Gejolak Publik Residu Rezim Jokowi Satu Dasawarsa

Penderitaan rakyat akibat 10 tahun salah kelola pemerintahan oleh rezim Joko Widodo mulai terasa dan bereaksi di akar rumput. Pergolakan publik ini muncul dipicu oleh tingkah para pembesar negara, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

 

------

PEDOMAN KARYA

Senin, 01 September 2025


OPINI:

 

Gejolak Publik Residu Rezim Jokowi Satu Dasawarsa

 

Oleh: Muhammad Ikbal

(Anggota Presidium KAMI Sulsel)

 

Penderitaan rakyat akibat 10 tahun salah kelola pemerintahan oleh rezim Joko Widodo mulai terasa dan bereaksi di akar rumput. Pergolakan publik ini muncul dipicu oleh tingkah para pembesar negara, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Di tengah penderitaan rakyat yang kian menjepit, para pejabat berjoget ria mamerkan segala bentuk kemewahan dan pendapatan tambahan yang luar biasa besarnya. Jabatan komisaris di BUMN dan gelar kenegaraan diobral.

Rakyat di beberapa kota dan daerah merespons semua tindakan menyebalkan para pembesar negara itu dengan mamerkan dan menggalang kekuatan. Beberapa daerah dibumbui dengan kemarahan dengan cara anarkis seperti pembakaran kantor dan menjarah isinya.

Rakyat sudah lama sadar dan mudah-mudahan Prabowo juga sadari, bahwa negeri ini krisis lapisan elite penguasa yang negarawan, yang integritas dan kapasistasnya dihormati masyarakat.

Prabowo Subianto sebagai Presiden memang dikelilingi puluhan bahkan ratusan jajaran kabinet, dengan wamen dan staf khusus di mana-mana. Tapi sebagian dari mereka belum signifikan kinerjanya membantu Prabowo meyakinkan rakyat bahwa kondisi ekonomi rakyat bisa membaik di alam nyata bukan hanya sebatas di atas kertas statistik.

Sayangnya, sebagian pembantu Prabowo malah melakukan tindakan yang tidak negarawan dengan narasi yang menyakiti hati rakyat seperti ucapan Sri Mulyani yang menyakiti hati guru, ucapan Nusron Wahid yang akan mengambil tanah rakyat bila dua tahun tidak difungsikan, pemblokiran rekening rakyat.

Diperparah dengan penegakan hukum yang masih sangat jauh dari citarasa keadilan, misalnya kasus Silfester Matutina sang pelaku tindak pidana yang seharusnya masuk penjara malah diberi jabatan komisaris di BUMN.

Kasus dugaan ijazah palsu Jokowi yang penanganannya jauh dari asas hukum yang normatif dan berkeadilan. Laporan gratifikasi dan TPPU putra Jokowi oleh Ubaidillah Badrun di KPK sampai kini di peti-eskan. Kasus pemagaran laut oleh kelompok Oligarki yang menguap tak tentu arah dan begitu banyak kasus-kasus lainnya yang mencoreng rasa keadilan publik.

Ironisnya, ketika rakyat bergolak, tidak ada yang siap secara mental dan moral berani tampil mewakili Presiden di depan publik menjelaskan kegelisahan masyarakat, mengatakan apa yang sebenarnya terjadi di pemerintahan dan di negeri ini seperti dahulu ada Wapres yang bisa tampil dan mengatasi hal semacam ini misalnya Jusuf Kalla.

Selama 10 tahun di bawah rezim Joko Widodo aparatur hukum diarahkan menjadi tentakel kekuasaan. Setiap yang berbeda dengan rezim (Jokowi) dipandang sebagai musuh negara.

Instrumen hukum (KUHPidana) diada-adakan untuk menjerat dan memenjarakan orang-orang yang dituduh berseberangan, bahkan institusi-institusi negara seperti Kejaksaan dan KPK berlagak seperti Ormas Jokowi Mania yang menganggap Joko Widodo adalah simbol negara yang layak dijaga kesakralannya. Maka kejahatan jenis apa pun, jika itu terkait dengan “jaringan Solo” mereka tutup mata dan telinga.

Persoalannya ketika Joko Widodo lengser, secara tak terduga bangkit kesadaran sosial di masyarakat yang membuat rakyat siuman dan merasa selama 10 tahun ini ternyata ditipu habis-habisan rezim Joko Widodo. Celakanya, Prabowo-lah yang harus menanggung segala beban dan harus mengurai benang kusutnya.

APBN berantakan sehingga harus dilakukan desentralisai fiskal. Kepala daerah terpaksa menaikkan pajak (PBB) yang mencekik rakyat. Keamburadulan yang ditinggalkan Joko Widodo nyaris terjadi di semua sektor pemerintahan. Paling mencolok adalah korupsi, karena dunia internasional (OCCRP) memosisikan Joko Widodo di deretan pemimpin paling korup di muka bumi (2024).

Pada saat hampir bersamaan Bank Dunia mengabarkan pasca-Joko Widodo Indonesia menjadi Negara Berpenduduk Miskin Terbanyak di dunia: 193,8 juta jiwa dari total 285,1 juta.

Saat ini situasi masih membara, pembakaran kantor pemerintah (pos polisi dan kantor DPRD), penjarahan rumah pejabat sudah terjadi dan anarkisme lainnya masih terus berlanjut dan ini alarm keras buat Prabowo untuk berbenah secepatnya.

Bara api ini harus dipadamkan dalam dua hari ini dan tidak boleh berlanjut sampai satu pekan sebab bisa mengakibatkan chaos nasional yang mengancam eksistensi pemerintahan Prabowo Subianto.

Gejolak ini seyogyanya menjadi bahan instrospeksi rezim sekaligus menjadi alat deteksi Prabowo di internal pemerintahannya siapa yang harus dipertahankan dan siapa yang harus di-delete sesegera mungkin.

Sudah saatnya Prabowo Subianto mengevaluasi secara menyeluruh jajaran pembantunya, mulai dari Wapres, menteri dan wakilnya, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung dan kepala-kepala badan lainnya. Prabowo wajib berdiri tegak tanpa bayang-bayang Jokowi menjalankan pemerintahannya.

Harapan rakyat Indonesia agar gejolak politik hari ini membawa hikmah tersendiri bagi Prabowo dan menjadikannya momen rekonsiliasi nasional dan melupakan residu Pilpres yang mungkin masih tersisa dengan cara mengajak Anis Baswedan dan Ganjar Pranowo duduk bersama yang melibatkan seluruh simpul-simpul elemen bangsa untuk mencari solusi menyelamatkan negeri ini dari eskalasi perpecahan yang masif dan meluas.

Prabowo Subianto harus mengambil hikmah dari gejolak publik hari ini dengan membangun momen rekonsiliasi dari segenap residu Pilpres yang masih tersisa dengan cara mengajak Anis dan Ganjar duduk bersama seluruh simpul-simpul elemen anak bangsa lainnya untuk mencari solusi jangka panjang. Bukan malah menunjuk hidung orang dengan tuduhan dalang gejolak api yang sedang membara.

Saatnya Prabowo Subianto mengevaluasi secara menyeluruh jajaran pembantunya mulai dari Wapres ke bawah hingga kepala-kepala badan, Kapolri, Panglima TNI, Jaksa Agung, dan KPK. Prabowo wajib berdiri tegak tanpa bayang-bayang jokowi untuk menyelamatkan negeri ini dari eskalasi perpecahan yang masif dan meluas.***

 


1 Komentar

  1. Super sekali 👍 👍 sebuah Analisis yang tajam, semoga jadi refleksi bagi pemimpin baru agar tidak mengulang krisis kepercayaan publik.”

    By Andi Alam

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama