekaan. Di saat persiapan kemerdekaan pun, kader Muhammadiyah tidak kalah banyak dengan kelompok pejuang lainnya, misalnya yang duduk di BPUPKI.

Para The Founding Father bangsa yang juga kader Muhammadiyah sejak awal mereka menunjukkan ghirah ke-Islam-an mereka dalam meletakkan dasar-dasar kebangsaan kita, bahkan dalam sejarah perubahan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, kader Muhammadiyah-lah yang menjadi penentu dan pada akhirnya berubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, sila pertama pada Pancasila.

Kegigihan para pendahulu kita memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang bernuansa Islam menjadi tinta emas dalam sejarah perjalanan bangsa kita, sekaligus menjadi rundungan duka yang mendalam buat mereka atas pengkhianatan demi pengkhianatan yang dilakukan oleh Presiden Soekarno cs.

Puncaknya adalah dibuatnya kolaborasi alhaq dan albatil yang dikemas dengan ideologi Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis) yang merupakan inkosistensi paling absurd sebagai negara yang berdasarkan Pancasila yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ide ngawur Bung Karno atas bisikan tokoh-tokoh komunis yang kian intim dengan Presiden yang dimotori oleh Aidit ditentang keras oleh seluruh tokoh-tokoh Muhammadiyah yang mengakibatkan Partai Masyumi yang notabene dikendalikan oleh kader Muhammadiyah dibubarkan begitu saja oleh Bung Karno. Selain itu, ulama-ulama Muhammadiyah seperti Buya Hamka dijebloskan ke penjara tanpa pengadilan.

Pembentukan KOKAM pada saat pemberontakan atau G-30-S-PKI bukan sesuatu yang kebetulan, melainkan sebuah keniscayaan dalam rangka membendung arus gerakan PKI sebagai jihad fisabilillah dalam rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, sekaligus sebagai momen anti klimaks dari perjuangan panjang menegakkan Indonesia yang berketuhanan sebagai antitesa paham komunis yang anti-Tuhan.

***

(Penulis Muhammad Iqbal Majid adalah mantan Komandan KOKAM Sulawesi Selatan, Ketua Barisan Ganyang Komunis Indonesia (BGKI) Sulsel, dan pernah diamanahkan menjadi Koordinator Pemutaran Film G30-S-PKI di jajaran KODAM VII/Wirabuana (sekarang Kodam XIV/Hasanuddin) pada tahun 2016)

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama