Unhas Kukuhkan Tiga Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

GURU BESAR. Foto atas Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa bersama Dewan Profesor, foto bawah dari kiri ke kanan Prof Rahmad Tambaru, Prof Mahfud Polo, dan Prof Khusnul Yaqin, yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, di Ruang Senat Akademik, Lantai 2 Gedung Rektorat Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar, Selasa, 26Maret 2024. 

 

------

Selasa, 26 Maret 2024


Unhas Kukuhkan Tiga Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan


MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar mengukuhkan tiga guru besar (profesor) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) dalam Rapat Paripurna Senat Akademik, di Ruang Senat Akademik, Lantai 2 Gedung Rektorat Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar, Selasa, 26Maret 2024.
Rapat Paripurna dipimpin Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa, dan dihadiri Dewan Profesor Unhas, serta pejabat lingkup Unhas, dan sejumlah undangan.
Ketiga profesor yang dikukuhkan yaitu Prof Dr Ir Rahmadi Tambaru MSi (Professor dalam bidang Planktonologi Laut, dikukuhkan sebagai guru besar ke-515), Prof Dr Ir Khusnul Yaqin MSc (Professor dalam bidang Ekotoksilogi Perairan, dikukuhkan sebagai guru besar ke-516), serta Prof Dr Ir Mahfud Polo MSi (Professor dalam bidang Bahan dan Alat Penangkapan Ikan, dikukuhkan sebagai guru besar ke-517).
Rektor Unhas Jamaluddin Jompa dalam sambutannya mengemukakan harapannya bahwa dengan bertambahnya guru besar di Unhas akan memberikan dampak pada pengembangan sumber daya manusia yang semakin berkualitas. 
Prof JJ, sapaan akrab Jamaluddin Jompa, memberikan gambaran tentang beberapa inovasi yang dihasilkan Unhas seperti pengembangan varietas Jagung Jago dan berharap para guru besar Unhas bisa terus menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi pengembangan pendidikan Indonesia.
“Penelitian yang dilakukan sangat menarik dan berdampak besar untuk pengembangan bidang keilmuan masing-masing. Kita berharap para guru besar tetap aktif dan produktif memberikan kontribusi dan keterlibatannya melalui aktivitas tridharma, serta mendorong kualitas lulusan yang berdaya saing tinggi,” kata Prof JJ.

Sebelumnya, masing-masing guru besar telah menyampaikan pidato penerimaan, yang membahas bidang keahlian.


Prof Rahmadi Tambaru


Mengawali pidato penerimaan, Prof Rahmadi memberikan penjelasan terkait hasil penelitian tentang “Peran dan Kualitas Fitoplankton di Wilayah Pesisir serta Implikasinya terhadap Perubahan Iklim dan Keamanan Pangan.”

Dirinya menjelaskan, wilayah pesisir merupakan perairan dengan beragam ekosistem dan sumberdaya hayati yang bernilai ekonomi. Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan pembangunan dapat memberikan dampak negatif berupa peningkatan tekanan ekologis dan terjadi perubahan iklim.

Sementara itu, Fitoplankton merupakan salah satu sumberdaya pesisir yang merasakan dampak dari tekanan antropogenik dan perubahan iklim. Dalam mempertahankan komunitasnya, organisme ini senantiasa melakukan penyesuaian terhadap perubahan lingkungan. 

Perubahan iklim global mengacu pada perubahan suhu rata-rata bumi dan pola cuaca serta iklim secara keseluruhan yang terjadi sebagai hasil dari aktivitas manusir, terutama pelepasan gas rumah kaca. 

Perubahan iklim global memiliki dampak signifikan dan merusak lingkungan, ekonomi, kesehatan manusia dan kehidupan hewan. Fitoplankton berperan dalam siklus karbon global karena menyerap karbon dioksida dari atmosfer selama proses fotosintesis berlangsung. Undang-undang nomor 18 Tahun 2012 tentang Keamanan Pangan menjelaskan kualitas perairan pesisir termasuk kualitas fitoplankton harus terjaga agar pangan tetap tersedia dan aman untuk dikonsumsi.

“Fitoplankton merupakan organisme mikroskopis yang merupakan sumber utama bagi makanan berbagai organisme laut, termasuk ikan dan krustea yang merupakan sumber pangan manusia. Fitoplankton berperan penting dalam siklus karbon laut dan pengaturan iklim global,” jelas Prof Rahmadi. 


Prof Khusnul Yaqin


Dalam kesempatan tersebut, Prof Khusnul memaparkan penelitian yang dilakukan berkaitan dengan "Peranan Biomarker dalam Manajemen Sumber Daya Perairan di Era Industri 4.0". Secara umum, biomarker adalah salah satu materi yang dikaji dalam bidang ekotoksikologi yang didefinisikan bahwa setiap pengukuran mencerminkan interaksi antara sistem biologis dan potensi bahaya yang mungkin bersifat kimia, fisik atau biologis. 

Lebih lanjut, Prof Khusnul mengatakan biomarker merupakan alat kunci dalam ekotoksikologi akuatik untuk mengukur efek merugikan yang terkait dengan peristiwa kontaminasi. Penerapannya sering terhambat oleh kendala keuangan yang meniadakan kemungkinan memiliki akses ke peralatan khusus, barang khusus atau reagen mahal. 

Ini terjadi karena seiring dengan perkembangan studi dan penerapan biomarker, inovasi yang dilakukan lebih mengarah kepada analisis biomarker yang membutuhkan perangkat canggih dan berbiaya mahal. Padahal, salah satu alasan dalam penggunaan biomarker baik dalam aktivitas pemantauan, asesmen resiko bahan pencemar dan bioremediasi adalah karena konsep biomarker lebih sederhana dan murah dibandingkan dengan analisis klasik terhadap stresor lingkungan.

"Olehnya itu, studi tentang biomarker terutama yang digunakan dalam aktivitas berkaitan drngan manajemen sumber daya perairan perlu dikembalikan pada konsep dasarnya yaitu biomarker yang sederhana, yang tidak membutuhkan biaya mahal dan alat yang digunakan tersedia di lab," jelas Prof. Khusnul.

Di Indonesia, penggunaan biomarker untuk kepentingan pemantauan dan assesmen risiko lingkungan masih sangat kurang, terutama biomarker sederhana. Disamping itu, perkembangan ilmu dan kebutuhan masyarakat dalam IT dan IOT adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Biomarker sederhana dalam penggunaannya perlu diintegrasikan dengan IT dan IOT agar penggunaannya lebih mudah, efektif dan efisien.


Prof Mahfud Palo


Pada kesempatan yang sama, Prof Mahfud Polo juga memaparkan tentang penelitian yang dilakukan mengenai "Jaringan Insang sebagai Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan untuk Perikanan Berkelanjutan."

Jaringan insang merupakan alat pengkap ikan dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. 

Diantara alat tangkap yang berbeda, jaring insang dianggap memiliki dampak lingkungan rendah karena interaksi dengan dasar laut sangat minim disebagian besar keadaan seperti jaring insang permukaan. Selain itu, jaring insang juga menjadi alat tangkap sangat selektif yang menangkap ikan dengan kisaran ukuran sempit sesuai ukuran mata jaring dan target tangkapan.

Lebih lanjut, Prof Mahfud menjelaskan dalam penerapan peraturan pemerintah RI nomor 11 tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur, jaring insang sebagai alat penangkapan ikan yang mempunyai prospek kedepan yang sangat baik karena selektifitasnya sangat tinggi. Jaring insang hanya akan menangkap ikan dalam kisaran ukuran tertentu seperti ukuran ikan yang diinginkan sesuai dengan besarnya ukuran mata jaring yang terpasang saat desain alat tangkap. 

"Penangkapan ikan dengan alat tangkap ramah lingkungan merupakan kebutuhan penting dan relevan, dengan demikian penelitian tentang selektivitas jaring insang maupun tingkat keramahan lingkungan secara umum masih sangat diperlukan untuk pemanfaatan potensi sumberdaya ikan pelagis maupun ikan demersal secara optimal dan berkelanjutan," jelas Prof Mahfud. (yat)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama