------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 11 Oktober 2025
Kisah Nabi Muhammad SAW (23):
Muhammad Jadi Kaya
tapi Tetap Rendah Hati
Penulis: Abu Hasan Ali An-Nadwi
Muhammad telah mendapat karunia Allah
dengan pernikahannya bersama Khadijah. Dari seorang pemuda tidak kaya, Allah
telah mengangkatnya menjadi laki-laki berkedudukan tinggi dengan harta yang
mencukupi.
Seluruh penduduk Mekah memandang
pernikahan ini dengan gembira dan penuh rasa hormat. Semua undangan yang hadir
berharap bahwa dari pasangan yang sangat ideal ini kelak lahir keturunan yang
akan mengharumkan nama Quraisy.
Para sesepuh dari kedua keluarga tahu
bahwa Khadijah akan mendukung suaminya dengan kasih sayang dan harta berlimpah.
Sebaliknya, mereka juga berharap bahwa Muhammad yang bijak dan cerdas akan
membimbing istrinya menuju kebahagiaan hidup.
Kehidupan berlanjut dan keikutsertaan
suami istri itu dalam pergaulan yang baik dengan masyarakat membuat orang
semakin menghormati mereka. Walau telah mendapat kehormatan demikian itu,
Muhammad tetaplah seorang yang rendah hati. Itu adalah sifatnya yang menonjol.
Jika ada yang mengajaknya berbicara, tidak
peduli siapa pun itu, ia akan mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa menoleh
kepada orang lain. Tidak saja mendengarkan dengan hati-hati, Muhammad bahkan
memutar badannya untuk menghadap orang yang mengajaknya berbicara.
Semua orang tahu bahwa bicara Muhammad
sedikit. Ia justru lebih banyak mendengarkan pembicaraan orang lain. Selain
bicara, Muhammad bukanlah orang yang tidak bisa diajak bergurau. Ia sering juga
membuat humor dan mengajak orang lain tertawa, tetapi apa yang ia katakan dalam
bergurau sekali pun adalah sesuatu yang benar.
Orang menyukai Muhammad yang apabila
tertawa, tidak pernah sampai terlihat gerahamnya. Apabila marah, tidak pernah
sampai tampak kemarahannya. Orang tahu ia marah hanya dari keringat yang
tiba-tiba muncul di keningnya. Muhammad selalu menahan marah dan tidak
menampakkannya keluar.
Orang-orang menyayangi Muhammad karena ia
lapang dada, berkemauan baik, dan menghargai orang lain. Ia bijaksana, murah
hati, dan sangat mudah bergaul dengan siapa saja.
Namun, di balik semua kelembutan itu, ia
mempunyai tujuan yang pasti, berkemauan keras, tegas, dan tidak pernah
ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian berpadu dalam dirinya sehingga
menimbulkan rasa hormat yang dalam bagi orang-orang yang bergaul dengan
Muhammad.
Mahar Pernikahan
“Saksikanlah para hadirin,” kata Waraqah
bin Naufal dengan suara agak keras, “Saksikanlah bahwa aku menikahkan Khadijah
dengan Muhammad, dengan mas kawin senilai 12 ekor unta betina.”
Kambing Sedekah
Setelah upacara resmi pernikahan selesai,
Muhammad memerintahkan agar seekor kambing disembelih di depan pintu rumah
Khadijah dan membagikan dagingnya kepada fakir miskin. Itu belum termasuk para
undangan yang menghadiri jamuan pada malam harinya.
Jadi, selain diundang jamuan makan, fakir
miskin pun dapat membawa pulang ke rumah beberapa kantung daging.
Baqum Si Pedagang Romawi
Muhammad bukankah orang yang suka
berpangku tangan, tetapi aktif bergaul dalam masyarakat. Suatu hari terjadilah
sebuah peristiwa yang membuat nama Muhammad menjadi semakin harum.
Peristiwa itu didahului oleh banjir besar
yang melanda Mekah. Bukit-bukit di sekitar Mekah tanpa ampun menumpahkan air
hujan yang jarang turun itu ke kota yang tepat berada di bawah. Banjir itu
menyebabkan dinding Ka’bah yang memang sudah lapuk jadi retak dan terancam
runtuh.
Sebenarnya, sebelum banjir tiba, sudah ada
gagasan untuk memperbaiki Ka’bah, tetapi orang-orang takut apabila Tuhan Ka’bah
marah. Setelah banjir, tidak bisa dielakkan lagi bahwa dinding Ka’bah harus
diperbaiki dan ditinggikan.
Sudah menjadi takdir Allah bahwa waktu itu
juga tersiar berita ada sebuah kapal Romawi terdampar di laut Merah, dekat
dengan pelabuhan Syu’aibah. Kapten kapal Romawi itu adalah seorang Nasrani yang
berasal dari Mesir. Baqum, namanya.
Orang-orang Mekah mengutus Walid bin
Mughirah dan serombongan orang untuk membeli kapal itu, membongkar kayu
kayunya, dan mengangkutnya untuk membangun kembali Ka’bah. Baqum pun akhirnya
dikontrak sebagai ahli kayu.
Pada mulanya, tidak seorang pun berani
membongkar dinding Ka’bah walau sedikit, karena takut dikutuk Tuhan. Mungkin
mereka masih ingat dengan jelas apa yang menimpa Abrahah dan pasukan gajahnya
saat ingin menghancurkan Ka’bah.
Akan tetapi, akhirnya, Walid bin Mughirah memberanikan diri merombak sudut bangunan bagian selatan. Setelah itu, ia menunggu sampai besok. Ketika pagi tiba dan ia tidak juga dikutuk, mereka pun mulai melakukan pembenahan Ka’bah. (bersambung)
....
Kisah sebelumnya:
