Kisah Karangan Laura

“Orang yang paling kukagumi adalah ibuku. Ibuku adalah orang yang sabar. Ia menjahitkan bajuku, merapikan rambutku setiap pagi. Ia juga bekerja keras membantu Ayah di ladang, tapi masih sempat memelukku setiap malam sebelum aku tidur.” (int)


-----

PEDOMAN KARYA

Rabu, 05 November 2025

 

Little House on the Prairie:

 

Kisah Karangan Laura

 

Oleh: Geisz Chalifah

 

Hari itu di sekolah Walnut Grove, Miss Beadle — guru yang lembut tapi tegas — memberi tugas kepada murid-murid: “Tulislah sebuah karangan tentang seseorang yang kalian kagumi.”

Anak-anak mulai menulis dengan pensil dan kertas. Beberapa menulis tentang ayahnya yang kuat, atau pahlawan dari buku cerita.

Laura Ingalls, gadis kecil dengan rambut kepang dan mata polos, duduk lama di bangkunya, memegang pensil tanpa bergerak. Ia belum bisa menulis dengan baik. Huruf-hurufnya sering terbalik, kalimatnya berantakan. Tapi di kepalanya, ia tahu persis siapa orang yang paling ia kagumi: ibunya, Caroline Ingalls.

Keesokan harinya, semua murid diminta maju satu per satu membacakan tulisannya di depan kelas. Ketika tiba gilirannya, Laura maju dengan gugup.

Kertas di tangannya masih kosong. Tak ada satu kata pun tertulis. Namun ia menatap teman-temannya, lalu mulai berbicara dengan suara kecil namun jujur:

“Orang yang paling kukagumi adalah ibuku. Ibuku adalah orang yang sabar. Ia menjahitkan bajuku, merapikan rambutku setiap pagi. Ia juga bekerja keras membantu Ayah di ladang, tapi masih sempat memelukku setiap malam sebelum aku tidur.”

Kelas menjadi hening. Miss Beadle menatap Laura dengan mata berkaca-kaca. Tak ada tulisan di kertas itu, tapi semua orang tahu, karangan Laura adalah yang paling indah di antara semuanya.

Ketika ia menyerahkan kertas kosong itu, Miss Beadle menerimanya perlahan, dan berkata dengan suara lembut; “Kamu sudah menulis dengan hati, Laura. Kadang itu lebih penting daripada menulis dengan tangan.”

Malamnya, Laura pulang ke rumah. Caroline menyambutnya di dapur, dan Laura memeluk ibunya erat tanpa menjelaskan apa pun. Hanya ada pelukan. Dan dalam pelukan itu, semua kata yang tak tertulis tadi seolah berpindah dari hati Laura ke hati ibunya.***


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama