![]() |
| Banyak kesan manis bersamanya. Dulu, kami sering duduk bercengkerama, latihan dialog dan baca puisi di bawah pohon beringin di halaman kampus Sastra, Jalan Sunu. - Mahrus Andis - |
-----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 15 Oktober 2025
IN MEMORIAM
Prof Noer Djihad
Saleh; Dari Indok Mencak Hingga Black Panther
Oleh: Mahrus Andis
Tahun 1977, saya bersama Noer Djihad Saleh
lulus masuk kuliah di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar. Kami memilih
Fakultas Sastra. Meski berbeda jurusan, persahabatan kami tidak pernah pupus.
Secara fisik, nasib memisahkan kami
bertahun-tahun. Seusai kuliah, Noer Djihad menjadi dosen pada Fakultas Ilmu
Budaya Unhas dan mengajar di Jurusan Sastra Inggris. Sementara saya, memilih
pulang kampung mengabdi sebagai Pamong Praja. Selama berpisah, kami hanya
sempat berkomunikasi lewat handphone atau facebook.
Noer Djihad seorang sahabat yang baik.
Orangnya tenang, dan senyum ikhlas selalu menghias di bibirnya. Semasa kuliah,
dia aktif berlatih karate. Entah dia menyandang sabuk apa sekarang. Yang saya
tahu, sebelum berpisah di kampus, Noer Djihad sudah memakai sabuk hitam di
Black Panther.
Banyak kesan manis bersamanya. Dulu, kami
sering duduk bercengkerama, latihan dialog dan baca puisi di bawah pohon
beringin di halaman kampus Sastra, Jalan Sunu.
Kadang-kadang juga Noer Djihad mengajak
saya ikut latihan karate. Dia tahu bahwa saya pernah belajar silat tradisional
di kampung. Memadukan “Indok Mencak” dengan karate Black Panther, akan semakin memperkuat daya tahan
tubuh dan memicu sukma keberanian mengolah hidup. Begitu dalilnya kepada saya. Karena
dalil itu, saya pun berminat ikut perguruannya.
Sebelum mendaftarkan diri, saya diajak
lebih dahulu untuk ikut menonton dirinya latihan. Sementara Noer Djihad serius
berlatih bersama karateka lainnya, diam-diam saya menghilang, pulang tanpa
memberitahukannya. Besoknya dia kelihatan jengkel. Dia merasa gagal merekrut
saya sebagai anggota Black Panther.
“Kenapa pulang kemarin? Kan saya sudah
daftar!” katanya kurang ramah.
“Bagaimana mau daftar. Latihan awalnya
saja sudah membuat saya payah,” jawab saya.
“Kan, cuma push-up!” balas Noer Djihad.
“Push-up tidak masalah. Tapi kalau tubuh
harus disangga hanya dengan dua jari tangan, siapa mau?” saya berkilah,
mengingat latihannya yang bagi saya terlalu keras.
Mendengar alasan saya, Noer Djihad tidak
pernah lagi ingin membujuk saya masuk Black Panther. Rupanya dia paham,
semangat saya hanya sebatas “Indok Mencak”, silat bergaya preman kampung.
Selasa subuh, 14 Oktober 2025, saya
mendapat kabar. Prof. Dr. Noer Djihad Saleh, sahabat saya yang orang Soppeng
itu, telah berpulang ke Rahmatullah. Dia pergi menghadap Tuhan dengan membawa
amalan hidup yang bernas.
Saya menjadi saksi, sahabat saya itu orang
baik. Semoga dia mengakhiri hidupnya dalam keadaan husnul khotimah.
Allahummagfirlahu, ya Allah. Amin.
Makassar, 14 Oktober 2025
