“Tadi siang di warkop. Sementara duduk-dudukka’, tiba-tiba datangi. Dari gereja-naki bedeng,” kata Daeng Tompo’.
“Jadi, apa ini dicerita di warkop sama Bung Cae’,” tanya Daeng Nappa’.
“Natanyakka’, bilang dimanaki’ parkir mobil. Saya bilang, jangankan mobil, motor saja setengah-matika’ bayarki cicilanna. Ini dua bulanma’ tidak bayar,” tutur Daeng Tompo’. (Foto: Asnawin)
-------
PEDOMAN
KARYA
Senin,
21 Agustus 2017
Obrolan Daeng
Tompo' dan Daeng Nappa' (9):
Saatnya Saya
Membantu Teman
“Salamnya Bung Cae’,” kata Daeng Tompo’
kepada Daeng Nappa’ seusai shalat isya di masjid.
“Wa'alaikum, dimanaki’ ketemu,” tanya
Daeng Nappa’.
“Tadi siang di warkop. Sementara
duduk-dudukka’, tiba-tiba datangi. Dari gereja-naki bedeng,” kata Daeng Tompo’.
“Jadi, apa ini dicerita di warkop sama
Bung Cae’,” tanya Daeng Nappa’.
“Natanyakka’, bilang dimanaki’ parkir
mobil. Saya bilang, jangankan mobil, motor saja setengah-matika’ bayarki
cicilanna. Ini dua bulanma’ tidak bayar,” tutur Daeng Tompo’.
“Terus,” tukas Daeng Nappa’.
“Terus natanya’ka’, bilang berapakah
cicilan motorta’ satu bulan. Kubilang 700 ribu. Tiba-tiba bunyi telponna, jadi
langsungi berdiri, baru nabilang tungguka’ sebentar. Tidak lama datangmi lagi,
langsunga’ nakasi’ amplop,” tutur Daeng Tompo’.
“Terus,” tukas Daeng Nappa’.
“Nabilang, ini ada uang 1,5 juta untuk
cicilan motorta’ dua bulan. Sisanya pembeli bensin. Kubilang, boss, kenapa ada
begini. Nabilang, saya ini sudah sering dibantu sama orang, ini saatnya saya
membantu teman. Sudah itu langsungi lagi nabayar kopiku, baru pamitmi pulang,”
tutur Daeng Tompo’.
“Bae’na tawwa Bung Cae’ di’?” kata Daeng
Nappa’. (asnawin)