![]() |
| Penulis Agus K Saputra (paling kanan) berbincang-bincang dengan Bli Made Budhiana (paling kiri) dan AS Laksana, di Studio Snerayuza milik Bli Made Budhiana. |
-----
PEDOMAN KARYA
Jumat, 26 September 2025
Di Atas Apa Saja,
Semuanya Mengalir
Catatan Agus K
Saputra
Dua hal ambisius saya dapatkan ketika
masuk ke Studio Snerayuza milik Bli Made Budhiana. Pertama, “intimidasi”
menjadi sebuah diksi yang menarik. Kata ini, dalam kehidupan sehari-hari,
sering dihubungkan dengan tekanan, gangguan, atau rasa takut. Namun dalam
proses penciptaan seni, intimidasi bisa bermakna lain: tantangan yang justru
membuka jalan untuk menemukan bentuk baru.
Kedua, begitu pula dengan “distorsi”. Pada
mulanya ia dianggap perusak—pengganggu fokus, pemecah konsentrasi, atau bahkan
penyimpangan dari aturan. Akan tetapi, di tangan seorang seniman, distorsi
dapat diolah menjadi energi kreatif.
Dengan ketulusan, intimidasi dan distorsi
berubah menjadi pemicu lahirnya karya. Di titik ini, kebebasan menjadi syarat
utama: membebaskan diri dari beban luar, lalu mengalir, hingga berhenti pada
satu titik kulminasi yang melahirkan karya seni.
Tentu saja, jalan menuju kulminasi itu
tidak sederhana. Terkadang situasi tak terduga datang tanpa permisi,
memengaruhi rasa dan batin yang bergejolak. Seorang seniman harus siap
“menerima,” sekalipun ia tidak selalu tahu apa yang akan datang. Penerimaan ini
erat kaitannya dengan prinsip pendulum: selalu bergerak, selalu mencari
keseimbangan.
Pendulum bukan hanya benda fisik yang
berayun, tetapi juga metafora tentang diri manusia yang senantiasa mencari
harmoni. Sejatinya, inilah petunjuk mengenai kehakikian dan karakter: bahwa
hidup, seperti halnya seni, adalah pencarian keseimbangan tanpa henti.
Dalam perjalanan itu, alam semesta hadir
sebagai guru. Maha karya Sang Pencipta menjelma pengantar imaji yang tak
terbatas. Langit, laut, cahaya, bayangan, suara—semuanya menawarkan inspirasi.
Imaji itu liar, membebaskan, abstrak, tetapi penuh energi.
Dalam setiap getaran, selalu ada ikatan
yang saling bertautan, meski tidak terlihat kasat mata. Di balik abstraksi itu,
sesungguhnya tersembunyi nilai dan makna yang dapat dirasakan. Seni abstrak
kemudian menjadi medium wahyu batin: menghadirkan harmoni, menghadirkan
keteduhan, menghadirkan ruang refleksi di sudut mata dan hati.
Pertanyaan berikutnya: apa yang harus
dilakukan setelah itu? Jawabannya adalah terus berproses. Seni tidak pernah
berhenti. Ia menuntut perjalanan panjang, seperti berlari di sepanjang garis
yang tak pernah putus. Setiap langkah adalah upaya menumpahkan padanan warna,
menyatukan ritme, meracik energi. Hingga akhirnya, hikmah dan rahasia hadir
dengan cara yang tak terduga.
Kerap kali, hasilnya semakin abstrak,
semakin sulit dijelaskan, tetapi justru semakin dalam maknanya. Abstraksi
menjadi ruang bagi refleksi: mengajak penikmat untuk merasakan, bukan sekadar
melihat.
Maka, ungkapan Made Budhiana “di atas apa
saja, semuanya mengalir” menjadi sangat tepat untuk menggambarkan karya-karya
dan pemikiran Made Budhiana. Lahir di Denpasar, Bali, 27 Maret 1959, Budhiana
dikenal sebagai salah satu pelukis abstrak penting Indonesia.
Ia bukan sekadar pengolah warna di atas
kanvas, tetapi juga seorang perupa kreatif dengan gagasan-gagasan tak terduga.
Eksperimen media menjadi salah satu ciri khasnya. Ia tidak berhenti pada
cara-cara konvensional, melainkan berani mencoba bentuk baru, mencari celah
ekspresi yang lebih luas.
Ciri utama karya Budhiana adalah permainan
garis dan warna. Garis-garis yang ditorehkan sering kali berirama, bergerak
bebas, seolah-olah merepresentasikan energi yang mengalir tanpa batas.
Warna-warnanya berlapis, kontras, namun tetap berpadu dalam harmoni.
Dari komposisi visual ini, penikmat dapat
merasakan atmosfer tertentu—kadang penuh semangat, kadang penuh keteduhan.
Inilah kekuatan seni abstrak: ia tidak menampilkan objek nyata, tetapi justru
menghidupkan ruang batin penikmat.
Selain menekuni seni rupa, Budhiana juga
memiliki minat pada sastra, teater, dan musik. Perhatian pada bidang-bidang ini
memberi pengaruh pada karya-karyanya. Kadang goresan kanvasnya serupa puisi
visual, kadang komposisinya bergerak seperti sebuah adegan teater, kadang ritme
warnanya mengingatkan pada melodi musik. Lintas disiplin ini membuat karyanya
terasa kaya, tidak tunggal, dan selalu membuka ruang interpretasi baru.
Karya-karya Budhiana telah dipamerkan di
berbagai negara. Hal ini memperlihatkan daya jangkau seni abstraknya. Abstraksi
memang bersifat universal: ia tidak bergantung pada simbol lokal yang sulit
diterjemahkan, tetapi langsung menyentuh rasa dan persepsi.
Dengan demikian, karya Budhiana dapat
dinikmati di banyak tempat, tanpa kehilangan identitasnya. Kehadirannya di
panggung internasional memperkuat posisi Indonesia dalam peta seni rupa modern
dunia.
Pintu Masuk Harmoni
Di luar kanvas, kontribusi penting
Budhiana terwujud melalui Snerayuza, sebuah studio seni sekaligus rumah budaya
publik yang ia dirikan. Snerayuza tidak hanya berfungsi sebagai ruang kerja
pribadi, tetapi juga sebagai wadah dialog, pameran, dan pertemuan komunitas.
Di sini terlihat pandangan Budhiana bahwa
seni tidak boleh eksklusif. Seni harus hadir dalam kehidupan sosial, membangun
interaksi, dan memberi manfaat lebih luas. Dengan cara ini, Budhiana tidak
hanya berperan sebagai seniman, tetapi juga sebagai fasilitator budaya.
Perjalanan seni Budhiana semakin kokoh
karena dasar akademiknya. Ia belajar seni lukis di Institut Seni Indonesia
(ISI) Yogyakarta, salah satu lembaga seni terkemuka di Indonesia. Dari sana ia
memperoleh fondasi teknik sekaligus dorongan untuk bereksperimen.
Yogyakarta memberinya ruang untuk
berinteraksi dengan berbagai gagasan seni modern, sementara Bali memberi akar
spiritual dan kultural. Pertemuan dua dunia ini—tradisi dan
modernitas—membentuk karakter khas dalam karya-karyanya.
Jika ditinjau dari sudut pandang seni rupa
Indonesia, Budhiana menempati posisi yang unik. Banyak seniman Bali memilih
jalur figuratif dengan ikonografi tradisional, sedangkan Budhiana memilih
abstraksi.
Namun, spiritualitas Bali tetap hadir
dalam karyanya, bukan secara eksplisit, melainkan sebagai nuansa. Warna-warna
dan garis-garisnya menghadirkan rasa meditatif, reflektif, dan kontemplatif,
yang sejalan dengan tradisi spiritual pulau kelahirannya.
Pada akhirnya, karya-karya Budhiana
menunjukkan bahwa seni adalah perjalanan panjang. Ia mengajarkan bahwa dalam
intimidasi selalu ada ruang untuk kebebasan, dalam distorsi selalu ada peluang
untuk menemukan makna baru, dan dalam abstraksi selalu ada pintu masuk bagi
harmoni.
Maka benar adanya ungkapan itu: “di atas
apa saja, semuanya mengalir.” Seni tidak pernah berhenti. Ia adalah arus yang
terus bergerak, membawa kita pada hikmah, makna, dan kebebasan yang lebih luas.
Suksma, Bli Made Budhiana.
#Akuair-Ampenan, 26-09-2025
