![]() |
| Dalam pernikahan Muhammad dan Khadijah, semua pemimpin Quraisy dan pembesar Mekah diundang. Mempelai laki-laki menunggang kuda yang gagah diiringi para pemuda Bani Hasyim yang menghunus pedang. |
------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 03 Oktober 2025
Kisah Nabi Muhammad SAW (22):
Pernikahan Agung Muhammad
dengan Khadijah
Penulis: Abu Hasan Ali An-Nadwi
Setelah beberapa bulan, kafilah Mekah pun
datang kembali. Di tempat perhentian Marr Al Zahran, sehari perjalanan dari
Mekah, para agen biasanya mendahului datang ke Mekah untuk memberi laporan
perdagangan. Muhammad pun demikian. Ia lebih dulu tiba di Mekah. Namun, sebelum
bertemu Khadijah, ia berthÃ¥waf dulu tujuh keliling mengelilingi Ka’bah.
Dari atas balkonnya yang megah, Khadijah
bergegas datang menyambut dan Muhammad pun melaporkan hasil penjualan, barang
yang dibeli, serta berbagai pengalaman kecil dalam perjalanan.
Saat itu, Khadijah sudah sangat terkesan
dengan hasil yang diperoleh Muhammad, tetapi itu belum seberapa. Setelah
Muhammad pulang, Maisaråh menceritakan sendiri kesan-kesannya terhadap
Muhammad.
“Sungguh, belum pernah aku melihat pemuda
yang demikian sempurna memandang masa depan. Keputusan-keputusannya selalu
tepat dan perkiraannya tidak pernah salah. Ia juga sangat jujur dan sopan,”
demikian sebagian kisah Maisaråh.
Khadijah betul-betul sangat terkesan
dengan agen barunya itu. Waraqah bin Naufal pun datang dan mendengar sendiri
kisah Maisarah tentang Muhammad.
Ada hal yang aneh pada diri Maisarah.
Biasanya, ia sangat menekankan laporannya pada masalah-masalah bisnis. Akan
tetapi, kini persoalan dagang seolah-olah menjadi hal kecil.
Yang dibicarakan Maisarah kali ini hanya
tentang Muhammad, Muhammad, dan Muhammad. Padahal, keuntungan yang mereka dapat
kali ini benar-benar luar biasa. Jika dikatakan bahwa Khadijah memiliki
“Sentuhan Emas”, tepatlah apabila Muhammad disebut memiliki “Sentuhan penuh
berkah.”
Ketika Waraqah telah mendengar semua itu,
ia tenggelam dalam pemikiran yang sungguh-sungguh. Setelah cukup lama berdiam
diri, ia berkata kepada Khadijah, “Mendengar darimu dan dari Maisarah mengenai
Muhammad, dan juga dari apa yang kulihat sendiri, aku berpendapat bahwa ia
memiliki semua sifat dan kemampuan sebagai seorang utusan Allah. Mungkin dialah
yang ditakdirkan untuk menjadi salah seorang di antara para rasul pada masa
yang akan datang.”
Pernikahan Agung
Khadijah memiliki teman seorang wanita
bangsawan bernama Nafisah binti Munyah. Nafisah tahu setelah suami kedua
Khadijah meninggal, banyak bangsawan Quraisy yang melamarnya, namun Khadijah
menolak. Nafisah tahu bahwa Khadijah takut semua lamaran itu hanya bertujuan
mengincar hartanya. Lebih dari itu, Nafisah juga tahu bahwa yang diinginkan
Khadijah adalah seorang laki-laki berakhlak agung. Nafisah juga tahu bahwa ada
satu laki-laki yang seperti itu di Mekah, ia adalah Muhammad.
Karena itulah, begitu Khadijah membuka
diri kepadanya tentang Muhammad, Nafisah tidak terkejut lagi. Khadijah meminta
Nafisah mencari jalan untuk mengetahui bagaimana pandangan Muhammad tentang
dirinya.
Maka, ketika Muhammad dalam perjalanan
pulang dari Ka’bah, Nafisah menghentikannya. Nafisah pun bertanya, “Wahai
Muhammad, Anda telah menjadi seorang pemuda. Banyak lelaki yang lebih muda dari
Anda telah menikah dan beberapa di antaranya bahkan telah mempunyai anak.
Mengapa Anda tidak menikah?”
“Aku belum mampu menikah, ya Nafisah. Aku
belum mempunyai kekayaan yang cukup untuk menikah,” jawab Muhammad.
“Apa jawaban Anda jika ada seorang wanita
yang cantik, kaya, dan terhormat mau menikah dengan Anda walaupun Anda belum
mampu?” tanya Nafisah.
Muhammad balik bertanya dengan sedikit
terperangah, “Siapakah wanita itu?”
Nafisah tersenyum, “Wanita itu adalah
Khadijah putri Khuwailid.”
Alis Muhammad tambah terangkat, “Khadijah?
Bagaimana mungkin Khadijah mau menikah denganku? Bukankah Anda tahu bahwa
banyak bangsawan kaya raya dan kepala-kepala suku di Arab ini yang telah
melamarnya dan ia telah menolak mereka semua?”
“Jika Anda mau menikahinya, katakan saja
dan serahkan semuanya kepadaku. Aku akan mengurus semuanya,” kata Nafisah.
Ketika itu Abu Thalib menyetujuinya,
Muhammad pun mengiyakan Nafisah. Maka, pernikahan pun dilangsungkan. Sebagai
pengantin, Muhammad datang didampingi paman-pamannya yang ikut berbahagia.
Perawakan Muhammad
Jarang ada pernikahan dilangsungkan
demikian agung. Dalam acara itu, semua pemimpin Quraisy dan pembesar Mekah
diundang. Mempelai laki-laki menunggang kuda yang gagah diiringi para pemuda
Bani Hasyim yang menghunus pedang.
Sementara itu, kaum wanita Bani Hasyim
berjalan lebih dulu dan telah diterima di rumah mempelai wanita.
Rumah Khadijah yang megah saat itu telah
diterangi cahaya lilin dalam lampion-lampion yang digantung dengan
rantai-rantai emas. Setiap lampion terdiri atas 7 batang lilin.
Semua pembantu Khadijah diberi seragam
khusus untuk menyambut para tamu yang datang menjelang sore hari. Kamar
pengantin benar-benar istimewa. Kain sutera dan brokat digantung begitu serasi.
Lantainya tertutup karpet putih dan diharumi dupa dari guci perak.
Khadijah sendiri begitu anggun hingga
tampak bercahaya seperti matahari terbit. Ia mengenakan pakaian pengantin yang
sangat indah dan jarang ada duanya saat itu. Abu Thalib adalah wakil mempelai
laki-laki dalam memberi sambutan, sedangkan Waraqah bin Naufal adalah wakil
pengantin wanita.
Tidak ada laki-laki segagah Muhammad.
Paras wajahnya tampan dan indah. Perawakannya sedang, tidak terlampau tinggi,
juga tidak pendek. Rambutnya hitam sekali dan bergelombang.
Dahinya lebar dan rata di atas sepasang
alis yang lengkung, lebat dan bertaut. Sepasang matanya lebar dan hitam, di
tepi putih matanya agak kemerahan, tampak lebih menarik dan kuat. Pandangannya
tajam dengan bulu mata yang hitam pekat. Hidungnya halus dengan barisan gigi
yang bercelah-celah.
Cambangnya lebar, berleher jenjang, dan
indah. Dadanya lebar dengan kedua bahu yang bidang. Warna kulitnya terang dan
jernih dengan kedua telapak tangan dan kaki yang tebal.
Jika berjalan, badannya agak condong ke depan, melangkah cepat-cepat, dan pasti. Air mukanya membayangkan renungan dan penuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan kewibawaan, membuat orang patuh kepadanya. (bersambung)
.....
Kisah Nabi Muhammad SAW (22):
