Mendapat Restu Orangtua Berangkat ke Surabaya


Dengan penuh kasih, ibunya, Indo Empa, mengatakan, “ Anakku. Kalau rencanamu itu sesuai dengan ajaran Islam, silakan. Tapi minta satu hal. Kalau kamu mendengar suara adzan berkumandang di masjid, jangan lupa mendirikan shalat, dan bacalah Surah Al-fatihah sehabis shalat.”




---------

PEDOMAN KARYA
Jumat, 07 Desember 2018


Biografi Sahban Liba (8):


Mendapat Restu Orangtua Berangkat ke Surabaya

Penulis: Hernita Sahban Liba


Sahban akhirnya memutuskan akan memberi tahu kepada kedua orangtua dan kakak-kakaknya bahwa ia akan pergi ke Surabaya untuk mengikuti tes penerimaan calon siswa baru PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri).

Ia yakin akan lulus, karena ia menguasai 100% pelajaran aljabar, pelajaran ilmu ukur, dan pelajaran ilmu alam. Dari tiga mata pelajaran itu saja, Sahban sudah akan mendapat angka 300, apalagi jika ditambahkan lagi nilai dari tes mata pelajaran tulis dan baca Al-qur’an.

Dengan penuh hormat dan sangat berhati-hati, Sahban mengemukakan keinginannya dan memohon izin kepada kedua orangtua dan kakak-kakak. Ia berharap ayahnya, Ambe’ Suba, ibunya, Indo Empa, dan saudara-saudaranya mengizinkannya merantau menuntut ilmu di Surabaya.

Mendengar keinginan Sahban, meskipun diungkapkan dengan sangat sopan dan hati-hati, kedua orangtua dan kakak-kakaknya tetap saja merasa kaget.

Mereka tidak menyangka Sahban akan meninggalkan Kota Makassar dan berencana pergi ke Surabaya, karena Sahban memang belum pernah menyampaikan keinginannya itu, padahal Sahban sudah sekitar dua bulan memikirkannya.

Saat itu bulan Februari, sementara tes atau ujian di Surabaya akan dilaksanakan dua bulan lagi, atau tepatnya pada tanggal 01 April 1954. Pengumuman kelulusan akan disampaikan satu bulan kemudian. Jika ia lulus, maka ia akan langsung masuk asrama pada bulan Oktober 1954.

Mendengar rencana dan berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada diri Sahban jika berangkat ke Surabaya, kedua orang tua dan saudara-saudara pun langsung berembug. Mereka mempertimbangkan banyak hal.

Mereka tentu saja tidak langsung menyetujui keinginan Sahban, karena mereka juga masih buta tentang Kota Surabaya. Mereka pun belum tahu bagaimana ke Surabaya dan berapa biaya yang dibutuhkan untuk berangkat ke sana.

Kedua orangtua Sahban yang buta huruf Latin tapi lancar membaca Al-qur’an itu, sama sekali tidak bisa mengakses informasi tentang Kota Surabaya, kecuali melalui penuturan orang lain, terutama orang-orang yang pernah ke sana.

Meskipun begitu, mereka akhirnya menyetujui rencana dan keinginan Sahban. Tentu saja ada terselip kekhawatiran dan kesedihan dalam hati mereka, tetapi melihat semangat dan kepercayaan diri Sahban, akhirnya mereka memberi restu.

Dengan penuh kasih, ibunya, Indo Empa, mengatakan, “ Anakku. Kalau rencanamu itu sesuai dengan ajaran Islam, silakan. Tapi minta satu hal. Kalau kamu mendengar suara adzan berkumandang di masjid, jangan lupa mendirikan shalat, dan bacalah Surah Al-fatihah sehabis shalat.”

Ayahnya, Ambe Suba, juga tak mau ketinggalan memberikan nasehat. Ia berkata, “Di mana pun ananda berada, dengan siapapun ananda bergaul, jangan cari musuh. Carilah sahabat sebanyak-banyaknya, karena mencari musuh 100 orang sehari sangat gampang, tapi mencari teman akrab satu orang dalam sehari sangat sulit. Jadikanlah ayat kursi, sebagai perisai dalam perjalanan kehidupan, dimanapun kau berada.”

Editor: Asnawin Aminuddin

Artikel Terkait:

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama