RA Kartini Bukan Mayat Berjalan

Esensi diksi “kayak mayat berjalan” bila dilontarkan langsung kepada para pihak bersangkutan, tentu akan marah hingga darah mendidih bah bara api. Eloknya jangan ucapkan cukup ditulisin di artikel atau narasi novelan agar berkesan santun, supaya darah bernadi jatung meledak plus mati mendadak pula. - Maman A. Majid Binfas -

 

------

PEDOMAN KARYA

Jumat, 25 April 2025

 

RA Kartini Bukan Mayat Berjalan

 

Oleh: Maman A. Majid Binfas

(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)

 

Mungkin diksi “kayak mayat berjalan” kesannya tidak elokan bila terucapin secara langsung, dan bisa objek dituju akan tersinggung bukan kepalang pula.

Sekalipun, telah tampak jelas, dia telah membayangi maut kematian di hadapannya akan segera tiba dengan tiba-tiba hampa diduga pula.

Bahkan, objek “kayak mayat berjalan” tersebut, bertampilan pedean, sebenarnya hanya ambisi gaya tipuan kerangka raganya doang nan pula.

Rasa pedean dikarenakan merasa diri ada bekingan bungkusan buhulan yang beresensi sama mawon pada ketumbangan barengan pula.

Jadi, esensi diksi “kayak mayat berjalan” bila dilontarkan langsung kepada para pihak bersangkutan, tentu akan marah hingga darah mendidih bah bara api. Eloknya jangan ucapkan cukup ditulisin di artikel atau narasi novelan agar berkesan santun, supaya darah bernadi jatung meledak plus mati mendadak pula.

 

Darah Mendidihi Nadi

Kalau, darah di dalam nadi seakan mendidih bah bara api membumbung ke aras mata jantung. Itu jelas, ada yang kurang beres darah bersirkulasi gulita.

Apalagi, tak bisa dideteksi oleh alat vein finder secanggih apapun saat ini.

Berarti, ada kelainan terselubung gulitaan, akibat dari diri pasien itu sendiri, sehingga dokter ahli pun kebingungan untuk memberi resep vaksinnya.

Dokter pun, sangat khawatir dengan selalu merahasiakan apa yang akan terjadi di depan mata.

Bila keliru memberi obat, maka boleh jadi pembuluh nadi jantung bisa meledak dan mati mendadak.

Maka, kebanyakan dokter hanya memberi saran dengan resep tak ada penyakitan. dan boleh pulang sekarang dari sini!

Daripada tanggung resiko gempita, akibat dari gulita dirinya tak bisa dideteksi pula, _lebih baik pulanglah daripada jadi beban bah gunung api meledakinnya.

 

Gunung Hingga Bani Adam

Sekalipun gunung menjadi paku bumi, namun dikalahin oleh bara api

Sekalipun bara api bisa membakar gunung, namun dikalahin oleh air

Sekalipun air bisa memadamkan api, namun dikalahin oleh angin

Sekalipun angin bisa mengupkan air, namun dikalahin oleh sedekah anak adam tang tulus ikhlas ber_Alif Lam Mim lillahi Ta'ala.

Sedekah, bukan hanya formalistik berupa materi isi perut doang, tetapi juga logika keilmuan, di antarannya bah RA Kartini.

 

RA Kartini dan QS Al-Isra

Pada sub topik ini, akan dinukil kembali mengenai goresan hari selasa, 22:50, 21 April 2025, yakni tafsiran dari QS Al-Isra:81;

“Dan katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap'. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.”  

Ayat 81 di atas ini, kemungkinan besar  menjadi landasan RA Kartini yang berdiksi: “habis gelap terbitlah terang.”

Diksi ini, pada awalnya ditulis dengan bahasa Belanda: “Door Duisternis Tot Licht” menjadi judul bukunya merupakan kumpulan surat dari RA Kartini.

Selamat Hari Kartini, semoga terinspirasi juga jadi motivasi dari gerakan pencerahannya bagi kaum perempuan Indonesia, dan bukan sekadar rutinitas harla an sich tiap tahun!

Tentu, sekalipun berbeda konteks dengan goresan mengenai jas merah maron goresan beberapa hari yang lalu. Namun, tetap asanya jadi simbol pergerakan, bagian terpenting di dalam mencerahkan logika batin generasi bangsa berlandaskan Quran dan sunnah yang haqikih. Berarti logika diwariskan oleh RA Kartini, adalah kecerdasan tinggi yang berkalam Alif Lam Mim. Tentu bukan pula logika isi jeroan bah mayat berjalan yang segera dituai akan karam._ Manakala, jejak kebaikan diwariskan tentu akan belimpah rahmat dituainya, dan begitu juga kejahatan ditumpanginya. Bukan saja Islam meyakininya, tetapi agama lain pun demikian pula adanya.

 

Agama Lain pun Meyakininya

Bila telah terbelenggu hanya sisa tunggu, apalagi memang telah diketahui juga hasil yang akan digadanginya.

Bila, jagung ditanam tentu jagung pula dituai, dan begitu juga yang lainnya!

Begitu pula, baik berupa pelita jadulan maupun ragam gulita gosongan gempitan rongsongan.

mestikah demikian, tentu kemestian, bukan saja Islam meyakininya, di dalam QS Al-Isra':7 yang berarti ;

“Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik pada dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, maka itu untuk dirimu sendiri.”  

tetapi juga agama lain, di antaranya, di dalam Alkitab Galatia 7, berbunyi,

“Janganlah kamu menjadi ngengat. Apa yang ditanam, itulah yang dituai. Barangsiapa yang menabur pada dagingnya, dari daging itu ia akan menuai kebinasaan, tetapi barangsiapa yang menabur pada Roh, dari Roh ia akan menuai hidup yang kekal.”

Tentu hal itu, mesti terjadi tak mesti galau berlebihan, dan apalagi hal demikian, sedang/selalu hadir membayanginya setiap detakan waktu !

Kesan QS Al-Isra' dan Alkitab Galatia, di atas, tentu akan terbukti dan juga segera tiba untuk dituai dari segala apa ditanami atau serupa yang lainnya, dengan tiba-tiba tanpa bah pecah ketuban bersalam.

Namun, esensi bersalaman di sini, tidak seperti warisan karya RA Kartini, buah intelektual yang selalu dituai dan dikenang berkalam. _Wallahu'alam.

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama