------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 26 September 2025
Kisah Nabi Muhammad SAW (21):
Muhammad Dipilih
sebagai Pemimpin Kafilah Dagang
Penulis: Abu Hasan Ali An-Nadwi
Pada musim semi tahun 595 Masehi, para
pedagang Mekah kembali mulai menyusun kafilah perdagangan musim panas mereka,
untuk membawa barang dagangan ke Syria. Khadijah juga sedang mempersiapkan
barang dagangannya, tetapi ia belum menemukan seseorang untuk menjadi pemimpin
kafilahnya. Beberapa nama diusulkan orang, namun, tidak satu pun yang berkenan
di hatinya.
Mendengar itu, Abu Thalib mendatangi
Khadijah dan menawarkan kepadanya Muhammad, keponakannya yang baru berusia 25
tahun, untuk menjadi agen Khadijah. Abu Thalib tahu bahwa Muhammad belum cukup
berpengalaman, tetapi ia sangat yakin bahwa Muhammad lebih dari sekadar mampu.
Sebagaimana penduduk Mekah yang lain,
Khadijah pun telah mendengar nama Muhammad. Satu hal yang Khadijah yakin adalah
kejujuran Muhammad. Bukankah orang Mekah menjulukinya “Al Amin” atau “Orang
yang bisa dipercaya.”
Maka, Khadijah menyetujui tawaran Abu
Thalib. Bahkan ia hendak memberi imbalan dua kali lipat kepada Muhammad dari
yang biasa diberikan kepada orang lain. Oleh karena itu, Abu Thalib pulang
dengan gembira.
Segera saja Abu Thalib dan Muhammad
menemui Khadijah yang kemudian menerangkan tentang seluk beluk perdagangan.
Otak Muhammad yang cerdas bekerja dengan tangkas. Ia segera memahami semuanya.
Tidak satu penjelasan pun yang ia minta untuk diterangkan ulang.
Maka, kafilah pun disiapkan dengan suara
riuh rendah. Khadijah menyertakan seorang pembantu laki-lakinya yang
terpercaya, Maisarah, untuk mendampingi Muhammad di perjalanan.
Diantar Abu Thalib dan paman-pamannya yang
lain, Muhammad datang pada hari yang telah ditentukan. Mereka disambut seorang
paman Khadijah yang sedang menanti mereka dengan surat-surat perdagangan.
Pemimpin kafilah membunyikan tanda dan
semuanya segera berangkat. Pada musim panas, kafilah Mekah berangkat menjelang
senja dan terus berjalan pada malam hari. Mereka beristirahat pada siang hari
karena perjalanan siang akan sangat melelahkan semua orang.
Maka, berangkatlah Muhammad menempuh jalur
yang pernah ditempuh bersama pamannya 13 tahun yang lalu.
Imbalan untuk Muhammad
Imbalan yang diberikan Khadijah untuk
seorang agen adalah dua ekor unta. Akan tetapi, Abu Thalib minta empat ekor
unta. Maka, Khadijah pun menjawab, “Kalau permintaan itu bagi orang yang jauh
dan tidak kusukai saja akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan
kusukai.”
Berdagang ke Syam
Dalam perjalanan, Muhammad mengenali bahwa
Maisarah adalah teman yang baik. Dengan senang hati, Maisarah menunjukkan dan
menceritakan sejarah berbagai tempat menarik yang mereka lewati. Muhammad juga
menemui bahwa anggota kafilah yang lain sangat ramah dan akrab terhadapnya.
Setelah satu bulan berjalan, tibalah
mereka di Syria. Setelah beristirahat beberapa hari, mulailah para pedagang
menuju ke pasar. Walaupun ini adalah pengalaman pertama, Muhammad sama sekali
tidak bingung dengan tugasnya.
Maisarah tercengang melihat kelihaian
Muhammad mengambil keputusan, pikirannya yang tajam, serta kejujurannya. Semua
barang yang mereka bawa laku terjual dengan jumlah keuntungan yang belum pernah
didapatkan Khadijah sebelum itu.
Setelah itu, Muhammad membeli
barang-barang berkualitas yang akan dibawa pulang ke Mekah untuk dijual dengan
harga tinggi.
Di Syria, setiap orang yang berjumpa
dengan Muhammad pasti sangat terkesan olehnya. Penampilan Muhammad sangat
mempesona, ramah, dan sangat besar perhatiannya pada setiap orang.
Di tengah-tengah kesibukan itu, Maisarah
melihat bahwa Muhammad selalu memanfaatkan setiap waktu senggang untuk
menyendiri dan berpikir. Ini benar-benar tidak lazim bagi Maisarah. Ia tidak
menyadari bahwa tuan mudanya ini memang sangat terbiasa meluangkan waktu untuk
memikirkan nasib umat manusia.
Muhammad juga amat heran melihat
perpecahan berbagai kelompok Nasrani di Syria. Setiap masing-masing dari mereka
memiliki jalan dan pendapat sendiri, padahal seharusnya mereka bergabung dalam
satu kelompok. Manakah yang paling benar dari semuanya itu. Pikiran-pikiran
seperti ini membuat mata Muhammad selalu terbuka pada saat orang-orang lain
terlelap tidur.
Akhirnya, waktu untuk pulang pun tiba.
Oleh-oleh untuk handaitaulan pun dibeli dan semua barang dikemas. Waktu pulang
adalah waktu yang paling menggembirakan karena mereka akan berjumpa lagi dengan
orang-orang tercinta di kampung halaman. Mereka tidak sabar lagi mendengar tawa
ria anak-anak mereka saat kembali nanti dan mereka sadar jika waktu itu tiba,
tidak akan kuat lagi mereka menahan air mata.
Hari Jum’at
Hari Jum’at pada zaman jahiliyah adalah
hari bersuka ria di seluruh jazirah. Semua orang sibuk di pasar.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, pernah terjadi, khutbah Jum’at Rasulullah hampir terganggu, karena saat itu datang kafilah membawa barang dagangan. Pada hari Jum’at, semangat berdagang mengaliri darah semua orang pada saat itu. (bersambung)
.....
Kisah Nabi Muhammad SAW (20):
Khadijah Binti Khuwailid Saudagar Kaya Membenci Berhala
.....
Kisah Nabi Muhammad SAW (1):
