Desain Sistem Pemilu di Indonesia: Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal

Kecenderungan dalam praktek politik Indonesia misalnya, penyatuan atau keserentakan Pemilu justru dilakukan pada level nasional dan disatukan dengan Pemilu legislatif daerah, praktis antara proses pemilihan kepala daerah dengan legislatif daerah tidak berlangsung dalam waktu yang sama.

 

-----

PEDOMAN KARYA

Senin, 12 Mei 2025

 

Desain Sistem Pemilu di Indonesia: Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal

 

(Bagian kedua dari dua tulisan)

 

Oleh: Syarifuddin Jurdi

(Dosen Sosiologi Politik UIN Alauddin Makassar)

 

Rekayasa sistem Pemilu merupakan keniscayaan dalam menghasilkan pemerintahan presidensial yang efektif. Relasi eksekutif dan legislatif merupakan keniscayaan dalam proses pembangunan demokrasi.

Penguatan relasi eksekutif dan legislatif dapat dikonstruksi melalui penyelenggaraan Pemilu untuk menghasilkan pejabat eksekutif dan pejabat legislatif dalam waktu bersamaan, pilihan Pemilu serentak sebagaimana Putusan MK merupakan keniscayaan.

Desain Pemilu serentak model yang ditawarkan oleh MK dalam Putusan 55/PUU-XVII/2019 menjadi perhatian pembuat undang-undang untuk memperkuat sistem presidensial. Pilihan Pemilu serentak 2019 dan 2024 dengan lima jenis pemilihan yang dilakukan secara bersamaan menghasilkan dinamika politik, baik terkait dengan penyelenggara Pemilu-nya, maupun berkaitan dengan relasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Keserentakan Pemilu untuk memilih presiden / wakil presiden dan legislatif, sementara pemilihan gubernur, bupati dan walikota dilakukan secara terpisah dengan legislatif daerah (DPRD).

Apakah model keserentakan yang dipilih pada Pemilu 2024 efektif membentuk pemerintahan daerah yang kuat, ataukah diperlukan pemikiran untuk menyatukan pemilihan kepala daerah dengan pemilihan legislatif daerah dalam waktu yang sama, kita sebut saja ini dengan Pemilu lokal.

Pelaksanaan Pemilu presiden dan legislatif nasional diselenggarakan secara serentak sebagai bagian dari penguatan sistem presidensial. Untuk yang ini kita sebut dengan Pemilu nasional yang menyatukan pemilihan DPR, DPD, dan presiden-wakil presiden.

Pemisahan Pemilu nasional dan Pemilu lokal merupakan opsi keserentakan berdasarkan level pemerintahan. Level nasional dilakukan pada waktu yang sama dengan memberi jeda waktu sekitar dua setengah tahun dari Pemilu lokal.

Dalam Putusan MK tidak ada keharusan memilih satu atau dua model keserentakan Pemilu oleh pembuat UU yang disesuaikan dengan kondisi sosiologis dan geografis masyarakatnya. Artinya pilihan Pemilu serentak dapat saja model Pemilu serentak Indonesia 2019 dan 2024 yang menyertakan Pemilu presiden dan Pemilu legislatif pusat dan daerah.

Sementara model lain sebagaimana yang dilakukan pada sejumlah negara seperti Amerika Latin, Amerika Serikat, sebagian negara-negara Asia dan lainnya dapat dirumuskan sesuai dengan kajian dan analisis pembuat kebijakan.

Penggabungan keseluruhan jenis pemilihan termasuk pemilihan kepala daerah dalam satu waktu yang sama juga dimungkinkan dalam artinya keserentakan, atau memisahkan level Pemilunya, Pemilu nasional disatukan dan Pemilu lokal juga disatukan.

Keserentakan Pemilu memiliki pengaruh secara langsung dengan tingkat partisipasi pemilih dalam memberikan suaranya. Dampak positif terhadap partisipasi pemilih disebut oleh Rose bahwa partisipasi pemilih pada pemilihan anggota parlemen Uni Eropa lebih tinggi ketika pemilihan tersebut dilakukan berbarengan dengan Pemilu nasional atau lokal, meskipun apa yang disebut Rose ini tidak bisa digeneralisir kepada seluruh anggota Uni Eropa (Haris, 2019).

Sejumlah negara lain yang menerapkan model Pemilu serentak, partisipasi pemilih dalam memberikan suaranya lebih tinggi bila dibandingkan dengan Pemilu yang dilakukan secara terpisah.

Berdasarkan hal itu, apakah Pemilu serentak nasional itu akan disertai dengan Pemilu di daerah atau tidak adalah kebijakan yang bisa diambil atau tidak diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang masuk akal oleh pembuat UU, seperti menyederhanakan kerumitan pelaksanaan, atau pertimbangan lain yang lebih strategis bagi pembangunan bangsa.

Pemilu serentak akan memperkuat relasi eksekutif dan legislatif yang dipilih secara bersamaan dalam waktu yang sama oleh rakyat yang memberi mandat kepada pejabat eksekutif dan legislatif, baik pada level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Pertimbangan dalam menentukan sistem Pemilu serentak mengacu pada beberapa hal di antaranya menghasilkan representasi politik, menjamin keterwakilan perempuan dan kelompok minoritas.

Potensi terjadinya penyederhanaan partai dapat dilakukan melalui sistem Pemilu, artinya Pemilu serentak pada tingkat nasional maupun daerah menjadi arena untuk memperkuat sistem pemerintahan.

Pemilu legislatif menurut Surbakti harus memenuhi unsur di antaranya menghasilkan sistem parpol pluralis moderat; menciptakan keseimbangan dan menghasilkan sistem representasi penduduk; menjamin keterwakilan perempuan dan minoritas; soliditas dukungan terhadap presiden; menghilangkan tindakan manipulatif dan sistem Pemilu yang simpel.

Desain sistem Pemilu serentak berkorelasi dengan penguatan check and balances antara eksekutif dengan legislatif, hal ini menjadi temuan banyak ahli politik, baik Pemilu tingkat nasional maupun tingkat lokal.

Kecenderungan dalam praktek politik Indonesia misalnya, penyatuan atau keserentakan Pemilu justru dilakukan pada level nasional dan disatukan dengan Pemilu legislatif daerah, praktis antara proses pemilihan kepala daerah dengan legislatif daerah tidak berlangsung dalam waktu yang sama.

Dalam hubungannya dengan pemilihan kepemimpinan eksekutif, antara pemilihan presiden dengan pemilihan kepala daerah berlangsung dalam waktu yang berbeda, presiden yang terpilih tidak selalu sama visi politiknya dengan gubernur, bupati atau walikota terpilih yang dilakukan dalam waktu yang berbeda di level daerah, karena asal-usul partai politik pengusung presiden dan wakil presiden terpilih tidak selalu sama dengan partai politik pengusung kepala daerah yang terpilih.

Dalam hal ini, relasi ekskutif pusat dengan daerah terkadang berbeda dalam beberapa kebijakan, meskipun pemerintah pusat memiliki otoritas yang besar untuk memaksa daerah dalam mengikuti kebijakan pusat.

Relasi antara ekskutif daerah (gubernur-bupati-walikota) dengan legislatif daerah (DPRD provinsi, DPRD Kabupaten, dan DPRD kota) tidak selalu menunjukkan relasi yang bersifat simbiosis mutualisme, karena gubernur-bupati-walikota dengan DPRD dipilih secara terpisah, padahal amanat UUD 1945 hasil amandemen menyebutkan bahwa gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

Pada ayat lain disebutkan bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Norma ini yang dapat diperbincangkan oleh DPR RI dalam meredesain UU Pemilu yang baru agar menghasilkan satu kepemimpinan pemerintah daerah yang memiliki visi yang sama dalam membangun daerah.

Posisi ekskutif daerah dan legislatif daerah strategis dalam proses pengambilan kebijakan lokal, kewenangan mereka dalam kerangka penyelenggaraan otonomi daerah dapat membuat regulasi berupa peraturan daerah (Perda) atau kebijakan strategis lainnya agar dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah.

Dalam arti yang lebih umum bahwa eksekutif (Pemerintah Daerah) memiliki kekuasaan untuk menyusun dan mengusulkan rancangan peraturan daerah (Raperda) dan yang penting setiap tahun eksekutif daerah mengusulkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD).

Sementara legislatif daerah berdasarkan peraturan memiliki kewenangan untuk melakukan pembahasan, kemudian hasil pembahasan disahkan, dan mengawasi pelaksanaan segala kebijakan strategis daerah, baik APBD yang dibahas setiap tahun maupun Perda yang dianggap penting untuk penguatan daerah.

Pembahasan mengenai Perda atas usul eksekutif ataupun insiatif legislatif merupakan gagasan strategis untuk merespons aspirasi dan harapan masyarakat daerah, setiap produk kebijakan strategis daerah seharusnya lahir dari aspirasi dan kepentingan masyarakat.

Posisi penting eksekutif dan legislatif dalam pembangunan daerah menjadi satu perhatian dalam proses pembahasan UU Pemilu, pemilihan eksekutif daerah dan legislatif daerah sebaiknya dilakukan dalam waktu yang sama dan dipisahkan dari pemilihan legislatif dan eksekutif pusat.***


.....

Tulisan Bagian 1:

Redesain Sistem Pemilu yang Demokratis

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama