-----
PEDOMAN KARYA
Senin, 10 November 2025
Catatan dari Rakernas II Majelis Tabligh
Muhammadiyah (4):
Masjid Jadi Motor Transformasi Sosial
Oleh: Asnawin Aminuddin
(Wakil Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah
Sulsel)
Banyak masjid di Indonesia yang belum
menjalankan fungsi idealnya sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw. Pada masa
Nabi, masjid bukan hanya tempat ibadah, melainkan juga pusat pemberdayaan
ekonomi dan ilmu pengetahuan.
“Rasulullah mendirikan Pasar Al Souq
Manakhah yang dibangun dengan semangat kebersamaan dan keadilan. Proses jual
beli tidak boleh jauh dari masjid. Itulah model pemberdayaan ekonomi berbasis
masjid,” kata Wakil Menteri Agama RI, KH. Romo R. Muhammad Syafi’i.
Berbicara pada penutupan Rapat Kerja
Nasional (Rakernas) II Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di Kusuma
Agrowisata Resort & Convention, Kota Batu, Jawa Timur, Ahad, 26 Oktober 2025,
Romo mengatakan, masjid juga menjadi pusat pendidikan dan pengembangan ilmu.
“Pusat pemberdayaan pendidikan untuk level
tertentu bisa dilakukan di masjid. Bahkan hingga kini masih ada masjid di
Makkah yang berfungsi sebagai pusat pendidikan. Sayangnya, hal seperti ini
belum banyak dilakukan oleh masjid di Indonesia,” tambahnya.
Tema Rakernas II Majelis Tabligh
Muhammadiyah, yakni: “Masjid Berkemajuan sebagai Pusat Gerakan Ilmu, Dakwah,
dan Kesejahteraan Umat”, menurut Wamenag, sangat relevan dengan arah kebijakan
pemerintah dalam memperkuat ekosistem masjid di Indonesia.
“Masjid
berkemajuan bukan hanya tempat ibadah, tetapi pusat kehidupan umat. Di sana
iman, ilmu, dan amal berpadu membangun peradaban,” ujar Romo, di hadapan Ketua Pimpinan Pusat Muhammad KH Saad Ibrahim, Ketua Majelis
Tabligh PP Muhammadiyah KH Fathurrahman Kamal,
Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Ustadz Adi
Hidayat, serta ratusan peserta Rakernas dari seluruh Indonesia.
Karena itu, Wamenag mendorong Majelis
Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk merumuskan konsep masjid berkemajuan
yang sesuai dengan kebutuhan umat masa kini.
“Masjid berkemajuan yang diinisiasi
Majelis Tabligh Muhammadiyah merupakan keniscayaan. Kami di Kementerian Agama
mendukung penuh gagasan ini karena sejalan dengan enam pilar kebijakan
strategis kami,” tandas Romo.
Enam pilar tersebut meliputi penguatan
ketahanan keluarga, transformasi dakwah digital, pemberdayaan ekonomi jamaah
melalui program Masjid Berdaya dan Berdampak (MADADA), optimalisasi zakat dan
wakaf produktif, penguatan literasi keagamaan, serta pengembangan moderasi
beragama.
Menurut Romo, masjid harus menjadi ruang
yang hidup, tempat jamaah tidak hanya tercerahkan secara spiritual, tetapi juga
berdaya secara sosial dan ekonomi.
“Orang tidak punya modal, carinya ke
masjid. Anaknya mau sekolah, ambil (dana pendidikan) ke masjid. Itulah wujud
masjid berkemajuan yang memberdayakan,” ucapnya.
Ia juga memuji langkah Majelis Tabligh PP
Muhammadiyah dalam mengembangkan konsep tersebut.
“Kekuatan Muhammadiyah ada pada jaringan
dan sistemnya. Kalau konsep masjid berkemajuan ini dijalankan serius dan
terukur, maka akan lahir masjid-masjid yang menjadi motor transformasi sosial,”
imbuh Romo.
Wamenag kemudian menyampaikan apresiasi
kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah, khususnya Majelis Tabligh, atas
kontribusinya dalam memperkuat dakwah berkemajuan yang adaptif terhadap
perkembangan zaman.
“Kementerian Agama memandang Muhammadiyah
sebagai mitra transformasional dalam dakwah, pendidikan, dan pemberdayaan
umat,” ujarnya.
Menutup sambutannya, Wamenag menegaskan
bahwa semangat dakwah Muhammadiyah harus terus menampilkan wajah Islam yang
mencerahkan, menyejukkan, dan membangun optimisme kebangsaan.
“Dakwah berkemajuan bukan sekadar seruan keagamaan, tetapi gerakan peradaban yang menyatukan ilmu, iman, dan kemanusiaan. Dari masjid yang berdaya akan lahir generasi yang berilmu, berakhlak, dan berdaya saing. Itulah cita-cita dakwah yang menyejukkan dan membawa kemajuan bangsa,” kata Romo. (bersambung)
.....
Artikel Bagian 3: Gerakkan Ekonomi Umat Lewat Koperasi Masjid
