Bisakah Itu Dosen Jadi Pejabat Walikota?


“Digantimi pejabat walikotayya yang sekarang kah?” tanya Daeng Tompo’.
“Digantimi. Dosen yang gantikanki, dan dosen itu sudah bergelar profesor,” jelas  Daeng Nappa’.
“Bukanji soal profesor atau bukan, tapi walikota itu kan jabatan birokrasi pemerintahan, jadi idealnya birokrat yang isi, bukan akademisi,” kata Daeng Tompo’.

 


-------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 13 Mei 2020


Obrolan Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’:


Bisakah Itu Dosen Jadi Pejabat Walikota?


“Bisakah itu dosen diangkat jadi pejabat walikota?” tanya Daeng Nappa’ kepada Daeng Tompo’ saat ngobrol pagi tanpa kopi di teras rumah Daeng Nappa’.

“Digantimi pejabat walikotayya yang sekarang kah?” tanya Daeng Tompo’.

“Digantimi. Dosen yang gantikanki, dan dosen itu sudah bergelar profesor,” jelas  Daeng Nappa’.

“Bukanji soal profesor atau bukan, tapi walikota itu kan jabatan birokrasi pemerintahan, jadi idealnya birokrat yang isi, bukan akademisi,” kata Daeng Tompo’.

“Makanya saya bertanya Daeng Tompo’,” ujar Daeng Nappa’ sambil tersenyum.

“Dan bukan juga soal mampu atau tidak mampu, tapi kasi’tommi tawwa birokratka untuk isi jabatan pejabat walikota,” kata Daeng Tompo’.

“Jadi tidak setujuki’ ini?” tanya Daeng Nappa’ sambil tersenyum.

“Ah, tidak tongji. Tidak adaji urusanku’, itu urusanna gubernurka yang memilih dan mengusulkan kepada Mendagri untuk mengisi jabatan walikota yang kosong,” kata Daeng Tompo’.

“Jadi apaji padeng maksudta’?” tanya Daeng Nappa’.

“Maksudku’, tidak adakah itu birokrat yang bisa ditunjuk sebagai pejabat walikota? Kenapa harus dosen?” Daeng Tompo’ balik bertanya.

“Jadi proteski’ ini?” tanya Daeng Nappa’ lagi-lagi sambil tersenyum.

“Ah, kita’ itu,” ujar Daeng Tompo balas tersenyum. (asnawin)

Rabu, 13 Mei 2020

-------
Obrolan sebelumnya:

Kasianna Itu Satpol-ka Kodong


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama