-----
PEDOMAN KARYA
Senin, 01 September 2025
OPINI:
Presiden Tegas
Moga Tak Nyasar
Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Goresan ini hadir kurang lebih satu jam
sebelum pembacaan pernyataan sikap tegas oleh Presiden Prabowo Subianto untuk
mengatasi situasi negara yang lagi berkecamuk.
Semulanya, sebagai pengantar goresan
bermaksuk akan mengulas balik jejak kerusahan 12-15 Mei 1998 yang mencekam dan
dipadukan dengan goresan saya di Pedoman Karya yang bertopik “Pemerkosaan
Rumor Fadli Zon” tanggal 09 Juli 2025.
Tapak jejak yang mencekam semoga tidak
mereinkarnasi dengan beralamatkan kepadanya sehingga dicopotin dari karier
militer yang berbintang plus menantu Presiden Soeharto ketika itu.
Dan euforia demo saat ini, jangan sampai
akan berkalam kembali dan justru akan mencederai keceriaan bintang utama
disandangnya dari tapak kesabaran yang tahan banting hingga jadi Presiden.
Sehari sebelumnya, saya sempat mengores
diksi, Teruntuk Presiden Prabowo yang bertepatan hari Sabtu 21:27, 30 Agustus
2025. Diksi hadir ketika api semakin membara yang menghanguskan bangunan mega
gedung para Dewan Perwakilan Rakyat di Daerah atau DPRD, dan penjarahan di luar
nalar.
Semestinya, tidak demikian, esensi dari
demo di dalam beraksian. Namun, euforia demikian, ia hadir tidak sendirian,
namun gejolak api berasap tentu ada penyulutnya sehingga bisa mengepul untuk
membara dalam pengembaraannya.
Teruntuk Presiden Prabowo
Kini, telah tiba saatnya Presiden Prabowo
Subianto, untuk bertindak sebagai Jawara benaran.
Tentu dalam mengubah wajah baru, demi
bangsa dibanggakan.
Guna menyikat, para keparat yang hanya
lihai sebagai penjilat. Mereka, selalu bermuka dua memang biasa bermanisan bila
berhadapan, namun beracun.
Lebih baik sebelum terlambat jadi beban,
tentu bukan lagi bah semboyan, namun dibuktikan.
Demi kebenaran mesti dikedepankan. Maka,
rakyat akan serentak maju tak gentar demi bangsa berkibar bersama Presiden
Prabowo.
Publik Butuh Presiden
Dalam kondisi risau mencekam begini, tak
perlu sensasi saling manuver melempar batu cuci tangan supaya dianggap
pahlawan. Namun, sayangnya terlalu berdunguan dari ilusi mimpi yang terlalu
kesiangan.
Publik bukan orang bodoh lagi, seperti
para anjing pelacak melolong yang hanya lihai dengan bermemorikan otak isi
jeroan robot buatan jadi belulang rebutan.
Publik telah cerdas justru bosan dengan
ocehan basa-basi liar yang tak karuan, bergaya lama ditaburi kembali, padahal
itu mesti dikuburin.
Kini, publik butuh ketegasan yang
berkeadilan tulen, bukan mendaur ulang isu rongsongan diperankan.
Publik butuh, adalah tunjukkan bukti, tidak akan ada lagi bajak pajak gaya penjajahan berkecamukan.
Juga, ocehan comberan dari para otak yang
hanya berisi ampas ceboan bergaya sungsang, bah lolongan anjing gila yang
kehilangan jejak aroma kencingnya di dalam gulita kelam.
Kini, keberanian Presiden untuk bertindak
tegas tanpa tembang aling berpandang buluan kepada siapapun, bila mau
bersalaman santun penuh kehangatan cinta dari rakyat pemilik republik ini!
Publik butuh Presiden yang berani
bertindak tegas dengan keadilan yang dikedepankan, bukan sekedar ocehan bah air
di daun talas hampa bekasan.
Apalagi, bekasan kerontang menganga yang
sungguh bertampang timpang, bah antara bintang berlangitan jingga dengan bumi
bertampakan.
Demo Tampak Timpang
Dunia tetap berputar dengan apa adanya dan
bersirkulasi takdir jadi pengabdiannya kepada Sang Abadi
Kalau penghuni merasa bimbang seakan bumi
tak berkeadilan, itu hanya ilusian pikiran tanpa logis berikhtiar untuk
menggapai harapan
Mungkin tidak terlalu senasib dengan yang
kirab di dalam detik-detik mulia untuk berdemo damai guna menuntut keadilan
utama diperankan, namun diguyur semprotan kepedihan air mata berlinang.
Sementara di sisi lain, ada menitikkan air
mata dengan rasa haru bercampur bahagia karena dianugerahi bintang mahaputera
utama di istana berbinang.
Mungkin, boleh saja kita berbeda untuk
menilainya dan itu hal yang wajar, di dalam detik demo, dan Istana bah beraduan
lomba untuk menitihkan air mata yang begitu tampak timpang!
Tumpang tindih ketimpangan bagaikan diksi
Dogwatch atau anjing berarlojian nan bermerekan hanya untuk melolong
saja.
DogWatch
Watchdog sialan, disuruh menjaga untuk
menggonggong, malah kabur tak karuan nan terbirit birit hingga dog watch atau
arloji keanjingannya dilupain juga di gorong-gorong.
Dasar Watchdog, namanya binatang tak
melupakan keaslian bergelimang kubangannya.
Biar diberi gagang kacamata bertulang
tetap bertunggang langgang dalam ketololan sungguh terngiang
Dasar anjing, tetap kukuh menjilatin biar
bokongnya atas kelelahan dari melolong dengan telanjang
Namun, lebih penting kalau Presiden telah
tegas, jangan lagi tancap gas. Bila memaksa, itu menjadi resiko.
Tunggu saja,bukti kemurnian dari janji tanpa pandang bulu dan semoga juga tidak nyasar sehingga salah sasaran pula bersalaman. Wallahualam.
